Foreign Affairs: Iran Menjadi Kekuatan Regional dan Global Setelah Sanksi
https://parstoday.ir/id/news/world-i175966
Pars Today - Majalah Amerika Foreign Affairs mengakui bahwa kebijakan tekanan maksimum Washington tidak hanya gagal memaksa Iran untuk menyerah, tetapi justru telah membuat Republik Islam menjadi kekuatan yang lebih berpengaruh di kawasan dengan melawan dan memperkuat kemampuan nuklir dan misilnya.
(last modified 2025-08-19T09:08:07+00:00 )
Aug 19, 2025 13:49 Asia/Jakarta
  • Bundaran Azadi
    Bundaran Azadi

Pars Today - Majalah Amerika Foreign Affairs mengakui bahwa kebijakan tekanan maksimum Washington tidak hanya gagal memaksa Iran untuk menyerah, tetapi justru telah membuat Republik Islam menjadi kekuatan yang lebih berpengaruh di kawasan dengan melawan dan memperkuat kemampuan nuklir dan misilnya.

Dalam sebuah laporan analisis, majalah Amerika ini mengakui bahwa kebijakan "tekanan maksimum" Washington terhadap Republik Islam Iran bukan hanya gagal memaksa Iran mundur, tetapi Tehran juga mampu memperkuat kemampuan pencegahannya dan menjadi kekuatan berpengaruh di kawasan, bahkan dunia.

Menurut laporan ini, penarikan AS dari kesepakatan nuklir pada tahun 2018, menyusul tekanan domestik di negara ini dan desakan rezim Zionis serta beberapa pemerintah Arab, dilakukan dengan asumsi bahwa Iran akan dipaksa untuk bernegosiasi ulang di bawah beban sanksi yang melumpuhkan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, dan Iran mampu mempertahankan perekonomiannya, mempercepat program nuklirnya, dan mengaktifkan jaringan regionalnya lebih aktif dengan strategi "kesabaran dan perlawanan".

Foreign Affairs lebih lanjut menulis bahwa penarikan AS dari JCPOA mempersingkat waktu pelarian nuklir Iran dari lebih dari setahun menjadi hanya beberapa minggu.

Pada saat yang sama, kelompok-kelompok perlawanan di Irak, Suriah, Yaman, dan kawasan mengintensifkan operasi yang menentang kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya. Serangan terhadap fasilitas minyak Abqaiq di Arab Saudi dan penembakan rudal Yaman ke Arab Saudi dan UEA merupakan contoh perkembangan ini.

Menurut laporan media Amerika ini, bahkan teror Letnan Jenderal Qassem Soleimani, mantan Komandan Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam oleh AS pada Januari 2020, gagal memaksa Republik Islam untuk mundur, dan respons rudal Iran terhadap pangkalan Ain al-Assad menunjukkan kelemahan Amerika.

Majalah Amerika ini juga mengakui bahwa penarikan diri Washington dari JCPOA, terlepas dari banyaknya laporan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA), mengirimkan pesan yang jelas kepada Tehran; Amerika adalah negara yang tidak dapat diandalkan dan tidak ada jaminan bahwa perjanjian dengan satu pemerintahan AS tidak akan dibatalkan oleh pemerintahan berikutnya.

Oleh karena itu, alih-alih mengandalkan perjanjian sementara, Republik Islam berfokus pada penguatan pencegahan nuklir, rudal, dan drone. Sejauh ini, drone Iran diakui sebagai salah satu senjata perang paling efektif di dunia.

Menurut Foreign Affairs, kini jelas bahwa tekanan dan sanksi saja tidak akan cukup untuk memaksa Iran menyerah.

Para penulis laporan ini percaya bahwa langkah selanjutnya dapat mencakup perjanjian sementara dan terbatas, seperti penghentian pengayaan di atas 60 persen dengan imbalan pelonggaran sebagian sanksi minyak, tetapi bukan "Iran menyerah penuh" dan tidak "pemaksaan kehendak Amerika".(sl)