Prinsip Strategis Politik Luar Negeri Republik Islam Iran
Kemenangan Revolusi Islam Iran, membangkitkan kembali semangat perjuangan melawan kezaliman dan Revolusi Islam berkembang menjadi pondasi perspektif politik. Sekarang, 37 tahun berlalu sejak kemenangan Revolusi Islam, prinsip dan parameter ini tetap baru dan dinamis, serta tidak menua ditelan massa.
Diplomasi di berbagai pemerintahan secara alami dalam rangka memajukan prinsip-prinsip politik luar negeri yang telah digariskan dalam undang-undang dasar. Di dalam Undang-Undang Dasar Iran disebutkan sejumlah prinsip seperti perjuangan hak bangsa-bangsa tertindas sebagai landasan politik luar negeri Iran. Prinsip tersebut adalah permanen dan tidak dapat diubah.
Politik luar negeri Iran sama seperti sebagian besar negara dunia yang berdasarkan kepentingan jangka panjang dan berbagai nilai yang tidak akan berubah dengan selera dan aliran politik pemerintah yang silih berganti. Politik luar negeri Iran pada hakikatnya mengacu pada tujuan-tujuan Revolusi Islam dan para pejabat kementerian luar negeri serta para duta besar dan kuasa usaha negara ini juga harus memperhatikan tujuan dan prinsip tersebut.
Prinsip dan strategi permanen Iran dalam politik luar negeri telah ditetapkan undang-undang dasar. Pada pasal ketiga UUD Iran disebutkan; pemerintah Republik Islam Iran harus menyusun politik luar negeri negara berdasarkan parameter Islam, komitmen persaudaraan terhadap semua umat Muslim dan dukungan terhadap kaum papa dunia.
Pada pasal 154 UUD Republik Islam Iran juga disinggung kebahagiaan umat manusia sebagai salah satu tujuan. Independensi, kebebasan, pemerintahan yang sah dan adil merupakan hak seluruh umat manusia di dunia; oleh karena selain menghindari segala bentuk intervensi dalam urusan bangsa-bangsa lain, pada saat yang sama harus mendukung perjuangan kaum tertindas melawan kaum arogan dunia.
Akan tetapi mungkin untuk saat ini, masalah nuklir yang terangkum dalam kesepakatan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), sejumlah analis menjabarkannnya bahwa politik luar negeri Iran dalam hal ini telah berubah dan perubahan itu memang tidak dapat dihindari.
Rabar atau Pemimpin besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei, pada bulan November 2015 lalu, dalam pidatonya di hadapan para pejabat kementerian luar negeri Iran, menyinggung propaganda massif asing tentang “perubahan paksa atau tidak terelakkan” dalam politik luar negeri Republik Islam Iran, dan menegaskan, “Analisa ini adalah asumsi Barat saja, yang sebenarnya berpangkal dari kenyataan bahwa politik luar negeri Republik Islam, paling tidak, di tingkat regional merupakan bendungan kokoh dan karang yang kuat, menghalangi unilateralisme kekuatan imperialis khususnya Amerika Serikat, dan mereka selalu mengharapkan perubahan politik tersebut.”
Rahbar kembali menegaskan bahwa politik luar negeri Republik Islam Iran, bukan rekayasa pihak manapun, melainkan berpijak pada prinsip kokoh dalam undang-undang dasar. Beliau mengatakan, “Dalam UUD, Islam menjadi parameter politik luar negeri, oleh karena itu sikap di hadapan negara-negara dan berbagai masalah harus sesuai dengan parameter agama.”
Menyinggung prinsip lain dalam politik luar negeri Iran, Rahbar menyebutkan, dalam undang-undang dasar Iran disebutkan persaudaraan semua umat Muslim, dukungan terhadap kaum tertindas, penolakan penjajahan, pemeliharaan independensi secara komprehensif, perjuangan hak-hak umat Islam, hubungan damai dan timbal balik, penghindaran intervensi negara lain,serta dukungan terhadap segala bentuk perjuangan anti-kezaliman di berbagai belahan dunia. Rahbar mengatakan, “Ini adalah prinsip yang menarik, segar dan luhur yang menyedot perhatian bangsa-bangsa khususnya kalangan elit mereka.
Mengikuti prinsip dan politik-politik ini termasuk di antara strategi politik luar negeri Iran. Solusi yang diusulkan oleh Iran dalam mereaksi transformasi penting kawasan termasuk Suriah, Yaman dan Irak juga berdasarkan prinsip tersebut. Meski politik luar negeri Iran dalam hal ini menghadapi berbagai kendala dan tatangan dan gagal mewujudkan tujuannya, namun Republik Islam tidak pernah menyimpang dari prinsipnya. Contoh nyatanya adalah politik Iran dalam masalah Palestina.
Republik Islam Iran tetap menolak rezim penjajah Zionis serta mengutuk kejahatan brutal Israel, meski harus ditebus dengan berbagai tekanan dari berbagai pihak. Iran bersikeras menekankan referendum dengan partisipasi semua warga Palestina sebagai bagian dari solusi demokratis untuk krisis Palestina.
Terkait krisis Suriah, Iran juga berpendapat bahwa solusi masalah Suriah adalah pemilihan umum dan untuk mewujudkan hal tersebut, seluruh bantuan finansial dan senjata kepada para teroris dan militan oposisi harus dihentikan. Karena hanya dengan cara itu, rakyat Suriah dapat menggelar pemilu dalam suasana aman dan tenang serta dapat menentukan pilihan mereka.
Sikap yang sama juga ditunjukkan Iran terkait krisis di Yaman dan Bahrain. Literatur dan politik Iran dalam hal ini menekankan penghentian segera kejahatan rezim al-Saud dan dimulainya perundingan Yaman-Yaman serta perhatian terhadap tuntutan sah rakyat Bahrain.
Jelas bahwa instansi diplomasi Iran dalam membela warga tertindas khususnya bangsa Palestina telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Pada setiap kesempatan maupun konferensi, Iran menjelaskan sikapnya secara jelas dan transparan dalam membela hak bangsa Palestina, serta tidak gentar menghadapi kecaman dan agitasi dari pihak-pihak pendukung rezim Zionis Israel.
Pandangan strategis ini juga tercermin dalam politik luar negeri Iran yang berlandaskan pada keyakinan dan nilai-nilai Revolusi Islam yang memiliki posisi tinggi dan terhormat di kawasan dan dunia. Oleh karena itu, sikap Republik Islam Iran terkait berbagai masalah khususnya masalah Palestina, Bahrain, Yaman, Suriah dan Irak juga sangat jelas dan logis. Sementara tujuan utama kubu imperialis adalah pengabaian dan pada akhirnya terlupakannya krisis Palestina.
Republik Islam Iran selalu dan di setiap kesempatan membela hak-hak bangsa tertindas Palestina dengan sepenuhnya dan sampai kapan pun. Oleh karena itu, dengan kemenangan Revolusi Islam, periode baru perlawanan anti-imperialis telah dimulai dan dukungan hak-hak bangsa-bangsa menjadi salah satu prinsip dan slogan utama dalam gerakan Imam Khomeini ra, pendiri Republik Islam Iran.
Pada hakikatnya, esensi dan pesan utama Revolusi Islam adalah penafian politik penjajahan, berdasarkan ideologi Revolusi Islam yang berporos keadilan, serta pengungkapan watak dan esensi rezim-rezim penjajah dan imperialis. Revolusi Islam Iran, menurut Ayatullah Khamenei, telah mengubah perjuangan hak bangsa Palestina menjadi gerakan jihad Islam. Penetapan Hari Qods Sedunia oleh Imam Khomeini ra, juga berlandaskan pada asas tersebut.
Instansi diplomasi Iran dengan partisipasi aktif dan bertanggungjawabnya di berbagai konferensi dan sidang lembaga-lembaga internasional, termasuk melalui Gerakan Non-Blok, di mana Tehran saat ini menjadi pemimpin periodiknya, mengumumkan dengan jelas dukungan terhadap bangsa-bangsa tertindas tanpa pertimbangan politik apapun. Serta tanpa mempedulikan tekanan dari kekuatan adidaya dunia, Republik Islam terus mengemukakan dukungannya.
Dalam hal ini, Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif pada konferensi Forum Ekonomi dunia di Davos, Swiss, dan dalam sesi bertema “Upaya Menciptakan Stabilitas di Timur Tengah”, menegaskan kembali politik Republik Islam Iran untuk menjamin keamanan dan stabilitas di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Presiden Iran, Hassan Rouhani, juga tahun lalu, pada sidang Majelis Umum PBB menilai penjahan, agresi dan intervensi militer sebagai akar perang, perusakan dan teror. Menyinggung hak bangsa-bangsa regional, Rouhani mengatakan, “Jika agresi militer Amerika Serikat ke Afghanistan dan Irak tidak terjadi, dan jika bukan dukungan Amerika Serikat terhadap aksi-aksi rezim penjajah rezim Zionis terhadap bangsa tertindas Palestina, maka sekarang para teroris juga tidak memiliki alasan untuk menjustifikasi aksi-aksi mereka.
Sikap-sikap tersebut membuktikan bahwa Republik Islam Iran tidak pernah bimbang dalam membela hak bangsa-bangsa tertindas dan selalu berusaha menjadi pembuka jalan efektif bagi perjuangan bangsa-bangsa. Dan dampaknya dapat disaksikan pada meluasnya gerakan Kebangkitan Islam di kawasan.