Jan 30, 2021 17:12 Asia/Jakarta

Rezim Zionis Israel telah berulang kali mengancam akan menyerang Republik Islam Iran. Baru-baru ini, seorang pejabat senior militer rezim ilegal tersebut menegaskan keseriusan Israel atas niatnya itu.

Kepala Staf IDF (The Israel Defense Forces) Jenderal Aviv Kochavi dalam pidatonya di Institute for National Security Studies mengatakan, pasukan IDF siap untuk kontak senjata dalam waktu dekat.  

Seperti dilancis Al Jazeera, Kochavi pada Kamis (28/1/2021) menuturkan, saya telah menginstruksikan IDF untuk menyusun beberapa rencana operasional untuk melengkapi beberapa perencanaan yang telah ada sebelumnya.

Pernyataan Kepala Staf IDF ini dilontarkan menyinggung kemungkinan kembalinya Amerika Serikat ke dalam perjanjian nuklir JCPOA (The Joint Comprehensive Plan of Action).

"Kembali ke perjanjian nuklir 2015, atau bahkan jika itu adalah kesepakatan serupa dengan beberapa perbaikan, adalah buruk dan salah dari sudut pandang operasional dan strategis," kata Kochavi.

Sebelum ini, pejabat Israel lainnya juga melontarkan ancaman serangan militer ke Iran. Harian rezim Zionis, Hayom mengklaim dalam artikelnya pada hari Kamis, 14 Januari 2021 bahwa militer Israel sedang menyusun rencana untuk menyerang program nuklir Iran jika Amerika Serikat bergabung kembali ke perjanjian nuklir JCPOA.

Seorang sekutu perdana menteri rezim Zionis Benjamin Netanyahu telah mengancam bahwa Israel dapat menyerang program nuklir Iran jika AS bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir internasional JCPOA.

Menteri Kerja Sama Regional rezim Zionis Tzachi Hanegbi juga mengatakan, pemerintahan Presiden terpilih AS Joe Biden tidak boleh "memenuhi tuntutan" Iran dan memperingatkan bahwa Israel tidak akan mentolerir program rudal nuklir dan balistik Iran.

"Jika pemerintah AS bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir -dan itu tampaknya menjadi kebijakan yang dinyatakan saat ini- hasil praktisnya adalah bahwa Israel akan kembali sendirian melawan Iran, yang pada akhir kesepakatan akan menerima lampu hijau dari dunia, termasuk AS, untuk melanjutkan program senjata nuklirnya," kata Hanegbi dalam wawancara dengan jaringan berita Israel, Kan, seperti dilansir Press TV.

Ini, lanjutnya, tentu saja kami tidak akan mengizinkan; kami sudah dua kali melakukan apa yang perlu dilakukan, pada tahun 1981 melawan program nuklir Irak dan pada tahun 2007 melawan program nuklir Suriah.

Hanegbi lebih lanjut memperingatkan pemerintahan Biden yang akan datang agar tidak mengizinkan Iran melanjutkan program rudal nuklir dan balistiknya.

Dia mengatakan, yang paling penting adalah meyakinkan pemerintahan Amerika yang akan datang untuk tidak mengulangi kesalahan pemerintahan Obama.

Menanggapai ancaman tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Iran Mahmoud Vaezi, mengatakan rezim Zionis secara praktis tidak punya agenda untuk menyerang Iran dan mereka juga tidak memiliki kemampuan atau sarana untuk melakukannya.

"Masyarakat Iran dan orang-orang di kawasan ini sudah akrab dengan gaya bahasa para pejabat rezim Zionis, dan mereka biasanya melakukan perang psikologis," kata Vaezi pada Rabu (27/1/2021) seperti dilaporkan Iran Press.

Dia menegaskan angkatan bersenjata, termasuk militer dan Korps Garda Revolusi Islam adalah pasukan yang sangat terlatih untuk membela Iran. Berbagai manuver yang dilakukan oleh mereka menunjukkan bahwa Iran tidak berniat berperang, tetapi siap untuk mempertahankan negara.

Jadi, kata Vaezi, klaim para pejabat Israel hanyalah upaya untuk menciptakan perang psikologis.

"Isu kembalinya Amerika Serikat ke dalam perjanjian nuklir dan penghapusan sanksi merupakan masalah yang ditentang oleh rezim Zionis dan beberapa negara regional termasuk Arab Saudi dan mereka berupaya agar ini tidak terjadi," pungkasnya.

Juru bicara Angkatan Bersenjata Iran Brigadir Jenderal Abolfazl Shekarchi mengatakan, statemen Kochavi pejabat militer rezim Zionis merupakan ilusi.

Brigjen Shekarchi, seperti dilansir Iran Press, Rabu (27/1/2021), menambahkan pernyataan Kochavi tentang rencana penghancuran fasilitas nuklir dan pangkalan rudal Iran merupakan khayalan dan menunjukkan bahwa mereka belum memahami kekuatan militer Iran.

"Latihan kami baru-baru ini telah memperlihatkan sebagian dari kemampuan pertahanan Republik Islam, tetapi kemampuan kami memungkinkan untuk merespons tegas kesalahan sekecil apapun yang dilakukan rezim Zionis dan musuh," tandasnya.

Wakil Tetap Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi menyebut penipuan dan bermain korban (play victim) sebagai unsur asli dalam kebijakan luar negeri rezim Zionis. Menurutnya, Iran berhak membela diri dari semua ancaman Israel.

Majid Takht Ravanchi, Selasa (26/1/2021) dalam sidang virtual Dewan Keamanan PBB yang membahas masalah Palestina mengingatkan, dalam lima tahun terakhir, Israel melakukan pelanggaran tegas terhadap Resolusi 2231 DK PBB, dan menggunakan semua kesempatan untuk merusak kesepakatan nuklir JCPOA.

Dia menambahkan, Israel menggunakan penipuan dan bermain korban untuk menutupi penindasan dan kejahatannya terhadap rakyat Palestina, serta aksi mengganggu stabilitas kawasan Asia Barat. Maka dari itu DK PBB harus mewaspadai niat buruk dan kebohongan Israel.

Takht Ravanchi menegaskan, kami berhak untuk membela diri dan membalas semua ancaman, termasuk ancaman Wakil Israel hari ini yang melanggar Pasal 2 Piagam PBB, namun DK PBB tetap harus menindak Israel karena ancaman-ancaman semacam ini.

"Meski masalah Palestina menjadi krisis dunia terpanjang, dan sejak berdirinya PBB masalah itu sudah masuk agenda Majelis Umum dan Dewan Keamanan, namun sejak 75 tahun lalu, DK PBB masih belum mampu mengakhiri pendudukan terhadap Palestina. Ia tidak berdaya membela hak asasi jutaan warga tertindas Palestina di dalam maupun di luar negara itu. DK PBB tidak mampu menindak Israel yang tanpa malu, bukan sekali tapi berkali-kali melakukan 4 pelanggaran HAM berat internasional sekaligus, yaitu kejahatan kemanusiaan, genosida, kejahatan perang dan agresi," pungkasnya.

Selama beberapa tahun terakhir, Israel telah berulang kali mengancam untuk melancarkan serangan militer terhadap fasilitas nuklir dan militer di Iran guna menghambat pertahanan dan pencapaian ilmiah negara ini.

Iran menyebut ancaman itu sebagai gertakan, namun juga memperingatkan bahwa setiap serangan akan menjadi yang pertama dan terakhir bagi Israel.  (RA)

Tags