Irak dan Masalah Terorisme
(last modified Thu, 30 Dec 2021 01:43:23 GMT )
Des 30, 2021 08:43 Asia/Jakarta

Sekalipun organisasi teroris Daesh (ISIS) telah hancur di Irak, namun ancaman terorisme masih ada di negara ini karena berbagai alasan.

Tiga item berita telah dipublikasikan dalam beberapa hari terakhir tentang masalah terorisme di Irak.

Pasukan al-Hashd al-Shaabi sedang mengejar para teroris

Pertama, kelompok teroris Daesh menculik Yasser al-Jurani, seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri Irak dan direktur kantor urusan paspor Adamiyah, bersama dengan tiga temannya di kota Khanaqin di Provinsi Diyala, dan secara brutal memenggal dan membunuh mereka.

Kedua, Sabah al-Numan, Juru Bicara Organisasi Kontra-Terorisme Irak, mengatakan bahwa lebih dari 300 operasi telah dilakukan oleh Organisasi Kontra-Terorisme Irak tahun ini, di mana selain menghancurkan tempat persembunyian Daesh, 100 teroris Daesh telah tewas dan lebih dari 250 lainnya ditangkap.

Ketiga, dua pria bersenjata berencana untuk meneror salah satu perwakilan Organisasi Intelijen dan Kontra-Terorisme al-Diwaniyah, Irak, di daerah Hayy Al-Shurtta. Perwakilan Irak ini terluka dan dibawa ke rumah sakit al-Diwaniyah untuk mendapatkan perawatan.

Terorisme bukanlah masalah baru di Irak saat ini, itu adalah masalah yang telah ada di negara ini selama dua dekade.

Sejatinya, terorisme merupakan masalah dalam kebijakan AS terhadap Irak. Penghancuran struktur militer dan keamanan Irak adalah produk dari kebijakan AS di negara itu.

Dengan terbentuknya kevakuman keamanan dan militer, muncullah kelompok-kelompok teroris di Irak. Beberapa dari kelompok ini bahkan didukung karena kepentingan politik dan keamanan Amerika Serikat dan sekutunya di wilayah tersebut.

Oleh karena itu, bahkan setelah Daesh menginvasi Irak, perang melawan kelompok teroris ini menjadi nyata ketika Daesh menjadi ancaman bagi Barat.

Sekalipun organisasi teroris Daesh (ISIS) telah hancur di Irak, namun ancaman terorisme masih ada di negara ini karena berbagai alasan.

Poin penting lainnya adalah bahwa ketika ancaman terorisme terhadap keamanan dan integritas wilayah Irak mencapai tingkat tertinggi, fatwa marjaiyah Irak untuk membentuk al-Hashd al-Shaabi yang memainkan peran kunci dalam memerangi terorisme Daesh.

Dalam perang melawan terorisme, para komandan Perlawanan, termasuk Letnan Jenderal Qassem Soleimani, mendiang komandan Pasukan Quds Pasukan dari Garda Revolusi Islam (IRGC), dan Abu Mahdi al-Muhandis, Wakil Komandan al-Hashd al-shaabi memainkan peran kunci. Namun pemerintah AS meneror para komandan ini di dekat bandara Baghdad pada 3 Januari 2020 demi merusak Perlawanan di Irak.

Padahal, tindakan pemerintah AS ini justru merupakan jasa besar bagi kelompok teroris, khususnya terorisme Daesh di Irak.

Kini, meski keutuhan wilayah Irak tidak terancam oleh terorisme, masalah terorisme masih ada di negeri ini, dan warganyalah yang terancam oleh kelompok teroris.

Organisasi Kontra-Terorisme Irak telah melakukan lebih dari 300 operasi kontra-terorisme pada tahun 2021 saja. Situasi ini menunjukkan bahwa masalah terorisme masih ada dan hidup di Irak.

Gerakan teroris telah meningkat di Irak pada saat dua peristiwa penting dalam situasi saat ini di negara itu

Insiden pertama menyangkut penarikan pasukan AS. Beberapa analis percaya bahwa peningkatan aktivitas teroris ditujukan untuk menyoroti perlunya kehadiran militer AS yang berkelanjutan di Irak.

Menjelang penarikan pasukan AS dari Irak

Insiden kedua terkait dengan kerusuhan politik dan keamanan di Irak setelah pemilihan umum parlemen 10 Oktober.

Kelompok-kelompok Irak harus bertindak cepat untuk mencapai titik temu dan membuka jalan bagi pembentukan pemerintahan masa depan demi mengurangi kerusuhan di negara itu. Kekacauan adalah platform yang menguntungkan bagi kegiatan kelompok teroris.