Perbedaan Pandangan Trump dan Biden Mengenai Iran
Pemilu presiden Amerika Serikat semakin dekat dan rencananya akan diselenggarakan pada hari Selasa, 3 November 2020. Kandidat Presiden AS petahana Donald Trump dan penantangnya dari Partai Demokrat Joe Biden dalam kampanye mereka menyinggung beragam isu penting dan sensitif terutama mengenai Republik Islam Iran dan perjanjian nuklir JCPOA.
Mengenai Iran dan JCPOA (Rencana Aksi Bersama Komprehensif), Trump dan Biden memiliki perspektif yang tampak berseberangan. Trump dengan bangga memuji sanksi ketat yang diberlakukan pemerintahanna terhadap Iran ketika kampanye di Carolina Utara.
"Panggilan pertama yang akan kami terima setelah kemenangan mendatang adalah dari Iran. Apakah kita bisa mencapai kesepakatan? Negara ini sedang menuju neraka akibat sanksi dan semua yang telah kami lakukan…," kata Trump.
Trump dengan nada sarkastik kepada Biden mengatakan, jika Joe beruntung memperoleh suara, Anda akan mendapatkan kesepakatan yang paling luar biasa (dengan Iran).
Dalam sebuah wawancara dengan jaringan televisi IBC, Biden secara eksplisit menyerang kebijakan Trump terhadap Iran dan dampak-dampaknya. Dia mengatakan, AS lebih terisolasi dari sebelumnya, sementara Iran semakin dekat dengan bom nuklir. Sekutu Amerika, lanjutnya, juga tidak mempercayai negara ini dan Presiden AS diejek di forum-forum dunia.
Kebanggaan Trump tentang keberhasilan kebijakannya terhadap Iran, yang dikenal sebagai "kampanye tekanan maksimum" dipamerkan untuk mendongkrak simpati rakyat AS kepada kandidat capres dari Partai Republik ini, namun faktanya, apa yang dibanggakan Trump tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Kalangan pejabat AS termasuk Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengakui bahwa tujuan-tujuan ilegal pemerintahan Trump terkait Iran belum tercapai meski AS telah memberlakukan tekanan terkuat dan sanksi terberat dalam sejarah negara ini.
Pompeo pada Mei 2018 menuntut penghentikan sepenuhnya program nuklir Iran, pembatasan dan bahkan penghentian program rudal negara ini serta diakhirinya langkah-langkah Republik Islam di kawasan, di mana jika semua itu diterwujud, maka Iran berarti telah tunduk sepenuhnya kepada AS.
Republik Islam Iran bertahan atas tekanan terberat AS, dan bahkan berkat perlawanan tesebut, pemerintahan Trump sekarang menghadapi keterkucilan maksimum di tingkat dunia.
Ketika menarik diri dari perjanjian nuklir JCPOA dan menerapkan kampanye tekanan maksimum terhadap Iran, Trump berjanji untuk memaksa pemerintah Tehran datang ke meja perundingan guna mencapai "kesepakatan yang lebih baik seperti yang dia inginkan.
Lebih dari dua tahun berlalu setelah janji tersebut, namun pemerintahan Trump gagal mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, Trump dikritik oleh berbagai kelompok dan kalangan, terutama menjelang pemilu presiden.
Penekanan Biden tentang kegagalan kebijakan Trump terhadap Iran dan semakin meningkatnya keterkucilan AS di forum-forum dunia, juga menunjukkan bahwa klaim keberhasilan Trump menekan Iran tidak laku di Amerika, dan para politisi negara ini sepenuhnya mengakui kegagalan dan keterkucilan Amerika yang semakin meningkat di arena internasional.
Menurut profesor ilmu politik di Universitas New Hampshire Kurk Dorsey, Trump masih ingin melukiskan gambaran betapa kerasnya dia terhadap Iran. Jika Biden memenangkan pemilu, dia pasti akan membawa AS kembali ke JCPOA atau sesuatu yang dekat dengan perjanjian internasional ini.
Trump sekarang mengklaim bahwa panggilan pertama setelah kemenangannya dalam pemilu presiden AS mendatang adalah dari Iran. Terkait hal ini, Trump harus ditanyai: berdasarkan bukti dan dokumen apa sehingga Anda melontarkan klaim tersebut? Sebab, posisi Iran didasarkan pada perlawanan maksimum terhadap tekanan AS yang tidak manusiawi dan ilegal.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei pada tanggal 12 Oktober 2020 mengatakan, kami akan melanjutkan perlawanan, dan dengan karunia Allah SWT, kita akan mengubah tekanan maksimum AS menjadi keburukan maksimum mereka dan juga sumber penyesalan mereka.
Tentu saja, penting untuk dicatat bahwa dari sudut pandang para pejabat Tehran, tidak ada perbedaan antara Partai Republik dan Demokrat dalam hal permusuhan mereka terhadap Iran, dan satu-satunya perbedaan mereka adalah dalam taktik dan metode berurusan dengan Iran. Sanksi sepihak terhadap Iran dengan dalih program nuklir damai Tehran telah diterapkan sejak berdirinya Republik Islam Iran hingga pada masa pemerntahan Presiden Barack Obama dan Trump. (RA)