Bukan Negara Industri Maju, Mengapa Indonesia Diundang Hadiri KTT G7 ?
Jun 27, 2022 15:10 Asia/Jakarta
Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta rombongan tiba di kota Munich, Jerman, pada Minggu (26/6/2022) guna menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7.
Pada tahun ini, kegiatan itu digelar di Kastil Elmau di wilayah Garmisch-Partenkierchen, Jerman. Forum yang digelar rutin setiap tahun itu beranggotakan 7 negara industri maju. Anggota forum itu adalah Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, Jepang, Kanada, dan Perancis.
Tempat pelaksanaan KTT G7 selalu berpindah-pindah setiap tahun. Forum ini membahas situasi dunia yang bertujuan untuk mencapai keputusan dan kesepakatan untuk bekerja sama di bidang-bidang tertentu. Namun, keputusan dan kesepakatan itu hanya bersifat usulan dan rekomendasi, sehingga tidak bersifat mengikat.
Hasil pertemuan puncak biasanya diumumkan dalam sebuah komunike atau pernyataan bersama. Menjadi pertanyaan adalah mengapa Indonesia yang bukan negara industri maju tetapi diundang sebagai peserta dalam forum itu? Merunut dari sejarah, forum itu didirikan oleh 6 negara industri kaya pada 1975 di Rambouillet, Perancis, sehingga mulanya dinamakan sebagai kelompok G6.
Konferensi itu diawali dari pertemuan para menteri keuangan 6 negara yang membahas isu-isu seputar perekonomian dunia. Kanada baru menyusul masuk menjadi anggota pada 1976, sehingga nama forum itu diubah menjadi G7.
Sepanjang 1980-an, pertemuan kelompok G7 menjadi simbol politis kekuatan ekonomi negara-negara blok Barat dan sekutunya terhadap Uni Soviet. Setelah Uni Soviet runtuh dan pecah pada 1991, Rusia kemudian berupaya menjadi peserta G7.
Perwakilan Rusia pertama kali hadir sebagai tamu pada KTT G7 pada 1992. Enam tahun kemudian Rusia bergabung sebagai anggota untuk mengikuti seluruh agenda pertemuan G7. Selepas Rusia menjadi anggota, nama kelompok itu diubah menjadi G8. Keanggotaan Rusia ditangguhkan pada 2014 setelah mencaplok Semenanjung Krimea dari Ukraina.
Rencana KTT G8 yang pada saat itu akan digelar di Rusia juga dibatalkan. Selain itu, nama kelompok itu kembali diubah menjadi G7. Simbol kesenjangan Pertemuan kelompok G7 kerap diwarnai dengan aksi unjuk rasa. Maka dari itu, negara-negara yang menjadi tuan rumah KTT G7 bakal meningkatkan pengamanan mereka, terutama di wilayah ibu kota negara dan lokasi kegiatan berlangsung.
Alasan mengapa pertemuan G7 kerap menjadi sasaran aksi demo kalangan masyarakat sipil karena kelompok itu dinilai simbol kesenjangan antara negara-negara kaya dan berkembang di dunia. Sebab, meskipun negara G7 hanya mewakili sepuluh persen populasi dunia, kelompok ini menguasai 45 persen perekonomian global.
Kalangan masyarakat sipil kerap mendesak supaya negara-negara kaya yang tergabung dalam G7 tidak cuma memberi bantuan bagi negara-negara miskin. Mereka berharap anggota G7 turut mengatasi kesenjangan dan memerangi penyebab ketimpangan itu supaya tatanan lebih adil. Karena kerap dikritik, dalam beberapa tahun terakhir G7 turut mengundang sejumlah negara berkembang untuk hadir dan memberikan pandangan.
Contohnya pada tahun ini. Jerman selaku negara Presiden G7 mengundang empat negara untuk hadir, yaitu Indonesia sebagai Presiden G20, Afrika Selatan, Argentina, India dan Senegal buat mewakili suara negara-negara berkembang. Selain itu, Uni Eropa juga selalu diundang sebagai pengamat.
Selain membahas persoalan perekonomian dunia, dalam beberapa tahun terakhir G7 turut membahas beberapa persoalan lain. Yaitu keamanan, migrasi, perubahan iklim. Khusus pada KTT G7 tahun ini di Jerman, persoalan perang di Ukraina dan ancaman krisis pangan dunia juga masuk dalam agenda pembahasan. (kompas.com)