Korupsi Berjamaah Jadi Budaya Permisif, Parpol Berbenah
(last modified Wed, 05 Sep 2018 03:12:28 GMT )
Sep 05, 2018 10:12 Asia/Jakarta
  • korupsi berjamaah anggota DPRD Kota Malang
    korupsi berjamaah anggota DPRD Kota Malang

Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang pentingnya pembenahan yang serius dari partai politik untuk membersihkan kadernya dari kasus korupsi.

Agar kasus korupsi tidak terulang kembali, ICW mendorong Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) agar menjadi pembatas untuk para koruptor yang akan maju sebagai calon anggota legislatif.

“Maka dari itu kami tetap mendorong PKPU ini untuk melarang mantan narapidana kasus korupsi kalau tidak kejadian seperti ini akan terjadi terus kalau tidak ada pembatasan,” ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz di kantor PP Muhammidiyah, Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Donal mengatakan bahwa kasus korupsi berjemaah Anggota DPRD Kota Malang bukanlah yang pertama, ia menyebut sebanyak 205 orang anggota DPR, DPRD,kabupaten, kota, dan provinsi yang terkena kasus korupsi.

“Katakan Jambi, DPRD Jambi juga terima uang ketok, kemudian di Sumatra Utara 38 anggota DPRD terkena kasus korupsi penyalahgunaan anggaran,” ungkapnya.

Berdasarkan kasus korupsi berjemaah yang baru saja terjadi beberapa waktu yang lalu, Donal menilai praktik tersebut terjadi dikarenakan adanya sikap pembiaran di dalam lembaga.

“Di sisi yang lain juga ini menunjukan sikap permisif karena kalau kasusnya jemaah, ramai itu berartikan tidak ada saling control diantara, mereka bisa saling menjaga dan mengingatkan. Ini menegaskan adanya budaya permisif yang membiarkan praktik-praktik korupsi. Justru yang ga menerima uang yang keluar dari pakemnya,” pungkasnya.

Untuk itu, menurutnya, PKPU untuk melarang mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai calon anggota legislatif harus tegas diterapkan agar menjadi pembatas bagi para koruptor.

Kasus korupsi massal yang melibatkan 41 anggota DPRD Kota Malang dinilai sebagai bukti tumbuhnya budaya permisif dalam korupsi di lembaga negara. Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch ( ICW) Donal Fariz menjelaskan anggota lembaga pemerintahan secara terbuka melakukan korupsi bersama-sama.

parpol peserta pemilu

"Ini membuktikan budaya permisif korupsi itu tumbuh karena tidak ada mekanisme kontrol di internal," terang Donal di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (4/9/2018). "Justru yang enggak menerima uang, yang keluar dari pakemnya," tambah dia.

Menurut Donal, para anggota legislatif seharusnya saling mengingatkan agar tidak melakukan korupsi.  Ia mengatakan kasus ini seharusnya menjadi "tamparan" bagi pemerintah. Kasus korupsi berjamaah sudah pernah terjadi di beberapa kota.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 22 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka suap dan gratifikasi pengesahan RAPBD Perubahan Kota Malang tahun 2015. Total, ada 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka kasus tersebut.

"Penetapan 22 anggota DPRD Kota Malang tersebut merupakan tahap ketiga. Hingga saat ini, dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, ada 41 anggota yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (3/9/2018).

Subur Triono, salah satu anggota DPRD kota Malang yang tidak ikut ditahan oleh KPK akibat kasus suap terlihat bersantai di ruang kerjanya, Selasa (4/9). Dengan kemeja batik, ia bercengkrama dengan staff dan awak media sembari menikmati hidangan kopi. Ia mengatakan tugasnya hari itu telah selesai. "Saya hari ini cuma tanda tangan berkas-berkas saja," ujarnya.

Para anggota DPRD memang tengah bersantai akibat seluruh aktivitas yang mandek. 5 orang tersisa dari 46 anggota dewan tidak dapat memenuhi persyaratan forum yaitu sebanyak 23 orang. Oleh karenanya, pekerjaan rumah DPRD pun mangkrak.

Subur mengatakan bahwa sebenarnya saat ini DPRD kota Malang sedang sibuk-sibuknya. Pada hari ini seharusnya sedang berlangsung rapat paripurna sambutan Wali kota dan menghantar LKPJ. Sementara untuk agenda krusial yaitu pembahasan perubahan APBD 2018 dan rancangan APBD 2019.

"Kemarin sudah ada pembahasan kua PPAS perubahan APBD 2018, agenda kua PPAS APBD 2019. Minggu ini sebenarnya harus selesai," ujarnya. Selain itu, ketiadaan anggota DPRD juga mengancam pelantikan Wali Kota Malang terpilih yang rencananya akan dilakukan pada akhir September mendatang.

Subur melanjutkan, pembahasan-pembahasan yang seharusnya dapat dirampungkan dalam waktu dekat tersebut amat krusial. Apabila keadaan DPRD kota Malang masih kosong seperti ini, maka keterlambatan pengesahan PAPBD 2018 dan APBD 2019 tak lagi terelakkan. Konsekuensinya, DPRD kota Malang terancam terkena sanksi.

"Ketika kita terlambat mengesahkan P APBD ada sanksi. Juga dalam pembahasan APBD kalau sampai molor juga ada sanksi. Bisa pengurangan DAK, alokasi khusus," jelasnya. (Sindonews, Tribunnews dan IDN Times)