Araqchi: Memberi Konsesi kepada AS sebuah Kesalahan
https://parstoday.ir/id/news/iran-i50299-araqchi_memberi_konsesi_kepada_as_sebuah_kesalahan
Sayid Abbas Araqchi, deputi menlu Iran bidang politik hari Senin (22/1) menjelaskan, ide sejumlah negara Eropa memberi konsesi kepada Presiden AS Donald Trump untuk tetap berada di kesepakatan nuklir sepenuhnya keliru.
(last modified 2025-10-23T09:37:35+00:00 )
Jan 23, 2018 05:59 Asia/Jakarta
  • Abbas Araqchi
    Abbas Araqchi

Sayid Abbas Araqchi, deputi menlu Iran bidang politik hari Senin (22/1) menjelaskan, ide sejumlah negara Eropa memberi konsesi kepada Presiden AS Donald Trump untuk tetap berada di kesepakatan nuklir sepenuhnya keliru.

IRNA melaporkan, Araqchi mengingatkan, ide ini pasti akan memberi hasil sebaliknya.

Media Barat beberapa hari lalu menyatakan bahwa Eropa saat mereaksi ancaman Trump untuk keluar dari Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) ingin memberi konsesi kepada presiden Amerika dan meningkatkan represi kepada Iran.

Araqchi juga menepis klaim media Barat bahwa Iran dan Eropa telah mencapai kesepakatan dialog terkait program rudal dan isu-isu regional. "Republik Islam Iran tidak akan bernegosiasi dengan negara manapun terkait isu rudal."

JCPOA

Media Barat selama beberapa hari terakhir mengklaim bahwa Departemen Luar Negeri Jerman mengumumkan, para menlu Jerman, Perancis dan Inggris serta Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini mencapai kesepakatan dengan Iran bahwa mereka akan menggelar dialog serius terkait program rudal Tehran dan isu-isu regional.

Trump pada 12 Januari 2018 memperpanjang penangguhan sanksi nuklir Iran, namun ia memberikan sejumlah syarat untuk tetap berada di kelompok kesepakatan nuklir termasuk perubahan sejumlah isu JCPOA, akses ke situs militer Iran dan sanksi rudal Tehran. "Jika Kongres dan Eropa tidak merealisasikan syarat tersebut, maka ia tidak akan memperpanjang penangguhan sanksi (120 hari kemudian) dan AS akan keluar dari JCPOA," kata Trump.

Kesepakatan nuklir antara Iran dan Kelompok 5+1 mulai diberlakukan sejak Januari 2016, namun pemerintah Amerika sebagai salah satu anggota kelompok ini senantiasa tidak komitmen menjalankan janjinya.

Trump menuntut JCPOA dibatalkan, namun dunia menentang langkah agresif presiden Amerika tersebut. (MF)