PON XX Papua, Torang Bisa!
(last modified Wed, 01 Sep 2021 06:25:48 GMT )
Sep 01, 2021 13:25 Asia/Jakarta
  • PON XX Papua
    PON XX Papua

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan izin pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XX yang digelar pada 2-15 Oktober 2021 digelar dengan kehadiran penonton.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno dalam Weekly Briefing virtual, sebagaimana dikutip Parstodayid dari Media Indonesia hari Rabu, (01/09/2021).

Vaksinasi pun menjadi syarat utama yang harus dipatuhi masyarakat atau pendukung cabang olahraga agar bisa melihat langsung atlet saat bertanding nanti.

"Tadi sudah diputuskan oleh bapak presiden (dalam ratas) bahwa penonton yang diperkenankan nonton PON adalah yang sudah tervaksinasi dan PON ini akan dilakukan dengan penonton terbatas," jelas Menparekraf.

Mengapa Papua Tuan Rumah?

Untuk pertama kalinya sejak PON pertama kali diselenggarakan pada tahun 1948 di Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah multi event olahraga tingkat nasional ini belum pernah diselenggarakan di wilayah Timur Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penunjukan Provinsi Papua sebagai penyelenggara Pekan Olahraga Nasional XX (PON) yang akan berlangsung 2-15 Oktober 2021 merupakan sebuah catatan baru dalam sejarah penyelenggaraan multi event olahraga di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pemerintah Pusat mendukung dan memberikan perhatian khusus pada penyelenggaraan PON di Provinsi Papua dengan menerbitkan Instruksi Presiden No.10 Tahun 2017 serta Instruksi Presiden No.1 Tahun 2020 untuk mendorong percepatan pembangunan sarana dan prasarana olahraga di Provinsi Papua, dan juga membuktikan bahwa Pemerintah Pusat memberi perhatian bagi pembangunan di Indonesia Timur.

Dan yang terbaru Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 2021 tentang Dukungan Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional XX dan Pekan Paralimpik Nasional XVI Tahun 2021 di Provinsi Papua.

PON XX Papua di Tengah Pandemi

Penyelenggaraan PON XX Papua merupakan event spesial karena diselengggarakan di tengah-tengah pandemi COVID-19 yang melanda kurang lebih 210 negara di dunia.

Keadaan ini mengakibatkan PON XX yang semestinya diselenggarakan tahun 2020, mengalami penundaan penyelenggaraannya ke tahun 2021.

Kesiapan Papua menjadi tuan rumah PON XX telah terbukti dengan dirampungkan berbagai sarana prasarana arena cabang olahraga maupun stadion megah Lukas Enembe berkualifikasi Internasional berlokasi di Kampung Harapan Sentani Kabupaten Jayapura berdiri megah dan menjadi icon kebanggaan masyarakat asli orang Papua.

Bahkan, Panitia Besar PON Papua, KONI Papua maupun Pemprov Papua telah membuat slogan tulisan untuk PON XX Papua Torang Bisa!.

Makna Logo PON XX Papua

Makna kalimat Torang Bisa! merupakan sebuah kata penyemangat khas Papua untuk mengobarkan semangat juang para atlet.

Maskot PON XX Papua

Sedangkan warna merah pada kata "bisa" melambangkan kesan energi, kekuatan, hasrat, keberanian, simbol dari api, dan pencapaian tujuan. Sementara warna hitam melambangkan harga diri dan untuk mempertegas tulisan "Torang".

Sebagai tuan rumah, Papua telah menyiapkan maskot berupa boneka yang nantinya akan diberikan kepada atlet yang mendapatkan medali. Maskot PON XX Papua ini berupa hewan endemik yang diberi nama “Kangpho” dan “Drawa”.

Kangpho adalah akronim dari kanguru pohon mantel emas (Dendrolagus pulcherrimus), satwa endemik dimiliki alam Papua.

Selama ini, menyebut kanguru akan diidentikkan hewan dari Australia. Namun kangguru pohon adalah hewan khas Papua dan hampir pasti akan ditemui di wilayah hutannya.

Kanguru pohon mantel emas termasuk satwa marsupial atau mamalia yang memiliki kantung di perutnya. Makannya buah dan biji-bijian ini.

Tubuhnya berwarna cokelat muda yang khas serta rambut halus di seluruh tubuhnya. Ia juga memiliki ekor yang panjang dengan motif lingkaran seperti cincin dengan warna lebih cerah. Bagian leher, pipi dan kakinya dihiasi warna kuning keemasan. Inilah sebab, julukannya mantel emas.

Jenis ini ditemukan pada 1990 oleh Pavel German di Gunung Sapapu, Pegunungan Torricelli, Papua Nugini, pada ketinggian 680–1.700 meter di atas permukaan laut. Populasi lainnya ditemukan di wilayah terpencil di Pegunungan Foja, Papua, Indonesia.

Panjang tubuhnya berkisar 41–77 cm, dengan panjang ekor 40-80 cm, dan berat 7 – 15 kilogram. Ia lebih banyak melakukan aktivitas di atas pepohonan, sesekali turun ke tanah mencari sumber air untuk minum.

Makna Obor dibalik maskot PON XX Papua. Pada kepala dan pinggang Rumbai-rumbai merupakan busana yang sangat akrab dengan topi adat atau ikat kepala sebagai lambang kebesaran untuk kaum laki-laki.

Sedangkan rumbai-rumbai di pinggang biasa dikenakan kaum perempuan yang melambangkan sambutan hangat dan penuh keakraban di tanah Papua.

Sementara Rumbai-rumbai dan Ukiran pada ikat pinggang menunjukkan bahwa corak ukiran tersebut merupakan khas Papua yang terkenal di seluruh dunia.

Ukiran ini merupakan bentuk tradisi kehidupan dan ritual yang terkait dengan spiritualitas hidup dan penghormatan kepada nenek moyang yang selalu hidup dalam pikiran dan juga hati masyarakat Papua.

Ketika mengukirnya, mereka tidak sekedar membuat pola tetapi juga mengalirkan spiritualitas hidup.

Maskot Puncak salju adalah lambang ciri khas pegunungan Papua. Di daerah tropis seperti Indonesia ini tidak akan mudah menemukan pegunungan yang diselimuti salju.

Namun, anggapan tersebut harus diralat setelah berkunjung ke Papua, tepatnya di Puncak Jayawijaya, puncak tertinggi di pegunungan Sudirman (Sudirman Range).

Puncak Jayawijaya atau yang lebih singkat disebut Puncak Jaya memiliki ketinggian mencapai 4.884 meter di atas permukaan laut sehingga memungkinkan daerah ini diselimuti oleh salju abadi. Gunung Jayawijaya juga dikenal sebagai salah satu dari tujuh puncak tertinggi di dunia.

Dengan adanya puncak tersebut mengukuhkan bahwa provinsi paling timur di Indonesia ini sangat istimewa di mata dunia.

Untuk motif ukiran ikat lengan di maskot PON Papua menunjukkan bahwa corak ukiran tersebut merupakan khas Papua yang terkenal di seluruh dunia.

Ukiran ini merupakan bentuk tradisi kehidupan dan ritual yang terkait dengan spiritualitas hidup dan penghormatan kepada nenek moyang yang selalu hidup dalam pikiran dan juga hati masyarakat Papua.

Ketika mengukirnya, mereka tidak sekedar membuat pola tetapi juga mengalirkan spiritualitas hidup.

Untuk maskot Drawa di PON XX Papua terdiri Burung Cendrawasih atau nama latinnya Paradisaea raggiana adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang dengan panjang sekitar 34 cm (genus Paradisaea).

Burung jantan dewasa memiliki bulu-bulu hiasan beraneka warna, seperti merah, jingga, dan warna campuran antara merah-jingga pada bagian sisi perutnya. Sementara bulu bagian dada berwarna coklat tua. Yang paling unik, pada bagian ekornya terdapat dua buah tali panjang berwarna hitam.

Sedangkan Obor menunjukkan semangat yang kuat dan menyala-nyala bagai api untuk bertanding merebut prestasi dengan menjunjung tinggi sportivitas.

Sedangkan makna dan filosofi adalah warna yang sebenarnya melambangkan kehangatan, persahabatan, dan cinta kasih.

Warna Orange pada tubuh Tali medali warna merah putih Melambangkan kebersamaan memperebutkan medali dalam bingkai NKRI.

Tali Medali Merah Melambangkan medali yang akan diperebutkan dalam PON XX. Sedangkan tiga lingkaran di dalamnya menunjukkan klasifikasi medali emas, medali perak, dan medali perunggu.

Sedangkan total jumlah kepala, ekor, dan pada kedua jari kaki melambangkan penyelenggaraan PON XX yang rencananya dibuka dan berlangsung pada pukul 20.00, tanggal 20, dan tahun 2021 di Papua.

Warna kuning di kepala dan ekor adalah warna Cendrawasih sebenarnya yang melambangkan semangat kehangatan dan kegembiraan.

Warna ini juga menunjukkan Papua tanah yang kaya raya dengan tambang emasnya.

Untuk rumbai-rumbai pada kepala dan pinggang merupakan busana yang sangat akrab dengan topi adat atau ikat kepala sebagai lambang kebesaran untuk kaum laki-laki.

Sedangkan rumbai-rumbai di pinggang biasa dikenakan kaum perempuan yang melambangkan sambutan hangat dan penuh keakraban di tanah Papua. (Media Indonesia/Antaranews)