Jul 17, 2021 23:14 Asia/Jakarta
  • Iran-AS
    Iran-AS

Selama beberapa hari lalu, Amerika Serikat mulai melancarkan babak baru rumor anti-Iran.

Rumor ini dimulai ketika Kementerian Kehakiman AS pekan lalu dalam sebuah statemennya mengklaim FBI berhasil menggagalkan upaya Republik Islam Iran untuk menculik seorang aktivis di wilayah Amerika Serikat.

Audrey Strauss, Jaksa Amerika Serikat untuk Distrik Selatan New York di statemen ini mengklaim,pPemerintah Iran rupanya telah memerintahkan agen domestik untuk merencanakan penculikan dan melakukan spionase di tanah Amerika dengan tujuan menculik korban dan mengembalikannya ke Iran, di mana nasibnya masih belum diketahui.

Meski ini bukan kasus baru di proses hubungan permusuhan Amerika terhadap Iran, tapi mengingat tudingan ini dilontarkan bersamaan dengan sejumlah peristiwa, maka kasus ini sepertinya patut untuk diperhatikan.

Menlu Iran Mohammad Javad Zarif

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Mohammad Javad Zarif hari Jumat (16/7/2021) saat merespon tudingan Amerika ini di akun Twitternya menulis, “Lebih baik kalian mengurusi kondisi kalian sebelum menuding pihak lain.”

Seraya mengisyaratkan keterlibatan agen Amerika di teror presiden Haiti dan upaya serupa terhadap presiden Venezuela, Zarif mengingatkan, “Milisi bersenjata yang berafiliasi dengan Amerika merancang operasi teror di wilayah AS terhadap pemimpin Venezuela dan Haiti, sementara pemerintah Washington  secara aktif menyembunyikan hubungan kriminalnya dengan menuduh orang lain melakukan operasi penculikan yang jelas konyol dan kekanak-kanakan."

Yang jelas sejarah Amerika penuh dengan teror, penculikan, dan aksi perusakan di negara lain. Meski demikian agitasi anti-Iran dapat dicermati sebagai kelanjutan dari kebijakan tekanan maksimum Amerika terhadap Tehran.

Faktanya adalah Iran melawan ketamakan Amerika di perundingan JCPOA, dan masalah ini sangat sulit dan mahal bagi Washington. Oleh karena itu, Amerika berusaha memanfaatkan opsi lain dengan melancarkan tudingan dan skenario palsu, dengan anggapan Iran akan berada di posisi sulit.

Amerika di proses perundingan Wina menunjukkan berencana melanjutkan upayanya membatasi program nuklir Iran melalui saling kembali ke komitmen di bawah kesepakatan JCPOA. Yang pasti tujuan strategis Amerika adalah menindaklanjuti tujuan sebelumnya dalam koridor tuntutan di luar JCPOA dan menjaga kepentingannya di isu non-nuklir dan kebijakan ini ditolak oleh Republik Islam Iran.

Pejabat Amerika selama beberapa tahun lalu mengatakan penting untuk mempertahankan pendekatan represi maksimu dan meraih konsesi di setiap perundingan.

Dengan kata lain, harus dikatakan bahwa sejak keluarnya AS dari kesepakatan nuklir, perilaku Washington tidak berubah. Faktanya adalah sejak keluarnya AS dari JCPOA, tidak ada kebijakan AS sebelumnya yang direvisu dan hanya diambil sejumlah langkah terbatas yang tidak penting.

Pemerintah Biden ketika mengklaim berusaha menghidupkan kembali JCPOA melalui perundingan Wina, tapi di sisi lain masih melanjutkan pendekatan gagal represi maksimum pendahulunya, serta di dialog Wina masih bersikeras dengan sikap tak pada tempatnya. Hal ini membuat dialog Wina masih mengambang.

Di sisi lain, skenarioa ini yang digulirkan bersamaan dengan pertemuan terbaru kelompok teroris munafikin MKO dan partisipasi pejabat dan senator AS di pertemuan ini menunjukkan adanya sebuah koneksi sistematis dan tujuan untuk mematahkan perlawanan Republik Islam Iran. (MF)

 

Tags