Jul 15, 2021 14:59 Asia/Jakarta
  • PM Malaysia Muhyiddin Yassin
    PM Malaysia Muhyiddin Yassin

Dinamika Asia Tenggara selama sepekan terakhir menyoroti sejumlah isu di antaranya mengenai desakan ketua umum UMNO terhadap PM Malaysia supaya mengundurkan diri dari jabatannya.

Selain itu, dukungan Indonesia terhadap perjuangan Palestina di KTM GNB, Kemenlu RI mengimbau WNI supaya meninggalkan Afghanistan, dan AS mengklaim siap membela Filipina jika diserang oleh militer Cina.

 

 

PM Malaysia, Muhyiddin Yassin 

 

Koalisi Pemerintah Bubar, Malaysia Kembali Hadapi Krisis Politik

Usai keluar dari koalisi pemerintah, United Malays National Organisation (UMNO) mendesak PM Muhyiddin Yassin untuk mengundurkan diri dan membuka jalan bagi pemimpin baru.

Sikap tersebut kini dikhawatirkan bakal mempercepat kejatuhan pemerintah di Kuala Lumpur. Namun mengingat wabah Corona yang sedang bereskalasi, penyelenggaraan pemilihan umum diyakini belum akan menjadi prioritas utama.

Muhyiddin mengambilalih kekuasaan pada Maret 2000 tanpa melalui pemilu. Nasibnya berbalik arah ketika pemerintahan reformis pemenang pemilu 2018 jatuh akibat kisruh internal.

Partainya, Bersatu, kemudian menjalin koalisi dengan UMNO untuk membentuk pemerintahan baru berbekal mayoritas tipis di parlemen.

Pada Sabtu 10 Juli 2021, Ketua Umum UMNO, Ahmad Zahid Hamidi, mengatakan pemerintahan Muhyiddin gagal menanggulangi dampak pandemi Corona.

Dia mengklaim kebijakan yang inkonsisten dan pembatasan sosial setengah hati semakin memperparah kondisi ekonomi.

Zahid mendesak Muhyiddin mengundurkan diri, dan membiarkan tokoh lain mengambilalih posisinya hingga pandemi menyusut dan pemilihan umum bisa diselenggarakan.

"Pengunduran dirinya penting untuk memungkinkan pembentukan pemerintah baru yang stabil dan mengemban mandat mayoritas," kata dia seusai pertemuan Dewan Agung UMNO di Kuala Lumpur.

 

 

Menlu Indonesia, Retno Marsudi

 

Menlu RI Serukan Dukungan terhadap Perjuangan Palestina di KTM GNB

Menteri Luar Negeri RI Retno L.P Marsudi dalam pertemuan KTM Mid-Term GNB yang berlangsung secara virtual pada tanggal 13-14 Juli 2021 menyampaikan bahwa GNB masih menghadapi tantangan yang sama sejak berdiri 60 tahun yang lalu, yaitu isu-isu mengenai kekuatan besar dunia, ketidaksetaraan, kesenjangan, dan ketidakadilan sosial-ekonomi.

Isu-isu tersebut menjadi lebih rumit dengan adanya berbagai tantangan masa kini. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dan nilai-nilai GNB, termasuk multilateralisme, menjadi semakin relevan.

Pada pertemuan, Menlu menyampaikan tiga area di mana GNB dapat bersinergi dan menjadi bagian dari solusi.

Pertama, akses terhadap vaksin COVID-19 yang berkeadilan. Menlu juga menyampaikan bahwa prioritas negara GNB adalah untuk memperkecil kesenjangan ini dan mempercepat vaksinasi di negara berkembang. GNB dapat berkontribusi pada upaya ini dengan menyerukan lebih banyak dose-sharing, memperkuat dukungan terhadap COVAX Facility, dan mendukung TRIPS waiver negotiation.

Kedua, kerja sama untuk pemulihan ekonomi. Pandemi telah mendorong ratusan juta orang ke jurang kemiskinan dan menghambat kemajuan kita menuju SDG. Oleh karena itu, GNB harus bekerja bersama untuk memastikan partisipasi dari negara-negara berkembang dalam arsitektur keuangan internasional, mengatasi praktik perdagangan yang tidak adil dan persyaratan donor, serta meningkatkan kemitraan global untuk pembangunan.

Ketiga, kemerdekaan Palestina. Menlu sampaikan bahwa hingga saat ini, Palestina masih menjadi satu-satunya negara yang belum mencapai kemerdekaannya. Seluruh negara anggota GNB harus mengakui negara Palestina, mendukung peluncuran kembali negosiasi multilateral yang kredibel, dan memastikan akses kemanusiaan untuk meringankan penderitaan rakyat Palestina.

Dalam akhir pernyataannya, Menlu sampaikan penegasan bahwa GNB memiliki kekuatan dari segi ukuran dan jumlah negara anggota.

KTM menghasilkan Political Declaration yang menegaskan posisi GNB dalam berbagai isu global. Delegasi RI ikut berkontribusi dalam pengajuan sejumlah usulan paragraf mengenai pandemi COVID-19 (distribusi vaksin berkeadilan), peran perempuan dalam misi perdamaian (women in peacekeeping), pelucutan senjata, peran negara observer, perubahan metode kerja GNB, dan isu Palestina. KTM juga mengesahkan Rusia sebagai negara pengamat (observer) GNB.

 

 

Kemenlu RI Imbau WNI Tinggalkan Afghanistan

Kementerian Luar Negeri RI dan KBRI Kabul mengimbau warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Afghanistan segera meninggalkan Afghanistan setelah sebagian besar wilayah negara Asia selatan ini dikuasai oleh Taliban.

Kemlu RI juga memastikan terus memonitor WNI yang masih berada di Afghanistan.

"Menyikapi situasi keamanan yang saat ini kurang kondusif di Afghanistan, KBRI Kabul mengimbau kepada seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang saat ini masih berada di Afghanistan untuk segera meninggalkan negara akreditasi," bunyi keterangan di IG KBRI Kabul Sabtu (10/7/2021).

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Judha Nugraha membenarkan unggahan itu. Judha mengatakan saat ini Kemlu mencatat masih ada tiga WNI yang berada di Afghanistan.

"Terkait situasi di Afghanistan, beberapa informasi yang bisa kami sampaikan sebagai berikut. Pertama, Kemlu dan KBRI Kabul terus memonitor situasi keamanan di Afghanistan dan Kabul. Kedua, untuk memberikan pelindungan bagi WNI yang berada di Kabul, Kemlu dan KBRI Kabul telah menyusun rencana kontingensi untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan," ujar Judha.

"Ketiga, KBRI selalu menjalin komunikasi dan memonitor keselamatan WNI di Afghanistan. Sesuai database awal KBRI Kabul, terdapat 46 WNI tinggal di Afghanistan. Namun saat ini sebagian besar telah kembali ke Indonesia. Sehingga saat ini tercatat hanya terdapat 3 WNI yang masih menetap di Afghanistan," jelasnya.

Judha mengungkapkan 46 WNI sudah kembali ke Indonesia karena berbagai macam alasan dan tidak hanya alasan keamanan. Sedangkan 3 WNI yang masih tinggal di Afghanistan rata-rata mereka semua pekerja. Dia pun mengimbau agar tiga WNI segera pulang ke Tanah Air.

 

Menlu AS, Antony Blinken

 

AS Siap Bela Filipina jika Diserang oleh Militer Cina

Amerika Serikat mengulangi peringatan kepada Cina bahwa serangan terhadap pasukan Filipina di Laut Cina Selatan akan membuat perjanjian pertahanan bersama Washington-Manila 1951 berlaku kembali.

Hal itu ditekankan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan tertulis pada Minggu, 11 Juli 2021, yang menandai peringatan tahun kelima keputusan pengadilan arbitrase yang menolak klaim teritorial Beijing di Laut Cina Selatan.

"AS menegaskan kembali kebijakan 13 Juli 2020 mengenai klaim maritim di Laut Cina Selatan," kata Blinken, mengacu pada penolakan pemerintahan mantan Presiden Donald Trump terhadap klaim China atas kepemilikan sumber daya di sebagian besar Laut Cina Selatan.

"Kami juga menegaskan kembali bahwa serangan bersenjata terhadap pasukan Filipina, kapal-kapal sipil atau pesawat di Laut Cina Selatan akan menghidupkan komitmen pertahanan bersama AS berdasarkan Pasal IV Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina 1951," tegas Blinken seperti dilansir Reuters.

Menlu AS dalam pembicaraan dengan mitranya dari Filipina pada 8 April lalu, menegaskan kembali penerapan perjanjian tersebut di Laut Cina Selatan.

Militer Cina pada Minggu kemarin mengumumkan bahwa kapal perang AS secara ilegal memasuki perairan di dekat Pulau Paracel di Laut Cina Selatan.(PH)

 

 

 

Tags