Araghchi: Israel Paling Dibenci di Kawasan dan Dunia / Peta Digital Zona Ekonomi Khusus BRICS
-
Menteri Luar Negeri Iran Sayid Abbas Araghchi
Pars Today - Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran menyebut rezim kriminal Israel sebagai rezim yang paling dibenci di kawasan dan dunia.
Menteri Luar Negeri Iran, Sayid Abbas Araghchi menulis di laman pribadinya di jejaring sosial X pada Senin (22/09/2025) malam, dan mengucapkan selamat atas dimulainya Tahun Baru Yahudi, "Terlepas dari klaim kemenangannya, Netanyahu telah membawa kehancuran dan isolasi yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Israel."
Menurut laporan Pars Today, Araghchi menambahkan, "Rezim kriminal Israel belum pernah begitu dibenci di kawasan kami dan di seluruh dunia. Sungguh menjijikkan bahwa mereka melakukan genosida terhadap warga Palestina atas nama Yudaisme dan Yahudi, yang dengan demikian mencoreng citra semua orang Yahudi."
"Sangat menggembirakan bahwa semakin banyak orang Yahudi yang berbicara menentang penyalahgunaan agama mereka dan menuntut diakhirinya penyalahgunaan agama Yahudi oleh penjahat perang yang dicari," ujar Menlu Iran.
"Dunia harus mendukung upaya mereka untuk mencegah Netanyahu menyamakan agama ilahi dengan ideologi keji dan mematikan yang didasarkan pada rasisme dan pengasingan," imbuhnya.
Araghchi mengatakan, "Pada kesempatan Tahun Baru Yahudi, saya menyampaikan ucapan selamat yang paling tulus kepada rekan-rekan Yahudi Iran, dan tentu saja semua pengikut sejati ajaran Nabi Musa as, dan saya menghargai sambutan mereka dengan tangan terbuka terhadap perdamaian.
Pembuatan peta digital zona ekonomi khusus BRICS
Direktur Departemen Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Proyek Khusus Kementerian Pembangunan Ekonomi Federasi Rusia mengumumkan, "Peta digital kawasan ekonomi khusus negara-negara anggota BRICS telah dibuat."
Menurut laporan Pars Today mengutip IRNA, saluran TV BRICS pada Senin (22/09/2025) malam, Nikita Kondratiev menambahkan dalam pidatonya di Forum Internasional Ketiga tentang Kawasan Ekonomi Khusus – 2025, "Peta ini mencakup router investasi terintegrasi yang menyediakan informasi komprehensif tentang kawasan ekonomi khusus di seluruh negara anggota BRICS."
Menurutnya, pengunjung sistem ini akan dapat mengakses informasi tentang insentif investasi dan peraturan bea cukai terkait kawasan ekonomi khusus ini.
Pejabat Kementerian Pembangunan Ekonomi Rusia mengumumkan bahwa sistem ini diluncurkan oleh Asosiasi Klaster, Taman Teknologi, dan Kawasan Ekonomi Khusus Rusia.
Kondratiev mengatakan, "Sistem ini akan segera diperluas dan akan mencakup informasi terperinci tentang produk yang diproduksi di kawasan ekonomi khusus negara-negara anggota BRICS dan pencarian suku cadang serta peralatan, yang pada akhirnya akan mengarah pada kerja sama yang lebih erat antara negara-negara anggota BRICS."
"Sistem ini berisi informasi mengenai keahlian, prioritas, perusahaan yang aktif, dan informasi kontak zona ekonomi khusus negara-negara BRICS," tambahnya.
Kelompok BRICS terdiri dari Republik Islam Iran, Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Mesir, Etiopia, Uni Emirat Arab, dan Indonesia. Presidensi bergilir kelompok ini tahun ini (2025) dipegang oleh Brasil.
Kallas: Kami siap untuk diplomasi nuklir dengan Iran
Pars Today - Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, merujuk pada waktu terbatas yang tersedia untuk mencegah penerapan kembali sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Iran, menekankan bahwa dirinya siap untuk menjajaki jalur diplomatik dan mencapai kesepakatan mengenai masalah nuklir Iran.
Menurut laporan Pars Today mengutip IRNA, Kaja Kallas, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa yang berada di New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB, dalam konferensi pers hari Senin (22/09/2025) mengatakan, "Saya siap untuk terlibat dalam segala jenis dialog dan juga untuk menemukan solusi diplomatik."
Mengulangi klaim politik tentang program nuklir damai Iran, Kallas mengatakan, Jelas bahwa pada akhirnya kesepakatan harus dicapai yang menjadi dasar Iran tidak memiliki senjata nuklir. Ini menjadi perhatian semua negara, baik di sekitar Iran maupun di kawasan yang lebih luas.
"Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, saya sungguh-sungguh bersedia untuk mencari cara menemukan solusi diplomatik. Memang benar bahwa mekanisme pemicu telah diaktifkan dan kita memiliki waktu terbatas untuk mencapai kesimpulan," imbuh kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa.
Menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan keberhasilan upaya diplomatik untuk mencegah kembalinya sanksi, Kallas mengklarifikasi, "Sulit untuk mengatakannya."(sl)