Apr 06, 2022 09:45 Asia/Jakarta
  • 6 April 2022
    6 April 2022

Hari ini Rabu, 6 April 2022 bertepatan dengan 4 Ramadhan 1443 Hijriah atau menurut kalender nasional Iran tanggal 17 Farvardin 1401 Hijriah Syamsiah. Berikut kami hadirkan beberapa peristiwa bersejarah yang terjadi hari ini.

Qadhi Said Ibnu Sana Al-Mulk Wafat

835 tahun yang lalu, tanggal 4 Ramadan 608 HQ, Abul Qasim Hibatullah bin Ja'far yang dikenal dengan nama Qadhi Said Ibnu Sana Al-Mulk, seorang penyair dan sastrawan terkenal Mesir meninggal dunia.

Sejarah

Qadhi Said Ibnu Sana al-Mulk yang dikenal dengan nama kakeknya, Ibnu Sana al-Mulk, terlahir di Kairo pada tahun 545 Hijriah dari kalangan keluarga yang taat beragama. Keilmuannya di bidang al-Quran dan Nahwu diperolehnya saat belajar dari para ulama di Kairo, sedangkan ilmu-ilmu lainnya ia peroleh dengan berguru kepada para ulama di Iskandariah.

Sejak masih muda, Ibnu Sana al-Mulk sudah menunjukkan minat dan bakatnya yang sangat besar kepada puisi dan sastra. Ia kemudian melahirkan sejumlah karya puisi yang di antaranya berkaitan dengan peristiwa gugurnya Imam Husein bin Ali as di padang Karbala.

Dimulainya Kebangkitan Syahid Mohammad Khiyabani di Tabriz

101 tahun yang lalu, tanggal 17 Farvardin 1299 HS, dimulainya kebangkitan Syahid Mohammad Khiyabani di Tabriz.

Sheikh Mohammad Khiyabani sejak mudanya telah menyukai ilmu-ilmu agama dan dengan cepat beliau meraih derajat keilmuan yang tinggi. Pasca kebangkitan Revolusi Konstitusi, kehidupan Sheikh Mohammad Khiyabani memasuki babak baru. Beliau membentuk Komunitas Pejuang untuk menyukseskan Revolusi Konstitusi dan mengambil langkah-langkah penting di Tabriz. Dalam perjuangannya beliau mempublikasikan surat kabar Tajaddud (Pembaruan) yang isinya kebanyakan menuntut diterapkannya undang-undang hasil Revolusi Konstitusi.

Syahid Mohammad Khiyabani

Sheikh Mohammad Khiyabani kemudian terpilih sebagai pemimpin kelompok Demokrat Azerbaijan. Banyak aktivitas positif yang dilakukannya dan dengan memanfaatkan koran Tajaddud, beliau berhasil menyukseskan tujuan-tujuanya. Sheikh Mohammad Khiyabani menjadi tokoh paling berpengaruh pasca blokade Tabriz dalam periode penindasan kecil (Estebdad saghir).

Setelah Sheikh Mohammad Khiyabani dan lima orang sahabatnya terpilih menjadi anggota Parlemen Iran, Vusuq ad-Dowleh, Perdana Menteri Dinasti Qajar memutuskan untuk melenyapkan Sheikh Khiyabani. Untuk itu ia mengirimkan pasukan ke Tabriz.

Keputusan dan pengiriman pasukan itu memaksa Sheikh Mohammad Khiyabani bangkit melawan Vusuq ad-Dowleh dan pada 17 Farvardin 1299 Hs (6 April 1920) dalam waktu singkat beliau dan pasukannya berhasil menguasai seluruh kantor pemerintah Tabriz. Kemenangan yang disebut Kebangkitan Khiyabani ini berlanjut hingga lebih dari 5 bulan.

Sheikh berdiri di bangunan Tajaddud sambil menyampaikan pidatonya. Sementara masyarakat dengan penuh perhatian mendengarkan pidatonya. Sheikh menyampaikan pidatonya dalam bahasa Azari dan terjemah Persia-nya setiap hari dipublikasikan lewat surat kabar Tajaddud. Selama 5 bulan ini, Sheikh Khiyabani dan perjuangannya menghadapi banyak bahaya, tapi berhasil menyingkirkannya dan api konspirasi berhasil dipadamkan.

Sheikh Mohammad Khiyabani dalam perjuangannya senantiasa berusaha menuntun opini masyarakat dan meningkatkan kesadaran dan informasi mereka demi meraih tujuan yang dicanangkan. Oleh karenanya, Sheikh Khiyabani tidak pernah berusaha memperkuat dan memperbaharui kekuatan bersenjatanya untuk membela perjuangannya. Dalam perjuangannya, Sheikh pernah menghadapi tekanan pasukan Rusia di masa Perang Dunia I dan berhasil mencegah masuknya pengaruh komunis di Iran.

Ketika Mokhber al-Saltanah menjadi Gubernur Tabriz yang baru dan berhasil mengalahkan pertahanan perjuangan Sheikh Khiyabani pada 21 Shahrivar 1299 (12 September 1920), mereka menahannya dan akhirnya menggugursyahidkan Sheikh.

Bentrokan Berdarah di Rwanda
 
28 tahun yang lalu, tanggal 6 April 1994, bentrokan berdarah antara dua suku besar di Rwanda, yaitu Suku Tutsi dan Hutu, dimulai.

Bendera Rwanda

Dalam waktu tiga bulan, kelompok ekstrimis Hutu membunuh secara massal sekitar 800 ribu orang Tutsi dan orang-orang moderat dari sukunya sendiri. Akibat perang besar ini, dua juta warga Rwanda terpaksa mengungsi ke tempat lain yang lebih aman.
 
Bentrokan antara dua suku besar di Rwanda ini memang memiliki akar sejarah sejak puluhan tahun lalu. Pada tahun 1994, sebenarnya sudah terjadi rekonsiliasi antara para pemuka suku. Disepakati bahwa mereka akan membentuk pemerintahan koalisi lewat pemilihan umum yang demokratis. Akan tetapi, pada bulan April tahun itu, terjadi insiden misterius berupa jatuhnya pesawat yang mengangkut Presiden Rwanda yang berasal dari Suku Hutu. Kelompok ekstrim Hutu menuduh Suku Tutsi berada di balik insiden tersebut dan langsung mengobarkan perang antar suku.
 
Suku Hutu yang merupakan kelompok mayoritas di Rwanda dikenal dekat dengan Prancis. Sedangkan Tutsi secara terang-terangan mendapatkan dukungan dari AS. Akhirnya, berkat dukungan AS, kelompok minoritas Tutsi berhasil meraih kemenangan dan hingga kini menjadi rezim yang berkuasa di Rwanda.