Jul 16, 2017 17:43 Asia/Jakarta

Ammar Hakim, Ketua Koalisi Nasional Irak menekankan pentingnya pemeliharaan integritas Irak dan memperingatkan desakan wilayah otonomi Kurdistan untuk menggelar referendum independen. Ditambahkannya bahwa kawasan sedang terancam menghadapi tsunami disintegrasi.

Ammar Hakim mengimbau Amerika Serikat dan masyarakat dunia agar menekankan kedaulatan dan integritas Irak melalui mekanisme dan sikap yang jelas serta tidak hanya sekedar pernyataan saja.

Hal itu dikemukakan Ammar Hakim mereaksi pernyataan bernada ancaman oleh Ketua Wilayah Otonomi Kurdistan Irak, Masoud Barzani. Ditambahkannya bahwa independen Kurdi tidak memiliki pijakan dalam undang-undang dasar Irak dan bahwa sejak tahun 2005, orang-orang Kurdi telah memilih bersama dengan kedaulatan Irak.

Pada Sabtu (15/7/2017), Masoud Barzani selain melancarkan perang verbal terhadap pemerintah pusat Irak, juga kembali mengancam soal terjadinya perang berdarah di Irak jika wilayah otonomi Kurdistan tidak dapat independen.  

Sikap Barzani bersikeras mempertahankan sikap distorsifnya itu terjadi di saat para analis politik telah memperingatkan adanya gerakan-gerakan negatif di Irak serta menguatnya isu disintegrasi negara itu pada periode pasca Daesh. Oleh karena itu, para pejabat politik di kawasan harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan mengambil keputusan.

Mengingat posisinya yang sangat strategis dan juga memiliki berbagai sumber alam melimpah, wilayah Timur Tengah selalu menjadi target makar kekuatan-kekuatan imperialis dunia. Oleh karena itu, banyak analis yang berpendapat bahwa transformasi di kawasan sedang menuju ke arah disintegrasi berdasarkan kesepakatan Sykes–Picot, sehingga kawasan ini akan terbagi dalam susunan geografi baru berdasarkan mazhab dan etnis.  

Pada Mei 1916, Inggris dan Perancis menandatangani kesepakatan penjajahan Timur Tengah. Mark Sykes dari Inggris dan Francois Picot Menteri Luar Negeri Perancis kala itu, dalam sebuah pertemuan rahasia di London, menyusun batasan geografi, negara-negara Arab Timur Tengah dan kemudian pemerintahannya berdasarkan kepentingan strategis London dan Paris. Dalam kesepakatan Sykes-Picot itu, Inggris dan Perancis menebar kebencian dan fitnah di wilayah Timur Tengah, serta memaksakan eksistensi rezim Zionis sebagai hasil penting dalam upaya agitasi keduanya.

Sekitar 100 tahun lalu, Barat menjajah bangsa-bangsa Muslim di kawasan berdasarkan kesepakatan Sykes-Picot. Sekarang dengan dukungan terhadap kelompok-kelompok teroris Takfiri dan juga terhadap rezim Zionis, Barat sedang menciptakan gelombang friksi sektarian untuk kembali mengubah tatanan geografis Timur Tengah. Namun tujuannya adalah memperkokoh posisi rezim Zionis dengan menyeret seluruh bangsa di kawasan dalam perang etnis dan mazhab.

Dalam hal ini, Abdul Bari Atwan, analis terkemuka Arab berulangkali memperingatkan terulangnya makar Sykes-Picot baru yang memfokuskan pembentukan negara Kurdi dan pemecahan negara-negara berdasarkan pembagian etnis dan mazhab.

Dalam atmosfer seperti ini, langkah kekuatan-kekuatan Barat yang dipimpin Amerika Serikat membuktikan bahwa kawasan Timur Tengah tetap menjadi pilar utama penyangga politik imperialisme mereka di dunia.

Sesuai peta makar Timur Tengah Raya, Irak dan Suriah termasuk di antara negara-negara target makar tersebut.(MZ)

Tags