May 17, 2021 17:38 Asia/Jakarta
  • Dewan Keamanan PBB
    Dewan Keamanan PBB

Berakhirnya sidang tanpa hasil Dewan Keamanan PBB terkait Jalur Gaza dan eskalasi serangan udara rezim Zionis Israel ke berbagai wilayah pemukiman serta infrastruktur di Gaza, hanya sekelumit dari berita pahit dan mengenaskan dari kondisi terbaru wilayah Palestina ini.

Departemen Kesehatan Palestina mengumumkan, selama tujuh hari agresi Israel ke Gaza, sampai saat ini jumlah syuhada dari serangan Israel ke Gaza melampaui 200 orang, dan di antara jumlah tersebut sebanyak 58 orang adalah anak-anak dan 34 perempuan.

Ketua Dokter Lintas Batas (MSF) di Jalur Gaza, Helen Peterson menyatakan kendala terbesar saat ini di Jalur Gaza adalah tidak adanya kemampuan pengiriman obat-obatan karena serangan Zionis. "Kami tidak tahu seberapa lama sistem kesehatan di Gaza dapat bertahan di bawah pemboman Israel," katanya.

Israel bahkan tak segan-segan memyerang gedung dan kantor berbagai media massa. Di serangan ini, gedung tempat kantor media dan televisi termasuk Aljazeera hancur total.

Penghancuran gedung dan kantor jurnalis di serangan Israel ke Gaza sejatinya indikasi serangan terhadap kebebasan berekspresi dan upaya untuk memonopoli informasi kejahatan di Palestina pendudukan.

Anak-anak Palestina, korban brutalitas Israel

Rezim Zionis Israel di serangan terbarunya ke Jalur Gaza dan Tepi Barat menggunakan bom yang sangat merusak dan mematikan buatan Amerika. Sikap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang memuji dukungan Amerika atas berlanjutnya serangan Tel Aviv ke Gaza merupakan penjelasan motivasi berlanjutnya kejahatan ini.

Tapi pertanyaannya di sini adalah apa yang dilakukan PBB dan Dewan Keamanan untuk menghentikan kejahatan ini ? Dalam hal ini tidak ada keraguan bahwa langkah Israel di Gaza sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Di kondisi seperti ini, pembentukan komisi pencari fakta di bawah Kantor Komisi Tinggi HAM PBB terkait kejahatan Israel di Palestina adalah sebuah tuntutan yang harus dijawab PBB.

Bagaimana mungkin berbagai organisasi HAM termasuk Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dengan berbagai alasan menggelar sidang untuk mengeluarkan resolusi terhadap negara-negara yang menentang paksaan AS dan pendudukan Israel, kini bahkan tidak bersedia menyelidiki kejahatan Israel tersebut ?

Wakil tetap Republik Islam Iran di PBB, Majid Takht-Ravanchi Ahad (16/5/2021) di sidang Dewan Keamanan yang digelar untuk mengkaji transformasi terbaru Palestina, saat menjawab pertanyaan mengapa Dewan Keamanan untuk waktu lama memilih bungkam menyaksikan kejahatan, ancaman dan agresi seperti ini, menjawab, jawabannya sederhana, karena Amerika sebagai anggota tetap Dewan Keamanan baik di masa Demokrat maupun Republik, secara sistematis mendukung Israel dihadapan setiap langlah Dewan Keamanan, dan sampai saat ini menveto 44 draf resolusi Dewan Keamanan anti Israel.

Faktanya, lebih dari tujuh dekade kebisuan dan kepasifan politik, membuat Israel lebih tenang melakukan kejahatan dan tidak takut mendapat hukuman internasional.

Ghassan Jawad, penulis dan pakar politik Lebanon seraya mengisyaratkan kepasifan PBB mengatakan, "Organisasi ini tidak memainkan peran politik efektif untuk melawan intimidasi dan sikap keras kepala Israel serta menghukum kejahatan rezim ini di Palestina mulai dari pembantaian hingga pengusiran paksa dan perebutan rumah warga Palestina serta undangan kepada Zionis dari berbagai penjuru dunia, dan PBB juga tidak melakukan langkah serius dan cukup di bidang ini, bahkan sikap dan intervensiorganisasi dunia ini cenderung bermotif politik ketimbang kemanusiaan. Ini sangat disayangkan."

Sementara itu, Staf HAM di Mahkamah Agung Iran saat merespon ketidakpedulian ini mengirim surat kepada sekjen PBB dan menekanan, "Perilisan statemen ambigu untuk melegitimasi agresi Israel, faktor utama terulangnya kejahatan ini di era akuntabilitas saat ini."

Pada akhirnya, isu Palestina tidak akan terselesaikan tanpa penerapan prinsip keadilan dan hukum internasional. Sementara itu, catatan 70 tahun rezim penjajah dan teroris Israel menunjukkan bahwa Zionis hanya memahami bahasa resistensi dan muqawama. (MF)

 

Tags