KPK Fokus Asset Recovery sebagai Hukuman Koruptor
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan fokus pada perampasan aset alias asset recovery sebagai hukuman para koruptor. Lembaga antirasuah itu berpendapat bahwa hukuman tersebut akan memberikan efek jera bagi para koruptor.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, KPK saat ini memiliki kebijakan dalam pemberantasan korupsi melalui strategi penindakan tidak hanya menghukum pelaku korupsi dengan pidana penjara. Namun, sambung dia, KPK juga mengoptimalkan asset recovery melalui perampasan aset.
"Sehingga penegakkan hukum tindak pidana korupsi memberikan efek jera bagi pelaku sekaligus sumbangsih bagi penerimaan kas negara," kata Ali Fikri di Jakarta, Rabu (16/2) seperti dikutip dari Republika.
Dia melanjutkan, upaya perampasan aset hasil korupsi itu dilakukan di antaranya melalui tuntutan uang pengganti, denda, perampasan aset melalui penerapan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Teranyar, KPK merampas aset korupsi bernilai ekonomis sekitar Rp 57 miliar milik tersangka TPPU Angin Prayitno Aji.
Mantan direktur pemeriksaan dan penagihan Ditjen Pajak Kemenkeu itu diduga menyembunyikan uang hasil suap yang dia terima ke dalam aset tertentu. Ali mengatakan, tim penyidik telah melakukan penyitaan berbagai aset yang diduga terkait dengan perkara, di antaranya berupa bidang tanah dan bangunan.
Kejagung Dinilai Lebih Komplet dari KPK dalam Penanganan Korupsi
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho menilai, Kejaksaan Agung mengambil langkah maju dengan memeriksa mantan menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, dan sejumlah eks jenderal sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan.
"Ya, ini saya kira sebagai langkah maju di mana Kejaksaan Agung sudah punya Jaksa Agung Muda Militer yang sebelumnya tidak bisa. KPK pun tidak bisa," kata Hibnu saat dihubungi wartawan, Selasa (15/2/2022).
Oleh karena itu, lanjut dia, Kejaksaan Agung harus bisa membuktikan wadah Jaksa Agung Bidang Militer itu untuk memeriksa pejabat-pejabat di bidang militer.
"Karena namanya militer yang memeriksa harus militer menurut UU Militer. Saya kira ini suatu langkah maju," tegas dia.
Hibnu pun melihat Kejaksaan Agung tidak tebang pilih dalam menangani kasus tersebut. Justru sekarang, lanjutnya, institusi yang saat ini dipimpin oleh ST Burhanuddin itu merupakan suatu lembaga penegak hukum yang punya komplet penyidiknya.
"Ada penyidik umum, ada penyelidik militer sehingga saya kira ini suatu langkah maju, harus kita berikan apresiasi, dukungan. Apalagi terkait dengan pengadaan satelit. Itu bukan hal yang murah," ujarnya.
"Ini betul harus ekstra hati-hati, karena namanya militer, semua lini tidak ada yang kebal hukum," tambahnya.
Hibnu menambahkan masyarakat harus mendukung upaya Kejaksaan Agung dalam menuntaskan kasus di Kemenhan itu. "Harus didukung, kita semua."
Seperti diketahui, Kejagung tengah mengusut kasus korupai satelit di akemenhan. Dalam kasus Satelit Kemenhan tersebut, Kejagung memeriksa tiga purnawirawan TNI.
Di antaranya, Laksamana Madya TNI (Purn) AP selaku Mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemhan, Laksamana Muda TNI (Purn) L selaku Mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan, dan Laksamana Pertama TNI (Purn) L selaku Mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Sarana Pertahanan Kemhan.
Pada Jumat 12 Februari lalu, Kejagung juga telah memeriksa mantan Menkominfo Rudiantara. Rudiantara diperiksa karena sebagai pemegang hak pengelolaan filling (HPF) slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT). (RM)