Lintasan Sejarah 30 Juni 2022
Hari ini Kamis, 30 Juni 2022 bertepatan dengan 30 Dzulqadah 1443 Hijriah atau menurut kalender nasional Iran tanggal 9 Tir 1401 Hijriah Syamsiah. Berikut kami hadirkan beberapa peristiwa bersejarah yang terjadi hari ini.
Imam Jawad as Gugur Syahid
1123 tahun yang lalu, di hari terakhir bulan Dzulqadah tahun 220 Hijriah, Muhamad Taqi bin Ali al-Jawad, imam kesembilan para pengikut Ahlul Bait, gugur sebagai syahid di tangan musuh-musuh Islam.
Imam Jawad adalah generasi kedelapan keturunan Rasulullah Saw. Beliau dilahirkan pada bulan Ramadhan tahun 195 Hijriah.
Setelah ayahandanya Imam Ali Ridha as gugur di tangan Khalifah Makmun, Imam Jawad as menerima tampuk imamah atau kepemimpinan atas umat Islam. Pada masa imamah Imam Jawad, ilmu-ilmu keislaman tengah berkembang pesat dan faham-faham baru dari dunia luar seperti berbagai aliran filsafat Yunani mulai masuk kepada masyarakat Islam. Sebagai orang yang dikenal memiliki ilmu sangat tinggi, Imam Jawad menjadi pusat kunjungan para ulama dan cendekiawan muslim yang ingin mempelajari ilmu-ilmu keislaman.
Imam juga aktif mengadakan berbagai pengajian dan majelis-majelis diskusi dengan para ilmuwan zaman itu. Dalam berbagai kesempatan, Imam juga secara konsisten menunjukkan berbagai kebobrokan pemerintahan represif Bani Abbasiah saat itu. Tindakan-tindakan politik Imam Jawad inilah yang membuat gerah kalangan istana yang saat itu dipimpin oleh Khalifah Mu'tasim.
Akhirnya, Mu'tasim mengambil langkah pintas namun keji untuk membungkam gerakan Imam Jawad as dengan cara membunuhnya. Imam Jawad gugur sebagai syahid menyusul jejak langkah ayahanda dan para pendahulunya pada usia yang masih sangat muda, yaitu 25 tahun. Berikut ini salah satu hadis yang diriwayatkan dari beliau,
"Siapapun yang beramal tanpa pengetahuan, ia pasti tidak akan mampu melakukan perbaikan. Alih-alih melakukan perbaikan, ia malah akan melakukan kerusakan".
Sayid Ahmad Pishavari Wafat
92 tahun yang lalu, tanggal 9 Tir 1309 HS, Sayid Ahmad Pishavari meninggal dunia di usia 86 tahun di Tehran dan dimakamkan di komplek makam Imam Zadeh Abdollah di Tehran.
Sayid Ahmad Adib Pishavari lahir di kota Ojaq, Pakistan pada 1223 Hs. Beliau termasuk keturunan sayid yang terkenal di Ojaq, dimana nasab mereka dalam sair dan suluk sampai kepada Sohravardiah. Adib selama beberapa waktu tinggal di Afghanistan dan Khorasan untuk menuntut ilmu-ilmu aqli dan naqli. Adib juga pernah tinggal selama 2 tahun di kota Sabzavar dan belajar kepada filsuf Mulla Hadi Sabzavar.
Beliau belajar juga kepada Akhond Mulla Mohammad, anak Mulla Sabzavari dan Akhond Mulla Ismail. Adib kemudian tinggal di Mashad dan di sana beliau terkenal dengan sebutan Adib Pishavar atau Adib Hindi. Selain menguasai sastra, bahasa Arab, filsafat dan matematika, Adib Pishavar juga memiliki bakat kaligrafi yang hebat.
Pada usia 40 tahun, beliau pindah ke Tehran dan melalui sisa umurnya di sana. Dalam menyampaikan pidato, Adib Pishavar mengikuti metode guru-guru klasik. Sesuai dengan keluasan informasi dan pengetahuannya tentang budaya Islam dan pelbagai ilmu keislaman serta penguasaannya yang mendalam akan bahasa dan sastra Persia membuat syair-syairnya memiliki kandungan yang luas. Hal ini yang membuat syair-syairnya tidak terlalu memanfaatkan emosi yang mendalam.
Adib Pishavar menghabiskan usianya dalam menuntut ilmu dan menyucikan diri. Hal itu membuatnya bebas dan kecenderungan duniawi. Itulah mengapa ia tidak memiliki apa-apa, kecuali beberapa jilid buku. Sayid Ahmad Pishavar selama bertahun-tahun mengajar dan berhasil mendidik banyak murid yang dikemudian hari mencapai derajat ketinggian ilmu dan sastra.
Sayid Ahmad Pishavar meninggal sejumlah karya ilmiah seperti kumpulan syair, Tashif Diwan Naser Khosrou dan komentar atas buku sejarah Baihaqi.
Rezim Apartheid Resmi Dibubarkan
31 tahun yang lalu, tanggal 30 Juni tahun 1991, masa kekuasaan rezim rasialisme Apartheid di Afrika Selatan secara resmi berakhir.
Rezim Apartheid mulai berkuasa sejak tahun 1948 dan secara opresif memberlakukan hukum rasialis yang menghapuskan sebagian hak asasi warga non-kulit putih. Rezim ini juga melakukan pembunuhan, penyiksaan, dan penahanan terhadap oposan-oposan politiknya.
Akhirnya, akibat perlawanan di dalam negeri dan tekanan dunia internasional, kekuasaan rezim ini berakhir pada tahun 1991. Pada tahun 1993 UU baru Afsel yang mengakui persamaan hak warga kulit putih dan kulit hitam disahkan. Pada tahun 1994, diadakan pemilu kepresidenan dan pejuang kulit hitam Nelson Mandela berhasil menang dan diangkat sebagai presiden.