Sanksi, Senjata AS untuk Menundukkan Negara Lain
(last modified Mon, 26 Jun 2023 15:07:05 GMT )
Jun 26, 2023 22:07 Asia/Jakarta
  • Ilustrasi sanksi.
    Ilustrasi sanksi.

Sekretaris Staf Hak Asasi Manusia Lembaga Kehakiman Republik Islam Iran Kazem Gharib Abadi menganggap sanksi sebagai kejahatan terbesar terhadap kemanusiaan.

"Amerika Serikat (AS) telah memberlakukan sanksi sepihak terhadap sekitar 25 negara, ini adalah tindakan ilegal," kata Gharib Abadi, yang juga sebagai Wakil Kepala Kehakiman Iran untuk Urusan Internasional itu.

Hal itu dikatakan Gharib Abadi dalam jumpa pers terbaru dengan tema "Pekan Peninjauan dan Pengungkapan Hak Asasi Manusia ala Amerika dan Peringatan Syuhada Haftom-e Tir".

"Pemberlakuan sanksi sepihak dan ilegal terhadap rakyat Iran adalah salah satu kejahatan AS. Amerika telah memberlakukan sanksi paling luas terhadap rakyat Iran," ujarnya.

Sekretaris Staf Hak Asasi Manusia Lembaga Kehakiman Republik Islam Iran Kazem Gharib Abadi 

Dalam beberapa dekade terakhir, sanksi ekonomi telah menjadi alat penting bagi negara-negara kuat untuk menekan negara-negara lain di kancah dunia. Sejauh ini, AS, Uni Eropa, dan negara-negara ekonomi maju lainnya telah memberlakukan ratusan sanksi ekonomi terhadap negara-negara lain.

Sanksi ini sebagian besar dijatuhkan dengan dalih seperti pencegahan penyebaran senjata nuklir atau mempromosikan hak asasi manusia, namun di balik kebijakan itu, selalu ada tujuan politik dan ambisi tertentu.

Dalam kebijakan luar negeri Amerika, sanksi ekonomi adalah salah satu alat penekan yang paling penting agar negara-negara lain atau kelompok lain mengikuti diktenya.

Penggunaan sanksi sebagai alat tekanan ini ditegaskan sedemikian rupa di antara para presiden Amerika sehingga banyak pemikir di dunia menyebut sanksi AS sebagai "senjata ekonomi" negara ini.

Mantan Presiden AS Thomas Woodrow Wilson mengatakan, sebuah negara yang diembargo dapat menyerah atau terkepung, dan terapkan solusi ekonomi damai yang mematikan dan tidak memerlukan kekuatan militer ini.

Dampak anti-kemanusiaan dari sanksi terhadap orang-orang di negara yang dikenai sanksi tidak dapat disangkal. Sanksi sebagai senjata ekonomi dapat menimbulkan dampak destruktif seperti perang.

Peneliti Amerika Bo Ram Kwon mengatakan, pada masa lalu, negara-negara menggunakan kekuatan militer dan sanksi ekonomi sebagai alat penekan. Sanksi, tanpa menimbulkan korban manusia dan tanpa menimbulkan sensitivitas opini publik, dapat menimbulkan kerugian yang signifikan bagi negara yang dikenai sanksi, oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penerapan sanksi lebih disukai negara-negara seperti AS daripada perang dengan tujuan mengubah perilaku negara sasaran.

Hasil penelitian peneliti ekonomi Matthias Neuenkirch dan Florian Neumayr tentang pengaruh dan dampak sanksi terhadap berbagai negara menunjukkan bahwa sanksi menyebabkan ketimpangan pendapatan, kemiskinan dan penurunan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di negara-negara sasaran.

Misalnya, antara tahun 1991 dan 2018, sanksi AS telah meningkatkan kemiskinan di negara-negara target sekitar 3,5 persen dan mengurangi tingkat pertumbuhan PDB per kapita di negara-negara target lebih dari 2 persen.

Republik Islam Iran telah menjadi sasaran sanksi AS sejak awal kemenangan Revolusi Islam. Sanksi sepihak ini telah diintensifkan dalam beberapa tahun terakhir sehingga mempengaruhi perdagangan negara tersebut.

Sebagian dari sumber daya keuangan pemerintah Iran telah dihapus atau diblokir, dan tindakan ini telah meningkatkan kemiskinan, inflasi dan tekanan ekonomi terhadap rakyat Iran.

Di antara dampak sanksi tersebut adalah dampak langsungnya terhadap kesehatan masyarakat, yang harus dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.

Pejabat Republik Islam Iran dan bahkan para pakar PBB telah berulang kali memperingatkan tentang dampak sanksi AS secara sepihak dan ilegal terhadap kesehatan masyarakat, termasuk pasien di Iran. Mereka menegaskan bahwa sanksi tersebut telah menyebabkan kematian setiap hari orang yang menderita penyakit tertentu.

Sekretaris Dewan Tinggi Hak Asasi Manusia Iran menyatakan bahwa menurut para pengacara terkemuka, sanksi harus dipandang sebagai senjata perang. Sanksi tidak hanya merenggut lebih banyak nyawa, tetapi juga menimbulkan banyak kerugian di berbagai bidang. (RA)