May 25, 2024 18:48 Asia/Jakarta
  • Mahasiswa Pro- Palestina Tolak Dominasi AS dan Israel di Eropa

Pembungkaman demonstrasi mahasiswa anti-perang Gaza, dan memprotes rezim yang menduduki Palestina, di kampus-kampus Eropa, menjelang pemilu parlemen Eropa, telah menciptakan kondisi luar biasa di bidang geopolitik yang mempengaruhi masa depan pemerintah Eropa.

Di saat para pejabat tinggi Uni Eropa, menjelang pemilu parlemen, mengerahkan seluruh upaya untuk menggiring kapasitas besar pemuda negara mereka ke arah apa yang disebutnya demokrasi elektoral, brutalitas polisi dan dukungan total Barat, atas penangkapan, pemukulan, serta penyiksaan mahasiswa telah memunculkan banyak pertanyaan penting dari warga Prancis, Jerman, Belanda, dan yang lainnya.
 
Kenyataannya, lobi-lobi Zionis, yang sebagian besar terdiri dari dua lobi "Zionis-Sosial Demokrat", dan"Zionis-Konservatif" telah mengeluarkan instruksi pembungkaman mahasiswa Eropa, kepada aparat keamanan dan politik negara-negara target, lalu mengawasinya.
 
Penyamaan kata anti-Semit dan anti-Yahudi, oleh lembaga peradilan, dan intelijen Barat, juga dilakukan dalam kerangka tujuan ini. Poin yang lebih penting adalah, secara umum gerakan-gerakan tersembunyi dan terbuka kekuatan di Eropa, tidak membiarkan partai-partai politik anti-Zionis, muncul.
 
Segala bentuk aktivitas di arena politik dan sosial negara-negara Eropa, harus mematuhi aturan-aturan, dan perjanjian tidak tertulis tapi berlaku terkait pelarangan untuk melanggar garis merah ini.
 
Semua orang akan mengingat waktu pertama kali gerakan-gerakan nasional ekstrem muncul di Barat, sebagian orang mengira, karena rekam jejak sejarah para pemimpin gerakan ini berhadapan dengan Zionisme dan Israel, di arena politik dan internasional, maka ia dianggap sebagai bagian dari manifesto mereka.
 
Namun demikian, dalam perang terbaru di Gaza, orang-orang seperti Marine Le Pen, Ketua Barisan Nasional Prancis, dan Viktor Orban, Perdana Menteri Hungaria, sebagaimana halnya dengan para politisi yang tergantung pada gerakan-gerakan tradisional seperti Emmanuel Macron, dan Olaf Scholz, telah berubah menjadi pendukung genosida di Gaza.
 
Sampai-sampai pemerintah Hungaria, dalam pemungutan suara terbaru di Majelis Umum PBB, terkait pengakuan resmi atas negara merdeka Palestina, bersama Amerika Serikat, memberikan suara menentang.
 
Para mahasiswa Eropa, bahkan mereka yang tidak secara langsung mendukung Palestina, di negara-negara mereka, saat ini satu suara bahwa Zionisme, tidak hanya sama dengan garis merah yang pekat, tapi juga merupakan bagian dari model pemerintahan yang diterima di Barat.
 
Para pemimpin Eropa, telah memasukkan dukungan terhadap eksistensi dan sepak terjang Israel, ke dalam kebijakan makro keamanan mereka. Oleh karena itu, mereka tak segan menumpas warganya sendiri hanya karena dituduh menentang aksi brutal Israel, di Gaza.
 
Harus diakui bahwa salah satu perhatian terbesar generasi muda Eropa, terkait perubahan model pemerintahan ini. Bahkan perubahan konstelasi kekuatan dari parpol-parpol tradisional menjadi "pemrotes baru" tidak mampu menjawab tuntutan para pemuda terkait independensi total dari Israel dan Amerika Serikat.
 
Buah dari kebangkitan mahasiswa, bukan hanya di AS, tapi juga di Eropa, adalah terpusatnya perhatian pada model-model pemerintahan baru. Penyusunan dan operasionalisasi model-model ini berdasarkan pada "transisi struktural" dan "perubahan struktur pemerintahan", bukan "pergantian pemain".
 
Salah satu alasan kekacauan yang terjadi di parpol-parpol Eropa, terkait kebangkitan mahasiswa adalah pemahaman terhadap realitas ini oleh para penguasa di Barat.
 
Apa yang membuat ahli strategi dan para pakar di Barat, khawatir tentang model pemerintahan yang berlaku di Eropa, adalah ciri khas gerakan mahasiswa yang tidak terbatas, dan kemampuannya untuk menyebarluas secara cepat.
 
Di saat Barat, mengira jenis dari gerakan-gerakan mahasiswa ini adalah gerakan emosional, mungkin minimal secara lahir lebih bersabar menghadapi mereka, tapi pembungkaman total dan terang-terangan demonstran, membuktikan bahwa Barat, menyadari perubahan substansi aksi-aksi itu.
 
Kesadaran substansi ini alih-alih berubah menjadi pelajaran bagi Eropa, terkait realitas yang terjadi di dalam sistem global, malah berubah menjadi sebentuk brutalitas penghancuran struktural yang akan terjadi tidak lama lagi. (HS)