Mengapa proyek kolonial Zionisme harus diberantas?
(last modified Wed, 07 Aug 2024 12:56:54 GMT )
Aug 07, 2024 19:56 Asia/Jakarta
  • Penjajah
    Penjajah

Parstoday- Berdasarkan sejarah, jarang sekali penjajah menyerahkan kekuasaan kolonialnya tanpa adanya paksaan dari pihak terjajah atau tekanan dari luar. Oleh karena itu, satu-satunya cara yang tepat untuk mencegah kekerasan yang semakin meningkat dan terus menerus terhadap kaum terjajah adalah dengan menggunakan tekanan keras dari dalam dan luar.

Sejarah dekolonisasi selalu dikaitkan dengan kekerasan. Namun, dalam kasus yang jarang terjadi di mana pulau-pulau kecil dikosongkan oleh kerajaan kolonial, dekolonisasi tidak dilakukan dengan cara tanpa kekerasan dan konsensus. Untuk membahas Hamas, rezim Israel dan berbagai posisi dunia terhadap mereka, kita harus memahami sifat kolonialis Zionisme dan mengakui perlawanan Palestina sebagai perjuangan anti-kolonialis. Dalam artikel majalah Pars Today ini telah dibahas beberapa aspek mengenai hal ini:

 

Menganalisis isu genosida, yang diabaikan oleh pemerintah Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya sejak lahirnya Zionisme, menunjukkan bahwa akar kekerasan di Palestina bermula dari perkembangan Zionisme di akhir abad ke-19 dan transformasinya menjadi proyek kolonial imigran, karena Zionisme, seperti proyek lain kolonisasi imigran, berupaya menghilangkan penduduk asli/pribumi. Ketika eksklusi atau penghapusan ini tidak dapat dicapai melalui kekerasan, maka solusi yang diambil oleh penjajah adalah dengan menggunakan kekerasan yang lebih, dan satu-satunya skenario di mana proyek kolonial pemukim dapat mengakhiri kekerasannya terhadap masyarakat pribumi adalah ketika proyek tersebut berakhir atau gagal.

 

Kekerasan Kognitif

 

Sejarah kekerasan di Palestina modern menjadi pusat perhatian dari tahun 1882 hingga 2000. Masuknya imigran Zionis pertama ke Palestina di tahun 1882 dengan sendirinya bukan menjadi faktor pertama kekerasan. Kekerasan yang dilakukan para pendatang bersifat epistemologis, dalam artian kekerasan pemusnahan warga Palestina yang dilakukan para pendatang ada dalam teks, imajinasi dan impian mereka sebelum memasuki Palestina: mitos “tanah tanpa manusia”. Zionisme menunggu pendudukan Inggris di Palestina pada tahun 1918 untuk mewujudkan gagasan tersebut. Beberapa tahun kemudian, pada pertengahan tahun 1920-an, sebelas desa dibersihkan secara etnis dengan bantuan pemerintah Inggris.

 

Pekerjaan hanya untuk Yahudi

 

Ini adalah kekerasan pertama yang sistematis untuk menghapus kepemilikan bangsa Palestina. Bentuk lain kekerasan adalah strategi "memberi pekerjaan kepada Yahudi" dengan tujuan mengusir rakyat Palestina dari pasar kerja. Strategi ini dan penghapusan etnis, mendorong rakyat Palestina terpaksa bermigrasi ke tempat lain, tentunya mereka tetap tidak mampu memberi pekerjaan dan tempat tinggal yang tepat.

 

Kuil Jahat dan Awal Intifada

 

Pada tahun 1929, ketika tindakan kekerasan ini digabungkan dengan pembicaraan tentang pembangunan kuil ketiga di lokasi Masjid al-Aqsa, orang-orang Palestina menanggapinya dengan kekerasan untuk pertama kalinya. Ini bukanlah respons yang terkoordinasi, namun respons spontan dan putus asa terhadap akibat pahit kolonialisme Zionis di Palestina. Tujuh tahun kemudian, ketika Inggris mengizinkan lebih banyak imigran dan mendukung pembentukan pemerintahan Zionis yang masih baru dengan tentaranya sendiri, Palestina memulai kampanye yang lebih terorganisir. Ini merupakan intifada pertama yang berlangsung selama tiga tahun (1936-1939) dan dikenal dengan nama Kebangkitan Arab. Pada periode ini, elite Palestina akhirnya mengakui Zionisme sebagai ancaman eksistensial terhadap Palestina dan rakyatnya.

 

Agresi dengan Kedok Membela Diri

 

Kelompok utama partisan Zionis yang bekerja sama dengan tentara Inggris dalam menekan kebangkitan rakyat Palestina disebut Hegana, yang berarti “pertahanan”. Hal serupa juga berlanjut dalam narasi Israel untuk menggambarkan tindakan agresif apa pun terhadap Palestina. Artinya, serangan apa pun ditampilkan sebagai pembelaan diri—sebuah konsep yang tercermin dalam nama tentara Israel, Pasukan Pertahanan Israel.

 

Sejak masa pengaruh Inggris hingga saat ini, kekuatan militer ini digunakan untuk merebut tanah dan pasar. Tentara ini dikerahkan sebagai kekuatan pertahanan terhadap serangan gerakan anti-kolonial Palestina sehingga tidak berbeda dengan penjajah lainnya pada abad ke-19 dan ke-20.

 

Pergantian Posisi Teroris Menjadi Korban

 

Bedanya adalah dalam banyak kasus dalam sejarah modern di mana penjajahan telah berakhir, tindakan penjajah dipandang sebagai tindakan agresi, bukan pembelaan diri. Keberhasilan besar Zionisme adalah menempatkan agresi sebagai pertahanan diri dan perjuangan bersenjata rakyat Palestina sebagai terorisme. Pemerintah Inggris menganggap kedua tindakan kekerasan tersebut sebagai terorisme, setidaknya hingga tahun 1948, namun tetap membiarkan kekerasan terburuk terhadap warga Palestina terjadi pada tahun 1948, saat Inggris menyaksikan fase pertama pembersihan etnis Palestina.

 

Antara Desember 1947 dan Mei 1948, ketika Inggris masih bertanggung jawab atas hukum dan ketertiban, pasukan Zionis menghancurkan kota-kota utama Palestina dan desa-desa sekitarnya. Ini lebih dari sekadar teror dan pada dasarnya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Setelah tahap kedua pembersihan etnis selesai antara Mei dan Desember 1948, separuh penduduk Palestina diusir secara paksa, separuh desa dihancurkan, dan sebagian besar kota dihancurkan, melalui metode paling kejam yang pernah dialami Palestina selama berabad-abad.

 

Dengan demikian, sejarah kekerasan di Palestina modern menunjukkan bahwa akar kekerasan di Palestina berawal dari perkembangan Zionisme di akhir abad ke-19 dan transformasinya menjadi proyek kolonial para imigran. Fakta bahwa penjajah jarang menyerah pada kolonialisme tanpa adanya paksaan dan kekerasan dari pihak yang terjajah atau tekanan dari luar menunjukkan bahwa cara terbaik untuk mencegah kekerasan dan menghadapi kebrutalan kolonial adalah dengan memaksa proyek kolonial untuk mengakhiri situasi ini melalui tekanan dari dalam dan luar negeri. Proyek Zionisme juga menjadi proyek kolonial palsu utama untuk menduduki tanah Palestina dalam dua abad terakhir. (MF)