Nov 20, 2021 18:20 Asia/Jakarta

Surat Al-Hujurat ayat 10-12

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10)

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (49: 10)

Salah satu kelebihan Islam adalah menjalin hubungan persaudaraan antara semua orang yang beriman. Biasanya, dua saudara laki-laki dalam sebuah keluarga menemukan diri mereka pada pijakan yang sama satu sama lain; Seseorang tidak mencari superioritas atas yang lain dan tidak melihat dirinya sebagai superior dan unggul. Islam juga menganjurkan agar semua orang beriman, dengan segala perbedaan etnis, ras dan bahasa mereka, menganggap diri mereka setara satu sama lain dan tidak seorang pun menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain.

Rasulullah Saw membangun persaudaraan di antara para sahabatnya sehingga ikatan ilahi ini akan selalu ada di antara umat Islam sepanjang sejarah. Dalam pidatonya di tempat dan waktu yang berbeda, ia menekankan hal ini: orang Arab tidak lebih tinggi dari non-Arab dan orang kulit putih tidak lebih tinggi dari orang kulit hitam, dan semuanya adalah saudara dan hamba Allah.

Setiap kali terjadi perselisihan antara dua oang atau dua kelompok mukmin, sudah sewajarnya orang-orang mukmin berkewajiban untuk menciptakan perdamaian dan rekonsiliasi di antara mereka berdasarkan prinsip persaudaraan dan menegakkan keadilan di antara mereka.

Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran berharga yang dapat dipetik:

1. Tidak seorang pun diperbolehkan untuk menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain, karena semua orang mukmin adalah sama dan setara satu sama lain. Berbeda dengan hubungan orang tua dan anak yang bersifat top-down, hubungan antar saudara kandung adalah sederajat.

2. Sebagaimana keluarga bekerja untuk menyelesaikan perbedaan antara dua bersaudara, demikian pula komunitas Islam harus bekerja untuk menyelesaikan perbedaan di antara orang-orang yang beriman dan membangun perdamaian dan rekonsiliasi di antara mereka.

3. Kedamaian, ketenangan dan keintiman di antara orang-orang percaya adalah pendahuluan dari turunnya rahmat ilahi.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (11)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (49: 11)

Ayat sebelumnya menekankan persaudaraan di antara orang-orang beriman, dan ayat kali ini menyebutkan tiga contoh dosa lisan yang merusak hubungan persaudaraan tersebut. Ayat ini menyatakan, tidak ada pria dan wanita dan tidak ada kaum serta etnis yang berhak melecehkan serta menghina pribadi atau kaum lain, karena tidak ada pribadi dan kaum yang lebih unggul dari yang lain dan merasa berhak untuk mempermalukan kelompok lain.

Juga, menempatkan nama dan gelar yang tidak pantas pada orang dan kerabat serta memanggil mereka dengan gelar yang buruk dan jelek menyebabkan keburukan dan kebencian di antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, Allah menganggapnya sebagai dosa dan tidak menyesali perbuatan buruk ini dianggap sebagai tanda penindasan terhadap orang lain.

Dari satu ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Iman kepada Tuhan tidak selaras dengan mempermalukan hamba Tuhan.

2. Mempermalukan pribadi atau kaum lain adalah indikasi menganggap diri unggul. Al-Quran melawan fenomena seperti ini dan mengatakan, jangan menganggap dirimu unggul dari yang lain, mungkin mereka yang kamu permalukan lebih baik dari dirimu.

3. Membongkar aib orang lain dan mendiskreditkan mereka mendorong orang lain untuk menemukan kesalahan kita dan mengeksposnya untuk melawan kita. Dengan kata lain, menfitnah orang lain bukan jalan satu arah. Cepat atau lambat, masalah ini akan menjadi dua arah serta akan mendorong orang lain mencari aib kita dan membuat buruk nama kita.

4. Salah satu tujuan strategis Islam adalah membuat lingkungan sosial tetap sehat dari perilaku buruk dan tak terpuji serta mencegah tensi dan konfrontasi di tengah masyarakat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12)

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (49: 12)

Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini menjelaskan tiga dosa lain yang melemahkan hubungan persaudaraan di antara anggota masyarakat. Meski Al-Qur'an merekomendasikan orang mukmin untuk berprasangka baik terhadap sesamanya, namun sangat disayangkan sejumlah orang masih berprasangka buruk. Mereka memata-matai urusan orang lain berdasarkan spekulasi dan tanpa alasan dan argumen, dan tanpa alasan, menuduh mereka.

Ghibah atau menggunjing adalah ketika manusia membicarakan orang lain tanpa kehadirannya, di mana orang tersebut akan marah bila mendengarnya. Di ayat ini, ghibah disamakan dengan memakan daging orang mati. Karena ketika orang yang mengghibah membawa reputasinya kepada orang lain, karena dia tidak di depan umum dan tidak dapat membela diri, reputasinya yang hilang tidak dapat dikompensasi.

Dari satu ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Di masyarakat Islam, prinsipnya adalah semua manusia tidak bersalah, berprasangka baik dan saling percaya.

2. Prasangka buruk mendorong orang untuk memata-matai urusan orang lain dan pada akhirnya berghibah dan mengungkap aib mereka.

3. Salah satu metode memperingatkan manusia dari perbuatan buruk adalah memanfaatkan emosi manusia. Misalnya, di ayat ini, mereka yang menjadi objek ghibah adalah saudara yang telah meninggal dan tidak memiliki kekuatan untuk membela diri.

4. Tidak ada kebuntuan di agama. Seberapa pun besarnya dosa manusia akan dapat dikompensasi dengan taubat sejati, karena Tuhan Maha Menerima Taubat dan Penyayang.