Filosofi Hukum dalam Islam (29-Habis)
Edisi terakhir kajian Ramadhan ini kita tutup dengan mengkaji tema tawalli dan tabarri dalam Islam. Tawalli berarti kecintaan dan loyalitas, sementara tabarri bermakna menjauh dan berlepas diri dari musuh Tuhan, atau dengan kata lain daya tarik dan daya tolak.
Hukum tarik-menarik dan tolak-menolak dalam sistem penciptaan adalah sebuah hukum yang bersifat universal di alam semesta dan tidak ada partikel di alam semesta yang keluar dari ketentuan hukum ini.
Benda-benda di alam semesta mulai yang paling besar sampai yang terkecil memiliki daya tarik-menarik dan tolak-menolak. Hukum ini juga berlaku dalam interaksi manusia di semua aspek sosial, agama, budaya, dan politik. Oleh karena itu, individu dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok berdasarkan hukum daya tarik dan daya tolak.
Sebagian orang hanya memiliki daya tarik dan menarik semua individu dengan berbagai latar belakang akidah, karakter, dan perilaku ke arahnya. Kelompok lain hanya memiliki daya tolak dan sama sekali tidak menyimpan daya tarik.
Sebagian orang benar-benar berkarakter cuek serta tidak memiliki daya tarik dan daya tolak. Dan golongan terakhir orang yang menyimpan daya tarik dan daya tolak.
Pertanyaan penting di sini, tipe manakah dari empat kategori tersebut yang sejalan dengan ajaran Islam?
Tidak diragukan lagi bahwa manusia yang memiliki ideologi rasional, berprinsip, dan berketuhanan, menyimpan kekuatan daya tarik dan juga daya tolak. Ia akan menarik kekuatan yang sejalan dan sepemikiran ke arahnya. Karismanya menembus hati orang-orang dan menolak mereka yang tidak memiliki kecocokan.
Seorang cendekiawan Muslim, Syahid Murtadha Mutahhari menuturkan, "Seorang mukmin harus memiliki daya tarik dan daya tolak serta memiliki batasan, yang menspesifikasikan kedudukannya terhadap ahli iman dan ahli nifak, kufur dan syirik. Dia harus memiliki daya tarik terhadap kaum mukmin dan non-mukmin yang tidak menentang kebenaran dan tidak tahu terhadap hal itu serta harus memiliki daya tolak terhadap selain mereka."
Al-Quran memperkenalkan Rasulullah Saw sebagai teladan dan berkata, "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka." (QS. Al-Fath, ayat 29)
Jadi, daya tarik dan daya tolak ini bersumber dari landasan ideologi dan keyakinan agama. Imam Jakfar Shadiq as pernah ditanya oleh seseorang apakah kecintaan dan kebencian (daya tarik dan daya tolak) bersumber dari iman? Imam menjawab, "Adakah iman sesuatu selain kecintaan dan kebencian?" Kemudian beliau membacakan ayat berikut, "… Allah menjadikan kamu "cinta" kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus." (QS. Al-Hujurat, ayat 7)
Poin penting lainnya adalah bahwa daya tarik dan daya tolak dalam budaya Islam harus dilakukan atas motivasi Ilahi dan mengesampingkan segala bentuk sikap emosi, fanatisme buta, dan motif balas dendam.
Suatu hari Rasulullah Saw bertanya kepada para sahabatnya tentang tanda iman yang paling kuat, sebagian menjawab shalat, sebagian yang lain berkata zakat, dan sebagian lagi meyakini puasa, yang lain menjawab haji, dan sisanya berkata jihad.
Rasulullah kemudian bersabda, "Semua nama yang kalian sebut tadi memiliki keutamaan masing-masing, tetapi tanda iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan mengikuti para auliya dan orang-orang yang dikasihi-Nya serta membenci musuh-musuh Allah."
Mengenai pentingnya daya tarik dan daya tolak, mari kita simak firman Allah Swt dalam surat al-Mumtahina ayat 1, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia…"
Allah kemudian mencela orang-orang yang melanggar perintah yang jelas ini dan berfirman, "Kalian menampakkan kasih sayang kepada mereka, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu."
Namun, orang-orang yang lemah imannya merasa takut kepada musuh dan dengan pemikiran dangkalnya mereka berpikir bahwa kita harus menampakkan kasih sayang kepada musuh agar kemuliaan kita terjaga.
Al-Quran menolak pemikiran yang hina ini yang bertentangan dengan ajaran tauhid dengan berkata, "(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah." (QS. An-Nisa, ayat 139)
Orang-orang yang lemah imannya telah terperdaya dengan kekuatan musuh dan mereka takut dengannya, padahal kekuatan mereka sangat rapuh dan ketika sebuah makhluk kecil yang disebut virus Corona mewabah, kelemahan mereka tampak jelas di mata seluruh masyarakat dunia.
"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui." (QS. Al-Ankabut, ayat 41) (RM)