Mencermati Pertemuan Strategis Komprehensif Iran dan Cina di Tehran
(last modified Tue, 13 Dec 2022 13:44:52 GMT )
Des 13, 2022 20:44 Asia/Jakarta
  • Pertemuan \
    Pertemuan \"Kerja sama Strategis Komprehensif Iran-Cina\"

Pertemuan "Kerja sama Strategis Komprehensif Iran-Cina" mulai digelar Selasa (13/12/2022) dengan dihadiri wakil pertama presiden Iran dan deputi perdana menteri Cina di Tehran.

Agenda utama pertemuan kerja sama strategis komprehensif Iran-Cina adalah mencari mekanisme untuk meningkatkan protes implementasi program kerja sama komprehensif 25 tahun Iran dan Cina. Mohammad Mokhber, wakil pertama presiden Iran dan Hu Chunhua, deputi perdana menteri Cina, memimpin dua delegasi Iran dan Cina di pertemuan ini.

Iran dan Cina dalam beberapa tahun terakhir memperluas huubngannya di tiga bidang, politik-ekonomi, keamanan-pertahanan dan geopolitik-strategi, serta penandatanganan dokumen strategis 25 tahun adalah langkah penting untuk menyempurnakan berkas ini. Iran dan Cina pada Maret 2021 menandatangani program komprehensif kerja sama 25 tahun, dan ini harus dinilai sebagai puncak pergerakan di hubungan kedua negara.

Image Caption

Dokumen ini menentukan alur kerja sama jangka panjang kedua negara di bidang politik, ekonomi dan budaya. Republik Islam Iran dan Cina juga memiliki kepentingan strategis dan jangka panjang bersama dalam melawan dan mengendalikan unilateralisme Amerika Serikat yang tercatat sebagai faktor penting di transformasi regional.

Keberadaan sebuah delegasi perdagangan dan ekonomi yang terdiri dari puluhan bisnismen dan pedagang Cina di kunjungan hari ini Hu Chunhua ke Tehran mengindikasikan bahwa pihak Beijing dengan pengetahuannya atas posisi dan kapasitas besar Iran termasuk di sektor energi, berminat utuk melaksanakan dan memajukan dokumen kerja sama komprehensif 25 tahun dengan Iran.

Meski demikian, yang terpenting dari kunjungan delegasi Cina ke Iran adalah kunjungan ini dilakukan setelah Cina dan Dewan Kerja Sama Teluk Persia pada hari Sabtu (10/12/2022) di akhir sidang bersamanya merilis statemen bersama yang dipenggalannya menyebutkan,"Kami mendukung upaya damai termasuk inisiatif dan upaya Uni Emirat Arab (UEA) untuk meraih solusi damai di isu tiga pulau melalui perundingan bilateral dan dengan mematuhi ketentuan internasional serta penyelesaian masalah ini dengan menjaga hukum internasional".

Merespon masalah ini, Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian di akun Twitternya dengan bahasa Cina menulis, "Tiga pulau; Bomuosa, Tunb Kecil dan Tunb Besar yang berada di Teluk Persia adalah bagian tak terpisahkan dari teritorial Iran dan, selamanya akan menjadi milik negara ini. Iran tidak akan berdamai dengan negara mana pun terkait urgensi menghormati integritas wilayah Repubilk Islam Iran."

Sikap Cina yang mengiringi anggota Dewan Kerja Sama Teluk Persia (PGCC), termasuk Arab Saudi mendorong sejumlah pengamat berbicara mengenai perubahan Cina di kawasan, tapi Beijing menolaknya dan Juru bicara Kemenlu Cina, Wang Wenbin menyatakan, negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk Persia dan Iran semuanya sahabat Cina; Baik hubungan Cina-GCC maupun hubungan Cina-Iran tidak bertentangan dengan pihak ketiga mana pun.

Ia juga menyebut Iran dan Cina sahabat lama dan mengatakan, kedua negara juga sepakat untuk memutuskan memperkuat dan meningkatkan kemitraan strategis komprehensif mereka. Cina siap meningkatkan hubungan dan koordinasinya dengan Iran untuk menciptakan kemajuan lebih di hubungan bilateral. Jelas bahwa motif ekonomi dan perdagangan menunjukkan pentingnya perhatian Cina terhadap negara-negara kawasan selatan Teluk Persia.

Cina tengah menanam investasi di kawasan, di mana sampai kawasan tersebut saat ini masih menjadi zona pengaruh tradisional Amerika. Cina dalam hal ini terlibat kerja sama ekonomi dengan negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk Persia, di mana 40 kontrak perdagangan dengan Arab Saudi serta kontrak gas dengan Qatar adalah contoh di bidang ini.

Image Caption

Di sisi lain, Arab Saudi di hubungan dengan Cina dan dalam koridor hubungan Dewan Kerja Sama Teluk Persia dengan negara ini, berencana memperkuat posisinya di kawasan. Padahal selama beberapa tahun terakhir, strategi baru Amerika di kawasan telah memicu ketidakpuasan sekutu lamanya termasuk Arab Saudi, dan kini Riyadh dengan mengembangkan hubungan dengan Cina sebagai kekuatan ekonomi kedua dunia, berniat menciptakan keseimbangan di hubungan dan memenuhi kekosongan Amerika, dan juga karena kebutuhan Cina akan impor energi, negara ini dianggap sebagai mitra besar di kerja sama ekonomi oleh Riyadh. (MF)