Babak Baru Ketegangan dalam Hubungan Turki-AS
(last modified Sat, 23 Oct 2021 07:46:16 GMT )
Okt 23, 2021 14:46 Asia/Jakarta
  • Babak Baru Ketegangan dalam Hubungan Turki-AS

Tiga anggota DPR Amerika Serikat meminta penjualan pesawat tempur F-16 ke Turki dan juga peremajaan F-16 lama dihentikan.

Dalam sebuah surat kepada Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, para legislator menyatakan Gedung Putih tidak boleh membiarkan Ankara lari dari hukuman karena melanggar undang-undang AS dan ketentuan NATO.

Inisiatif ini diajukan oleh Chris Pappas, Gus Bilirakis, dan Carolyn Maloney. Seruan ini mendapat dukungan dari Dewan Kepemimpinan Amerika Hellenic (HALC), Komite Yahudi Amerika (AJC), dan organisasi Armenia, Kurdi, dan India.

Surat tersebut merupakan tanggapan mereka atas permintaan Turki untuk membeli 40 pesawat tempur F-16 Lockheed Martin dan memodernisasi hampir 80 pesawat tempur yang ada.

“Salah satu alasan Kongres bersikeras menolak Turki dari program F-35 adalah bahaya signifikan yang terkait dengan penggabungan S-400 dan F-35. Para ahli mencatat peningkatan ke blok 70 (F-16 Fighting Falcon -- Blok 30/40/50/70) menimbulkan risiko yang sama jika Ankara terus memiliki S-400 Rusia. Mengingat bahwa F-16 yang diupgrade memainkan peran penting bagi kita dan sekutu kita yang kredibel, ini adalah risiko yang menurut kami tidak dapat diterima,” kata surat itu.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada 17 Oktober lalu bahwa AS menawarkan penjualan pesawat tempur F-16 ke Turki sebagai imbalan atas investasinya dalam program produksi F-35.

Turki sudah melakukan pembayaran 1,4 miliar dolar untuk program produksi F-35, tetapi namanya kemudian dicoret dari program itu karena membeli sistem pertahanan rudal dari Rusia.

Turki telah memesan lebih dari 100 pesawat tempur F-35 yang dibangun oleh Lockheed Martin, tetapi AS menghapus Turki dari program tersebut pada 2019 setelah mengakuisisi sistem pertahanan rudal S-400.

Hubungan Washington dan Ankara diwarnai banyak pasang-surut dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah upaya kudeta yang gagal di Turki pada Juli 2016. Ankara menuduh pemerintahan Obama terlibat dalam aksi itu.

Presiden Joe Biden (kiri) dan Presiden Recep Tayyip Erdogan. (dok)

Pemerintah Ankara mengira hubungan kedua negara akan membaik pada era kepemimpinan Donald Trump, tetapi ketegangan justru semakin meningkat di antara Amerika-Turki.

Setelah Joe Biden berkuasa di AS pada Januari 2021, para pejabat Turki berharap ketegangan kedua pihak akan mereda, namun secara praktis Washington telah meningkatkan tekanannya terhadap Ankara.

Dalam kasus sengketa eksplorasi gas di Mediterania Timur antara Turki dan Yunani, pemerintah AS mendukung Yunani dan posisi Uni Eropa. Washington dan Athena bahkan telah memperpanjang perjanjian kerja sama pertahanan pada Oktober ini.

Menteri Luar Negeri Yunani Nikos Dendias mengatakan, komitmen AS terhadap Yunani menunjukkan bahwa kedua negara bertekad untuk saling menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah satu sama lain.

Perpanjangan perjanjian itu merupakan isyarat dukungan pemerintahan Biden kepada Yunani dalam perseteruannya dengan Turki.

Dukungan AS kepada milisi Kurdi di Suriah, yang dicap oleh Turki sebagai organisasi teroris, juga telah memperuncing perselisihan kedua negara.

Di samping itu, Washington tidak senang dengan kebijakan regional pemerintahan Erdogan, yang melakukan campur tangan dari Afrika Utara hingga ke Kaukasus Selatan.

Direktur Pusat Studi Turki Modern, Yuri Mavashev menuturkan keretakan dalam hubungan Turki-Amerika akan tetap ada dan hubungan kedua pihak tidak akan kembali ke kondisi di masa lalu.

Sekarang, hubungan Washington-Ankara dapat dianggap telah memasuki fase ketegangan baru setelah anggota DPR AS menentang penjualan dan modernisasi armada pesawat tempur Turki. (RM)