Fungsi dan Peran Masjid (44)
Masjid memiliki peran yang tak terbantahkan di semua bidang ibadah, pendidikan, politik, budaya, ekonomi, dan sosial. Di semua ranah ini, terlihat jelas peran sentral masjid dalam mengarahkan dan membimbing masyarakat Muslim.
Di sepanjang sejarah, masjid tidak pernah difungsikan untuk kegiatan ibadah tertentu saja, karena ibadah dalam perspektif Muslim tidak terbatas pada amalan spesifik, tetapi seluruh perbuatan yang diniatkan untuk Allah Swt akan terhitung ibadah.
Salah satu peran penting masjid adalah memberikan pencerahan politik kepada kaum Muslim. Peran politik masjid dianggap berbahaya oleh rezim tirani dan kelompok takfiri sehingga mendorong mereka untuk melemahkan dan menghancurkan masjid.
Saat ini, kelompok takfiri Daesh memiliki peran besar dalam menghancurkan tempat-tempat ibadah umat Islam. Beberapa tahun terakhir, Daesh mencoba merusak citra Islam dengan dukungan negara-negara arogan dan pengobar perang. Salah satu fokus operasi Daesh adalah menghancurkan masjid terutama di negara-negara Muslim. Mereka telah menghancurkan ratusan masjid di Irak dan Suriah saja.
Perlu dicatat perang terhadap masjid tidak hanya berwujud serangan fisik, tetapi ada komunitas tertentu yang memerangi ruh dan jiwa masjid. Di Berlin, sebuah masjid liberal pertama di Jerman diresmikan pada Juni 2017, di mana kegiatan di sana benar-benar bertentangan dengan hukum Islam.
Salah satu pengurus masjid liberal ini menuturkan, "Ini adalah sebuah masjid liberal yang akan membuka pintu untuk siapa pun dan semua memiliki hak yang setara. Wanita tidak perlu memakai jilbab di masjid ini dan mereka dapat menjadi mu'adzin atau imam shalat. Semua kalangan yaitu kaum perempuan, laki-laki, Muslim Sunni maupun Syiah, bahkan kalangan homoseksual bisa datang ke masjid ini untuk beribadah."
Masjid liberal ini dinamai Masjid Ibn Rushd-Goethe. Nama ini diambil dari nama pemikir Arab dan filosof Abad Pertengahan Ibnu Rushd, serta nama penulis dan penyair Jerman Johann Wolfgang Goethe.
Anehnya lagi, pendiri masjid liberal ini, Seyran Ates menyebut Masjid Ibn Rushd-Goethe sebagai langkah awal untuk memerangi terorisme dan fundamentalisme serta untuk pertukaran budaya.
Padahal, semua agama samawi menganggap homoseksual sebagai dosa besar dan Islam menyiapkan hukuman khusus untuk pelakunya. Soal sekularisasi Islam, perlu dicatat Islam adalah sebuah agama sosial yang tidak pernah absen dari ranah kehidupan individu Muslim. Shalat berjamaah dan Jumat, begitu pula ibadah haji adalah contoh nyata dari dimensi sosial Islam dan bentuk penentangan agama ini terhadap sekularisme.
Jilbab dalam Islam merupakan bagian dari kewajiban agama dan mengingkari prinsip jilbab terlebih lagi di masjid adalah dosa dan maksiat. Dalam Islam, perempuan juga tidak bisa menjadi imam shalat untuk kaum laki-laki.
Oleh karena itu, masjid liberal Berlin bukan hanya tidak membantu mempromosikan Islam dan semangat spiritual, tetapi sebuah bentuk penyimpangan dari ajaran luhur Islam dan fungsi-fungsi masjid.
Masjid liberal yang muncul di negara-negara Eropa dan Amerika pada dasarnya lebih buruk dari Masjid Dhirar, yang dihancurkan Rasulullah Saw pada permulaan Islam. Masjid ini dibangun untuk menyebarkan kekufuran, perpecahan, dan perselisihan di antara masyarakat Muslim. Masjid-masjid liberal yang berdiri sekarang juga bertujuan menyebarkan kekufuran dan menentang perintah agama.
Sejarah Singkat Masjid Suleymaniye Istanbul
Masjid Suleymaniye adalah salah satu masjid yang paling megah di Turki dan masjid terbesar kedua di Istanbul. Masjid ini dibangun atas perintah Sultan Sulaiman I (dikenal sebagai Sultan Suleyman Agung, yang terkuat dan terkaya dari semua Sultan Ottoman) dan dirancang oleh arsitek kerajaan waktu itu, Mimar Sinan.
Proyek ini dimulai pada tahun 1550 Masehi dengan melibatkan 3.500 pekerja ahli dan diresmikan pada 1557. Masjid ini dibangun megah dengan tetap menjaga kesan sederhana, dan dekorasi yang sederhana ini memberikan nuansa yang berbeda untuk karya ini.
Mimar Sinan menggabungkan arsitektur khas Ottoman (menara tinggi dan ramping) dengan gaya Bizantium (bangunan berkubah besar yang didukung oleh setengah kubah seperti Hagia Sophia).
Sama seperti kebanyakan masjid kerajaan, Masjid Suleymaniye lebih dari sekedar tempat ibadah. Di samping aula utama dan halaman, kompleks masjid ini juga mencakup empat madrasah, pemandian (hamam), rumah sakit, sebuah caravansera (penginapan untuk pelancong dan pedagang), dan dapur umum untuk orang miskin dari Muslim, Kristen, dan Yahudi. Ini adalah salah satu model terbaik dari arsitektur Islam Ottoman di Istanbul.
Interior masjid ini sederhana, namun mempesona. Penggunaan ubin iznik dan mihrab marmer putih telah memberikan nuansa ketenangan dan keindahan yang menakjubkan. Pemandangan akan terlihat lebih indah ketika cahaya matahari menembus 200 jendela kaca berwarna yang menghiasi masjid ini. Hiasan, ornamen dan keramik-keramik cantik khas Turki semakin memperindah pemandangan masjid.
Uniknya, bahan bangunan yang dipakai untuk Masjid Suleymaniye didatangkan dari berbagai negara. Ia diperkuat oleh empat tiang besar yang berasal masing-masing satu dari Baalbek, satu lagi dari Aleksandria, dan dua dari istana kuno Bizantium. Lukisan-lukisan di dalam masjid berasal dari abad ke-19 dan sudah pernah diperbaiki.
Masjid Suleymaniye memiliki panjang 59 meter dan lebar 58 meter, kubah utama setinggi 53 meter dan memiliki diameter 26,5 meter. Kubah utama diapit oleh dua buah sub-kubah di kedua sisinya. Kubah-kubah ini menerapkan sistem akustik sehingga semua jamaah dapat mendengar suara dari imam dan khatib dengan jelas. Di samping itu masih ada kubah-kubah kecil yang berfungsi menyerap dan memantulkan suara yang diucapkan oleh khatib di mimbar.
Mimar Sinan juga menciptakan sumber pencahayaan alami dan ventilasi udara dengan membuat jendela di dinding bawah kubah. Jumlah jendela ini cukup banyak sehingga bagian dalam masjid tetap terang selama siang hari.
Masjid ini memiliki empat menara dan menurut tradisi, dengan nomor ini sultan ingin menunjukkan bahwa ia adalah penguasa Ottoman keempat sejak penaklukan Konstantinopel. Dengan cara yang sama, jumlah 10 balkon di empat menara menandakan bahwa ia adalah sultan kesepuluh sejak Kesultanan Ottoman.
Sinan dikenal tidak hanya karena keindahan karyanya, tetapi juga memperhatikan banyak faktor ketika mendesain bangunan, dan salah satunya adalah asap yang akan keluar dari 275 lilin yang dipakai untuk menerangi ruang ibadah di malam hari. Ia mendesain dinding sedemikian rupa sehingga asap lilin akan diarahkan ke tempat khusus di dalam masjid, yang kemudian dikumpulkan dan diubah menjadi tinta yang sangat bagus.
Arsitek masjid ini juga membangun terowongan berkubah bawah tanah sebagai sirkulasi udara. Udara dari terowongan ini akan diarahkan ke dalam masjid sehingga ia akan terasa sejuk di musim panas dan hangat di musim dingin.
Setelah selamat dari sejumlah gempa bumi dan kebakaran dengan hanya sedikit kerusakan, desain dan seni arsitekturnya memukau banyak orang selama berabad-abad. Masjid ini juga menjadi subyek penelitian arsitektur kontemporer dari seluruh dunia.
Mimar Sinan adalah seorang pemikir yang meninggalkan banyak catatan tangan yang tersembunyi di seluruh bagian masjid, sehingga memberikan warisan kepada para arsitek berikutnya yang akan melakukan pekerjaan perbaikan dan perawatan.
Pada 1950-an ketika Masjid Suleymaniye mengalami perbaikan dan perawatan, para pekerja menemukan tulisan pesan dalam bahasa Turki Utsmani. Setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki modern, para arsitek menyadari jika itu adalah pesan pribadi yang ditulis langsung oleh Sinan tentang panduan perbaikan masjid. (RM)