Jan 09, 2022 12:04 Asia/Jakarta

Setelah berakhirnya penempatan pasukan Amerika Serikat di Irak pada 31 Desember 2021, salah satu pembahasan terpenting selama beberapa hari terakhir yang menjadi perhatian warga Irak adalah kehadiran pasukan penjajah Amerika di negara mereka.

Berdasarkan sumber resmi Irak, sekitar 2.500 pasukan Amerika dengan seragam penasihat militer dan berbeda dengan kehendak rakyat , parlemen dan pemerintah Irak masih tetap bercokol di negara ini, serta berencana menjustifikasi kehadiran ilegalnya tersebut.

Berbagai faksi Irak menilai kehadiran pasukan Amerika ini sebagai kelanjutan dari penjajahan terhadap negara mereka. Jumat (7/1/2022), Sekjen Kata'ib Sayyid al Shuhada (KSS), Abu Ala al Walai menyatakan bahwa penjajah Amerika masih terus menipu untuk tetap hadir di Irak, padahal kehadiran mereka ini ilegal. Menurutnya, jet-jet tempur Amerika masih tetap terbang di atas zona udara Irak dan mereka memperlakukan Irak seakan-akan negara ini salah satu desanya.

Image Caption

Menurut pandangan faksi dan masyarakat Irak, kehadiran Amerika di negara ini ilegal karena parlemen telah meratifikasi resolusi penarikan pasukan asing termasuk pasukan Amerika dari negara mereka, dan berlanjutnya kehadirannya berbeda dengan kehendak negara ini.

Berdasarkan pasal pertama konstitusi, Irak adalah negara federal bersatu dengan kedaulatan penuh. Ini artinya bahwa kedaulatan negara ini tidak boleh dilanggar, dan kehadiran pasukan Amerika dan penerbangan jet tempurnya di atas zona udara Irak secara praktis melanggar kedaulatan dan kemerdekaan negara ini. Parlemen Irak simbol dan manifestasi kehendak rakyat negara ini, sementara Amerika dengan kehadirannya telah melanggar kehendak rakyat Irak.

Bahkan jika Amerika mengklaim bahwa kehadirannya telah mendapat izin dari perdana menteri Irak saat ini, tapi harus dikatakan bahwa berdasarkan pasal 80 konstitusi Irak, segala bentuk keputusan dan perjanjian serta kesepakatan yang ditandatangani perdana menteri dengan pihak asing harus mendapat persetujuan dari dua pertiga anggota parlemen.

Di sisi lain, muncul pertanyaan negara mana di dunia yang memaksakan kekuatan militernya kepada negara lain dalam bentuk kekuatan penasehat? Jika Irak benar-benar membutuhkan pasukan penasehat, itu perlu dilakukan atas permintaan otoritas Irak dan dengan jumlah dan ruang lingkup misi yang tepat, sedangkan misi pasukan AS di Irak tidak jelas baik bagi pemerintah atau perdana menteri Irak.

Sumber Irak menyebutkan jumlah tentara AS sekitar 2.500 personel, tetapi pertanyaannya adalah, jenis nasihat dan bantuan apa yang dapat diberikan oleh pasukan besar ini, yang merupakan tentara, kepada pasukan Irak? Menurut hukum Irak, kehadiran pasukan AS di Irak bertentangan dengan keinginan parlemen dan pemerintah Irak, dan kehadiran mereka yang berkelanjutan merupakan pendudukan dengan cara baru.

Oleh karena itu, Amerika terus mencari-cari alasan untuk membenarkan kehadirannya di Irak dan berusaha melanjutkan kehadiran pasukannya dalam bentuk perang melawan teroris Daesh (ISIS) dan instabilitas palsu. (MF)

 

Tags