Nov 23, 2020 16:19 Asia/Jakarta

Australia telah meminta maaf kepada rakyat Afghanistan setelah mengakui bahwa ada bukti yang dapat dipercaya mengenai pasukannya yang secara tidak sah membunuh warga sipil dan tahanan Afghanistan.

Kejahatan itu dilakukan antara 2005 dan 2016. Kelompok hak asasi manusia dan aktivis Afghanistan telah mendesak pemerintah Afghanistan untuk melakukan penyelidikan sendiri.

Kepala Angkatan Pertahanan Australia Jenderal Angus Campbell mengakui pada Kamis (19/11/2020) bahwa ada bukti di mana pasukan Australia telah secara tidak sah membunuh sedikitnya 39 warga sipil dan non-kombatan (orang yang tidak boleh diserang selama pertempuran) di Afghanistan.

"Kepada rakyat Afghanistan, atas nama pasukan pertahanan Australia, saya dengan tulus dan tanpa pamrih meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan tentara Australia," kata Campbell dalam sebuah konferensi pers.

Dia juga mengungkapkan hasil awal penyelidikan konflik Afghanistan. Inspektur Jenderal Angkatan Pertahanan Australia telah menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan oleh militer Australia di Afghanistan antara tahun 2005 dan 2016.

Serangkaian bukti telah mengungkap bahwa 25 pasukan khusus Australia terlibat dalam pembunuhan terhadap tahanan, petani, dan warga sipil Afghanistan.

Campbell menggarisbawahi bahwa mereka yang terlibat dalam pembunuhan di luar hukum terhadap warga Afghanistan telah meninggalkan "noda" pada catatan angkatan bersenjata Australia, dan kasus mereka akan ditangani oleh penyelidik khusus untuk kejahatan perang.

Dia menyimpulkan dengan mengatakan bahwa pembunuhan di luar hukum terhadap warga sipil dan tahanan "tidak pernah dapat diterima," dan dia pun meminta maaf kepada rakyat Afghanistan atas tragedi tersebut.

Sebelum adanya laporan tentang keterlibatan pasukan Australia dalam pembunuhan warga sipil di Afghanistan itu, Perdana Menteri Scott Morrison telah memperingatkan bahwa temuan itu akan mencakup "berita sulit bagi warga Australia."

Pemerintah Australia sebelumnya telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mencoba membungkam pelapor atau menolak laporan kesalahan oleh personel militer negara itu.

Pembunuhan brutal terhadap pria dan anak-anak tak bersenjata di Afghanistan pertama kali menjadi perhatian publik pada tahun 2017 ketika penyiar nasional ABC menerbitkan "Afghan files" yang mengungkap kejahatan perang pasukan Australia di Afghanistan.

Australia, yang bukan anggota NATO, telah berperan aktif di Afghanistan sejak Amerika Serikat, bersama dengan sejumlah sekutunya, menginvasi negara itu pada 2001. Perang dan pendudukan Afghanistan berlanjut hingga hari ini.

Agresi militer yang menggulingkan rezim Taliban telah gagal menghentikan aktivitas militan di negara itu dan dan juga gagal untuk memulihkan keamanan. Kekacauan yang sedang berlangsung juga membuka jalan bagi kelompok teroris Takfiri Daesh (ISIS) untuk mendapatkan pijakan baru di timur Afghanistan.

Australia masih memiliki sekitar 1.500 tentara yang tersisa di Afghanistan. Lebih dari 100.000 warga Afghanistan telah tewas atau terluka sejak 2009, ketika Misi Bantuan PBB di Afghanistan mulai mendokumentasikan korban jiwa. (RA)