Berbeda dengan pandangan dangkal sekelompok orang, perintah berbuat baik dan mencegah keburukan atau ammar makruf dan nahyi munkar, bukan hanya bagian dari ibadah dan akhlak, tapi mencakup seluruh masalah akidah, sosial, budaya, politik, ekonomi dan militer.
Poin penting lainnya, kita tahu ammar makruf dan nahyi munkar tidak hanya untuk kelompok masyarakat awam saja, ia bahkan harus dimulai dari kalangan elit seperti pemimpin politik dan pemimpin keagamaan yang memainkan peran determinan dalam perbaikan atau kerusakan sebuah masyarakat.
Rasulullah Saw bersabda, dua kelompok dari umatku yang jika diperbaiki, maka umatku akan baik, dan jika mereka rusak, umatku juga akan rusak. Rasulullah Saw kemudian ditanya, siapakah kedua kelompok itu, beliau berkata, para fakih dan penguasa. (Al Khisal jilid 12, hlmn 37)
Dari sabda Nabi Muhammad Saw di atas jelas bahwa peran pemuka agama dalam pengelolaan masyarakat lebih besar daripada para penguasa, pasalnya mereka dapat memberikan kesadaran pada masyarakat, dan mencegah terciptanya banyak penyimpangan terutama naiknya para penguasa otoriter, dan pembenci agama.
Salah satu contoh nyata yang dijelaskan Al Quran adalah para pemuka agama Yahudi dan Kristen yang kebungkamannya membuka jalan bagi sejumlah banyak penyimpangan dalam masyarakat.
Dalam surat Al Maidah ayat 62-63 Allah Sw berfirman, “Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.”
Imam Hussein bin Ali as saat berada di Mina, di hadapan sekitar 200 orang sahabat Nabi Muhammad Saw menyampaikan khutbah, dan dengan mengutip sejumlah ayat Al Quran beliau mengatakan, mengapa kalian tidak mengambil pelajaran dari kalam Ilahi, mengapa seperti para ulama Yahudi dan Nasrani, hanya diam dan tidak protes saat menyaksikan penyimpangan dan bid’ah yang bertentangan dengan teladan serta metode Nabi Muhammad Saw ?
Imam Hussein melanjutkan, kalian mengenal halal haram, kalian memiliki kedudukan yang diberkahi Tuhan di antara masyarakat awam dan kaum elit. Lalu mengapa hanya membisu, dan tidak melakukan apapun terhadap para penguasa tiran Bani Umayah ? Kalian pikir akan duduk bersama dengan Rasulullah Saw di surga dengan cara ini ? Sungguh bayangan yang keliru dan harapan kosong. (Tuhaful Uqul)
Dalam khutbah lainnya Imam Hussein as mengutip Rasulullah Saw dan berkata, siapapun yang menyaksikan ada penguasa dan sultan yang menghalalkan apa yang diharamkan Tuhan, mematahkan janjinya dengan Tuhan, menentang sunnah dan ajaran Nabi Muhammad Saw, serta berbuat dosa dan kejahatan di tengah hamba Allah Swt, namun ia tidak berbuat apapun dengan amal dan lisannya, maka Allah Swt akan melemparkan orang-orang semacam itu ke tengah api neraka bersama para penguasa lalim tersebut. (Tafsir Tabari jilid 7 hlmn 300)
Tidak diragukan, selain harus memiliki rasa tanggung jawab, para pemuka agama juga tidak boleh diam di hadapan penguasa otoriter, dan lalim, mereka harus bangkit dan memprotesnya, karena jika hanya diam mereka harus mempertanggung jawabkan sikapnya itu di hadapan Tuhan, dan layak mendapat hukuman.
Allah Swt berfirman tentang Bani Israel dalam Surat Al Maidah ayat 78-79, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.”
Sebagian besar penyimpangan yang dilakukan Bani Israel sudah diketahui Rasulullah Saw bakal terulang di tengah umat Islam, di antaranya sikap pemuka agama yang bungkam, diam serta abai di hadapan kezaliman.
Dalam sebuah riwayat Nabi Muhammad Saw bersabda, sesungguhnya Tuhan membenci manusia-manusia beriman yang tak beragama, dan dimurkai oleh-Nya. Semua terkejut dan bertanya, Ya Rasulullah Saw siapakah manusia beriman yang tak beragama itu ? Rasulullah menjawab, orang yang tidak mencegah kemunkaran, dan keburukan. ( Al Kafi, jilid 5 hlmn 59)
Oleh karena itu, tidak mungkin ada orang yang benar-benar beragama tapi diam menyaksikan penyimpangan dengan semua pembenaran, cari aman dan sikap meremehkan. Dalam sebuah riwayat Imam Muhammad Baqir as berkata, di akhir zaman kelak, ada sekelompok masyarakat yang meninggalkan ammar makruf dan nahyi munkar karena takut bahaya. Orang-orang semacam ini jika kondisi masyarakat berubah sehingga ibadah seperti shalat dan puasa tidak lagi membahayakan, maka merekapun akan meninggalkannya.
Poin terakhir yang perlu diperhatikan adalah tahapan ammar makruf dan nahyi munkar. Nabi Muhammad Saw bersabda, siapapun yang menyaksikan perbuatan buruk dan tidak layak, maka ia harus mencegah dengan kekuatannya, jika tidak mampu, maka cegah dan ubahlah dengan lisannya dalam bentuk protes, jika itu tidak memungkinkan, maka kecamlah itu di dalam hatinya, dan ini adalah tahap keimanan paling lemah. (Al Taughib wa Al Tarhib, jilid 3 hlm 222)
Jika seseorang tidak mengamalkan satupun dari tiga tahapan ini, maka ia sebagaimana yang disampaikan Imam Ali as, barangsiapa yang tidak memprotes keburukan dengan tangan, lisan dan hatinya, ia seperti orang mati di tengah orang hidup (yang tidak memiliki semangat keagamaan dan kemanusiaan). (HS)