Ekonomi Muqawama; Urgensi Atau Opsi? (Bagian 1)
(last modified Thu, 05 Jan 2017 06:03:14 GMT )
Jan 05, 2017 13:03 Asia/Jakarta

Ekonomi muqawama (resistensi) ditetapkan untuk tujuan melepas ketergantungan dan mengatasi kerentanan ekonomi, serta diharapkan mampu menjadi sebuah langkah untuk melawan hegemoni kapitalis dan memperkokoh nilai-nilai spiritualitas, keadilan dan kebebasan perspektif di dunia. Bahkan dalam sistem kapitalis, banyak golongan masyarakat di negara-negara yang menganut sistem ekonomi tersebut mengalami dampak diskriminasi berdasarkan warna kulit, etnis, ras dan lain sebagainya.

Kemiskinan dan pengangguran terus meningkat di negara-negara penganut sistem ekonomi kapitalis termasuk di Eropa. Ini memunculkan kecenderungan anarkisme dan penguatan kelompok-kelompok radikal di jantung Eropa. Oleh karena itu, perubahan bukan hanya tuntutan masyarakat negara-negara independen dan bebas, melainkan juga masyarakat negara-negara Barat secara keseluruhan.

 

Perilaku sistem imperialis menunjukkan, sanksi ekonomi telah digunakan sebagai salah satu cara untuk memaksa negara-negara target mematuhi keinginan pihak pelaksana sanksi. Pengalaman pertama Barat soal sanksi anti-Iran kembali pada era pemerintahan Perdana Menteri Dr. Mohammad Mosaddeq menyusul kebijakannya dalam program nasionalisasi minyak Iran pada 1953.

 

Melalui sanksi dan tekanan ekonomi, Barat berusaha mencegah terlaksananya program nasionalisasi minyak Iran, yang kala itu merupakan satu-satunya sumber pendapatan nasionalnya. Setelah kemenangan Revolusi Islam, negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat, memberlakukan sanksi ekonomi yang lebih berat terhadap Republik Islam Iran.

 

Kerentanan ekonomi sebuah engara dapat bermula dari berbagai tekanan ekonomi seperti sanksi yang diberlakukan dengan motif politik. Contoh nyatanya adalah yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap Iran. Sanksi anti-Iran oleh AS bertujuan tidak lain merusak dan mencegah proses kemajuan Iran. Apalagi meski disanksi, Iran tetap mampu membuktikan kemajuannya di berbagai bidang.

 

Pada Maret 1995, presiden Amerika Serikat kala itu, Bill Clinton, dengan mengatasnamakan pertahanan keamanan nasional, melarang bantuan terhadap pengembangan sumber-sumber minyak Iran dan bahwa perusahaan-perusahaan Amerika Serikat dilarang bertransaksi atau berpartisipasi dalam kontrak finansial di sektor industri minyak dan gas Iran. Berdasarkan keputusan tersebut, individu atau entitas Amerika Serikat, bahkan individu atau entitas yang berada di bawah manajemen pihak Amerika, dilarang berpartisipasi atau memberikan jaminan kepada pihak ketiga dalam kontrak  pengembangan sumber-sumber minyak Iran.

 

Kementerian Keuangan Amerika Serikat, bertugas menyampaikan, mengawasi dan melaksanakan instruksi presiden tersebut, dan seluruh lembaga keamanan serta berbagai instansi lainnya diwajibkan bekerjasama. Menyusul keputusan tersebut, perusahaan Conoco AS, terpaksa membatalkan kontrak sebesar 550 juta dolarnya untuk pengembangan zona minyak Siri, Iran, yang kemudian posisinya digantikan oleh perusahaan Total dari Perancis.

 

Dalam tiga dekade terakhir, mencatat pengalaman perang yang dipaksakan, boikot ekonomi, sanksi dan berbagai tekanan ekonomi. Oleh karena itu, seberapa besar potensi pencabutan sanksi atau perubahan kondisi yang mungkin terjadi,  periode tersebut merupakan sebuah peluang dan pengalaman berharga bagi Iran. Dengan demikian, Iran bertekad menggulirkan Ekonomi Muqawama (ekonomi resistensi) untuk mengokohkan posisinya dengan mengambil langkah-langkah baru. 

 

Pada hakikatnya, ekonomi muqawama merupakan sebuah mekanisme dalam kondisi khusus di mana ekonomi negara menghadapi kondisi luar biasa akibat sanksi. Ekonomi muqawama terfokus pada upaya menutupi tuntutan ekonomi berdasarkan mekanisme produksi, distribusi dan pemberian pelayanan dengan mengandalkan sumber-sumber dalam negeri dan pengggalangan investasi asing.

 

Dari sisi lain, ekonomi muqawama adalah sebuah model baru yang tampil dengan mengedepankan independensi ekonomi. Kriteria ini sangat penting, khususnya pada periode sekarang ini di mana banyak negara sedang menghadapi ancaman krisis ekonomi. Ekonomi muqawama dapat menjadi sebuah opsi pencegahan untuk terbuangnya sumber dan investasi.

 

Ekonomi muqawama dari sisi konteksnya, berarti pengokohan ekonomi di hadapan shock dan fluktuasi asing. Sebagai contoh oil shock yang terjadi pada tahun 1973, serta lonjakan harga minyak pada tahun-tahun berikutnya telah menimbulkan inflasi luar biasa tinggi pada perokonomian Amerika Serikat dan negara-negara Barat.

 

Para ekonom mengemukakan banyak pendapat dan perspektif untuk mengantisipasi shock seperti itu dan di antara pandangan yang terpentingnya adalah yang dikenal dengan supply-side economic atau yang disebut dengan Reaganisme pada dekade 80-an. Pada tahun itu, untuk menghadapi inflasiyang berakar pada berbagai shock dari luar negeri,  Arthur Betz Laffer, ekonom terkemuka Amerika Serikat mengimbau para politisi Gedung Putih untuk menurunkan nilai pajak agar demi mendorong para produsen meningkatkan roduk dan jasa mereka serta di sisi lain, dengan pemangkasan pajak, maka pendapatan masyarakat akan meningkat dan meningkatkan daya beli mereka. Melalui politik tersebut, Amerika Serikat dapat dengan cepat keluar dari inflasi seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat.

 

Ekonomi muqawama memiliki catatan historis yang panjang, khususnya dalam beberapa abad terakhir. Di banyak negara terjadi goncangan hebat ekonomi mulai dari Asia Barat hingga Eropa, bahkan Amerika Serikat. Dengan kata lain, ekonomi muqawama merupakan sebuah urgensi. 

 

Ekonomi muqawama dari satu sisi berarti revisi pola konsumsi, kerja keras, pengokohan semangat pengutamaan produk dalam negeri dan dukungan terhadap kerja dan investasi. Akan tetapi poin penting lain di sisi itu semua adalah pemasyarakatan budaya ekonomi muqawama, mekanisme pelaksanaannya di sektor dalam negeri, diplomasi dan juga dalam menghadapi sanksi. 

 

Oleh karena itu, Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Al-Udzma Sayyid Ali Khamenei, sangat menekankan pemanfaatan pengalaman di masa lalu dalam pengambilan keputusan untuk masa depan, dengan menyampaikan poin-poin kunci politik ekonomi muqawama kepada para pejabat tinggi negara. Beliau menilai politik tersebut sebagai infrastruktur perspektif realiasi perjuangan ekonomi dan realisasi tujuan-tujuan ekonomi muqawama yang memerlukan strategi jitu jangka pendek maupun panjang.

 

Dengan kata lain, ekonomi muqawama merupakan lawan ketergantungan ekonomi. Oleh karena itu, ekonomi muqawama bukan saja tidak reaktitf melainkan merupakan bentuk perlawanan di hadapan tujuan ekonomi imperialis. Ekonomi muqawama merupakan opsi perubahan struktur ekonomi yang sedang berlaku di dunia.

 

Ekonomi muqawama sebagai sebuah strategi dan program, harus menjadi perhatian dan fokus utama pemerintah dengan terlebih dahulu pemasyarakatannya. Fokus kedua adalah langkah-langkah strategis dan teranalisa dibarengi dengan upaya diplomatik yang proporsional untuk mewujudkan kemajuan dan kekokohan ekonomi. Ini sekaligus membuktikan betapa pentingnya berbagai faktor non-militer termasuk masalah ekonomi, sosial dan budaya, dalam menciptakan keamanan komprehensif. 

 

Menurut para ekonom, ekonomi muqawama merupakan sebuah tuntutan urgen untuk mencapai kemajuan di berbagai bidang ekonomi, penghapusan ketergantungan dengan mengerahkan seluruh peluang dan kapasitas di dalam negeri, serta peningkatan posisi sebuah negara dalam interaksi ekonomi baik di tingkat regional maupun internasionl.