Ketika Presiden Iran Mengkritik Sikap Pasif Eropa terhadap JCPOA dan Unilateralisme AS
"Langkah Amerika Serikat untuk menarik diri dari JCPOA telah merugikan bangsa-bangsa di kawasan, dunia dan rakyat Amerika sendiri."
Presiden Iran Hassan Rouhani pada hari Sabtu, 22 Februari, dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Belanda Stef Blok di Tehran menjelaskan masalah ini dan menambahkan, "Semua harus berusaha untuk mempertahankan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) dan Iran di bidang ini tidak pernah menutup jalur negosiasi dengan Uni Eropa."
Ucapan presiden Republik Islam Iran dalam pertemuan dengan Menlu Belanda tidak terbatas pada penjelasan dampai dari pelanggaran janji Amerika Setika terkait JCPOA. Pembicaraan lain Rouhani fokus pada kritik Iran akan sikap pasif Eropa.
Dalam hal ini, Rouhani mengatakan, "Setelah penarikan diri Amerika Serikat dari JCPOA, Uni Eropa tidak mampu mengambil langkah efektif dalam mengimplementasikan kewajibannya dalam kesepakatan ini."
Presiden Iran juga menyinggung pengenaan sanksi ilegal dan unilateral AS seraya menjelaskan, "Sanksi AS yang kejam bahkan mencakup makanan dan obat-obatan rakyat Iran dan diharapkan bangsa-bangsa bebas di dunia untuk menyuarakan sanksi ilegal ini."
Meskipun Menteri Luar Negeri Belanda Stef Blok pada pertemuan tersebut menekankan kebutuhan untuk mempertahankan JCPOA sebagai perjanjian internasional, ia mengatakan, "Keluarnya Amerika Serikat dari JCPOA tidak benar, tetapi kondisi yang ada menunjukkan pernyataan seperti ini masih jauh dari langkah-langkah nyata Eropa."
Hassan Ghashghavim, Duta Besar Iran di Spanyol mengatakan, "Teman-teman kita di UE mungkin mengatakan kita tidak bisa mengimbangi sanksi AS, tetapi pertanyaannya adalah apakah mereka seharusnya menyatakan kemampuan mereka di hari-hari pertama negosiasi dengan Iran. Tidak ada gunanya hubungan bilateral yang baik antara Iran dan Uni Eropa untuk mengadakan lusinan pembicaraan teknis dan politik dengan pihak Iran, dan tidak ada yang akan mengambil tindakan."
Bukti menunjukkan bahwa tuduhan dan pelanggaran AS terhadap Iran lebih dari sekadar masalah JCPOA dan tujuan di balik tekanan terhadap Iran memiliki dimensi ekonomi, politik dan keamanan yang luas. Presiden Iran sebelumnya telah menyampaikan kritik seperti ini selama kunjungan baru-baru ini Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell ke Tehran, dan mengatakan bahwa Eropa tidak bisa secara sepihak meminta Iran untuk mematuhi komitmen dalam JCPOA dalam kondisi ketika Amerika Serikat telah keluar dari JCPOA. Eropa telah menunjukkan terlalu banyak kelemahan untuk mempertahankan JCPOA dan semua itu tidak dapat membenarkan kegagalan pihak Eropa. Dari sudut pandang ini, kritik Iran terhadap Eropa dapat dinilai dalam dua hal penting:
Pertama, menjelaskan fakta-fakta yang disinggung presiden Iran tentang konsekuensi dari kehancuran JCPOA dan keselarasan yang tidak diinginkan dari Eropa dengan Amerika Serikat dalam menghancurkannya.
Kedua, kritik Iran terhadap Eropa merujuk pada ketidakmampuan Eropa untuk mengatasi tantangan-tantangan yang diciptakan unilateralisme AS di kawasan. Sementara masalah ini dengan mengorbankan kepentingan politik dan ekonomi Eropa serta keamanan Eropa dalam menghadapi tantangan yang telah diciptakan Amerika di Asia Barat.
Presiden Republik Islam Iran pada pertemuan Menteri Luar Negeri Belanda menggambarkan akar ketidakamanan di wilayah Asia Barat serta kehadiran dan perilaku AS di wilayah tersebut seraya menekankan, "Keamanan Asia Barat harus dijaga oleh negara-negara di kawasan itu, dan kehadiran pasukan asing di kawasan Teluk Persia atas nama berbagai koalisi adalah merugikan keamanan kawasan."
Mengingat berbagai sikap ini, harapan Iran terhadap Eropa dan pernyataan Rouhani pada kunjungan menteri luar negeri Belanda ke Tehran dapat diukur dalam konteks kepentingan bersama, tetapi sejauh mana negara-negara Eropa serius dalam berinteraksi dengan Iran dalam mempertahankan JCPOA."