Okt 30, 2019 16:41 Asia/Jakarta

Krisis keamanan Suriah meletus pada tahun 2011 menyusul serangan luas milisi bersenjata dan kelompok-kelompok teroris takfiri yang didukung oleh Amerika Serikat, Arab Saudi, rezim Zionis Israel, sejumlah negara Barat dan sekutunya termasuk Turki.

Mereka berusaha menggulingkan pemerintahan sah Presiden Bashar al-Assad dan menggantikannya dengan pemerintahan boneka Barat.

Milisi bersenjata dan kelompok-kelompok teroris takfiri dukungan Barat dan sekutunya itu telah melakukan berbagai kejahatan mengerikan di Suriah yang menyebabkan ribuan orang tewas dan jutaan lainnya mengungsi.

Namun perjuangan rakyat dan militer Suriah serta bantuan poros Muqawama berhasil memukul mundur milisi bersenjata dan kelompok-kelompok teroris takfiri, bahkan kini rakyat Suriah di ambang kemenangan dalam menghadapi perang proxi dan konspirasi jahat AS dan sekutunya.

Meski para pejabat AS dan sejumlah negara Eropa satu suara untuk menggulingkan Assad, namun upaya itu gagal dan rakyat Suriah meraih kemenengan meski hingga saat ini masih terus berjuang melawan sisa-sisa milisi bersenjata dan teroris takfiri termasuk Daesh (ISIS).

Presiden Suriah dalam sebuah konferensi di Damakus pada 11 November 2017 silam mengatakan, tujuan dari penciptaaan krisis dan perang di Suriah adalah agar negara-negara di kawasan menjadi negara tertinggal.

"Musuh menginginkan agar negara-negara regional melayani kepentingan lembaga-lembaga keuangan negara-negara besar yang dipimpin oleh Amerika Serikat," kata Assad seperti dilaporkan IRNA.

Konferensi yang mengusung tema "perlawanan terhadap koalisi Amerika, Zionis dan reaksioner, dan dukungan kepada Palestina" itu dihadiri oleh wakil-wakil dari berbagai partai, tokoh-tokoh nasional Suriah, Lebanon, Palestina, Yaman, Yordania, Mesir, Irak, Aljazair, Bahrain dan Mauritania. (RA)

Tags