Ekonomi Muqawama; Urgensi Atau Opsi? (Bagian 2)
(last modified Thu, 05 Jan 2017 06:16:09 GMT )
Jan 05, 2017 13:16 Asia/Jakarta

Hasil analisa strategi pengembangan ekonomi negara-negara mengindikasikan bahwa pengokohan ekonomi dan peningkatan produksi nasional merupakan salah satu urgensi yang diperhatikan oleh negara-negara berkembang dan terbukti memberikan hasil yang positif. Sebagai contoh, Brazil dan India, menjadi dua kekuatan baru ekonomi dunia yang sejak dekade 70, berpaling dari strategi impor ke produksi dalam negeri untuk mengurangi resiko akibat shock dari luar negeri.

Strategi tersebut memfokuskan pada peningkatan produksi dalam negeri untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dari luar negeri. Langah ini akan mengokohkan produksi nasional dan menambah lapangan kerja, serta memperkuat ketahanan ekonomi nasional di hadapan shock dari luar negeri. 

 

Meski politik tersebut berdampak pada peningkatan utang Brazil hingga melebihi 100 miliar dolar, akan tetapi pada saat yang sama mampu mendongkrak indeks ekonomi makro dan memperkokoh produksi dalam negerinya. Dan kini, Brazil menjadi sebuah kekuatan ekonomi baru di dunia. India juga memberlakukan kebijakan yang sama dengan memperkokoh produksi dalam negeri dan kini tampil sebagai salah satu kekuatan ekonomi baru dunia.

 

Pasca revolusi Mao pada 1949, Cina memfokuskan perhatiannya pada strategi pengembangan pertanian dan selain itu mengokohkan sektor industri kecil di dalam negeri. Menyusul peningkatan kemampuan produksi Cina dan juga dalam rangka mendongkrak kekuatan politiknya, Beijing memulai program revolusi budaya yang pada 1966 yang pada tahun 1977 berujung pada naiknya Deng Xiaoping, yang membawa perubahan baru di Cina.  Perekonomian Cina melejit pada tahun 2002 dan bergabung dengan Organisasi Perdangan Dunia (WTO).

 

Jepang dan Perancis pasca Perang Dunia II, sangat membatasi produk impor asing. Politik ini juga dibarengi dengan dukungan penuh terhadap program produksi dalam negeri. Hanya dalam beberapa tahun, kedua negara mampu tampil sebagai pemain utama di panggung perekonomian global.

 

Namun setelah itu, kedua negara menurunkan pajak dan membuka pintu perdagangan bebas serta mencabut batasan impor. Oleh karena itu, meski negara-negara lain tidak menggunakan istilah ekonomi muqawama (resistensi), akan tetapi pada praktiknya politik tersebut sama, mengingat menciptakan kekebalan dan resistensi di hadapan shock dari luar negeri serta meningkatkan produksi dalam negeri.

 

Langkah-langkah tersebut akan memiliki pengaruh positif jangka panjang yang secara keseluruhan meningkatkan daya tahan perekonomian mereka di hadapan sanksi atau shock ekonomi dan finansial luar negeri. Dari analisa secara keseluruh sejarah sanksi ekonomi di tingkat global, sejak Perang Dunia I hingga 1990, 115 kasus sanksi ekonomi diberlakukan terhadap banyak negara.

 

Di antara jumlah sanksi tersebut, Amerika Serikat bertanggung jawab atas 77 sanksi ekonomi di dunia. Berarti Amerika Serikat telah menetapkan 60 persen sanksi terhadap banyak negara antara 1918 hingga 1990. Pasca runtuhnya Uni Soviet pada 1990 dan berakhirnya Perang Dingin, peran Amerika Serikat dalam memberlakukan sanksi di dunia meningkat tajam.

 

Antara tahun 1990-1999, AS telah telah memberlakukan 90 persen sanksi di dunia. Pada masa jabatan pertama mantan presiden AS, Bill Clinton, pemerintah Amerika Serikat telah memberlakukan 61 sanksi terhadap 35 negara dunia yang mencakup dua pertiga populasi bumi atau sekitar 42 persen dari total populasi di dunia. Dalam kondisi tersebut, tentu keamanan ekonomi atau lebih tepatnya ekonomi muqawama menjadi urgensi dan prioritas.

 

Keamanan ekonomi dengan arti ekonomi yang resisten di hadapan berbagai tekanan, bergantung pada berbagai faktor. Di antara indeks dan faktor yang terpenting adalah penggunaan produk dalam negeri dan dukungan maksimum terhadap investasi nasional. Pada hakikatnya tujuan utama ekonomi muqawama adalah sebuah sistem ekonomi yang aktif dan dinamis menghadapi berbagai tantangan ekonomi, khususnya dari pihak-pihak musuh.

 

Oleh karena itu, arah dan haluan ekonomi muqawama didefinisikan dalam penghapusan seluruh hambatan bagi kemajuan dan upaya menggapai kemajuan. Perspektif ini tidak sama dengan apa yang dinamakan dengan politik pengetatan ekonomi. Karena dalam ekonomi muqawama tidak ada keterbatasan sumber, akan tetapi yang berlaku adalah efesiensi pemanfaatannya sesuai program pembangunan negara. Adapun pengetatan ekonomi adalah keterbatasan sumber dan investasi sehingga terpaksa menetapkan kuota dan membatasi berbagai pembatasan.

 

Pada era globalisasi, secara keseluruhan banyak negara yang tidak memiliki kondisi perekonomian prima untuk berhadap-hadapan dengan raksasa ekonomi transregional. Mereka akan tampil sangat rentan di kancah globalisasi. Kondisi ini menciptakan ketidakpuasan publik, inflasi, pengangguran dan resesi. Dengan demikian, globalisasi akan menjadi momok bagi negara-negara tersebut. Padahal menurut pandangan para ekonom, mekanisme untuk meningkatkan keamanan ekonomi adalah "pemerataan ekonomi."

 

Kerjasama regional dan transregional di dunia memiliki catatan sejarah panjang, akan tetapi berbagai transformasi global khususnya pasca Perang Dunia II, kecenderungan kerjasama tersebut semakin meningkat. Kerjasama tersebut dijalin dalam berbagai bentuk dan di berbagai tingkatan meliputi sektor politik, ekonomi, keamanan, sosial atau bahkan akumulatif.

 

Meski pengalaman pada tahun-tahun pasca Perang Dunia II menunjukkan infiltrasi Timur dan Barat dalam pembentukan berbagai traktat dan kerjasama besar regional seperti NATO, akan tetapi seiring dengan berlalunya waktu dan berbagai transformasi seperti runtuhnya Uni Soviet, maka kepentingan-kepentingan politik secara gradual semakin terkikis dan fokus pada sektor ekonomi semakin meningkat.

 

Para ekonom berpendapat bahwa langkah-langkah seperti penyelerasan ekonomi regional, akan mampu mereduksi dampak destruktif dari berbagai krisis finansial dan resisi seperti yang terjadi pada 1997 di negara-negara Asia Tenggara. Oleh karena itu di banyak wilayah ekonomi seperti Amerika Selatan, muncul kecenderungan ekonomi untuk membentuk traktat seperti Mercosur dan Alba.

 

Kerjasama ekonomi merupakan kerjasama regional terpenting yang akan mengokohkan struktur ekonomi negara-negara. Karena banyak negara di dunia yang tidak memiliki semua faktor produksi dan mereka pasti menghadapi berbagai tantangan dan keterbatasan. Di sisi lain, kerjasama ekonomi akan mendatangkan kesejahteraan, kekayaan dan kekuatan. Kerjasama ekonomi tersebut juga membantu pemerintah mencapai tujuan politik dan keaamanan. Penyelarasan ekonomi memiliki pengaruh besar yang tidak terpungkiri bagi tujuan dan kepentingan negara-negara. Sekaligus mengakhiri ketergantungan mereka pada kekuatan transregional.

 

Poin penting lain dalam ekonomi muqawama, harus ditelusuri dari akar kata kerentanan, stabilitas dan ketahanan, di mana semuanya sangat berhubungan erat dengan ekonomi muqawama. Ketahanan yang dimaksud adalah bagaimana negara-negara mampu memanfaatkan peluang yang ada ketika berhadapan dengan shock dari luar negeri. Fleksibilitas setiap negara akan meningkat melalui politik ekonomi muqawama  dengan tujuan mereduksi dampak dan kerugian yang ditimbulkan.

 

Ketahanan ekonomi memainkan peran sangat urgen mengingat poin ini dijadikan sebagai asas dalam laporan tahunan banyak lembaga dunia termasuk Bank Dunia. Penggunaan kata ini untuk sektor ekonomi khususnya pasca krisis finansial tahun 2008, meningkat tajam sehingga dalam banyak dokumen dan laporan pada tahun 2013,  ketahanan ekonomi nasional di hadapan berbagai tantangan global menjadi landasan analisa.