Manasik Berdarah; Analisa Dimensi Hukum Tragedi Mina
(last modified Tue, 13 Sep 2016 12:50:35 GMT )
Sep 13, 2016 19:50 Asia/Jakarta

Tragedi Mina mungkin sebuah tragedi kemanusiaan yang jarang padanannya dalam setengah abad terakhir. Tragedi yang mengguncang dunia Islam. Setelah insiden ambruknya derek konstruksi di Masjidul Haram, tragedi Mina merenggut hampir nyawa hampir 8.000 hujjaj. Sebuah peristiwa yang melukai perasaan umat dan dunia Islam.  Dimensi tragedi Mina sedemikian luas sehingga meski telah berlalu satu tahun sejak peristiwa itu, duka dan kesedihan terus membayangi.

Meski Arab Saudi alih-alih menerima tanggung jawabnya atas terjadinya insiden tersebut dan melimpahkannya pada masalah takdir, akan tetapi dari sisi hukum internasional, tanggung jawab pemerintah di dunia tidak bergantung pada penerimaan atau penolakannya, karena  tanggung jawab tersebut berada di tangan pemerintah ketika terjadi pelanggaran undang-undang internasional.

 

Oleh karena itu, jika sebuah pemerintah melanggar ketentuan dan peraturan internasional, maka pemerintah itu harus mempertanggungjawabkannya di hadapan masyarakat internasional dan membayar ganti rugi. Akan tetapi mengapa Arab Saudi tidak menerima tanggung jawabnya dan sebenarnya ketentuan internasional apa yang telah dilanggar Arab Saudi?

 

Yang pasti pemerintah Arab Saudi bertanggungjawab atas tragedi Mina. Dalam dokumen ketentuan hak asasi manusia (HAM) dan dokumen internasional, pemerintah harus menjaga hak-hak warga asing di hadapan segala bentuk peristiwa. Jika sebuah negara telah mengijinkan warga asing memasuki wilayahnya, maka pemerintah negara itu harus memberikan jaminan keamanan, serta mengambil berbagai langkah untuk merealisasikannya.

 

Dengan demikian, pemerintah Arab Saudi bertanggungjawab membayar ganti rugi korban jiwa dan luka tragedi Mina. Para korban tragedi Mina juga berhak untuk menempuh jalur hukum guna menuntut ganti rugi atas hak-hak mereka yang lenyap. Gugatan terhadap pemerintah yang bertanggung jawab dan proses hukumnya adalah dalam rangka pencegahan terulangnya kembali tragedi yang sama. Namun sangat disayangkan sekali berdasarkan bukti-bukti dan keterangan para saksi mata, dapat disimpulkan bahwa dalam peristiwa Mina, seluruh prinsip kemanusiaan dan HAM telah dilanggar oleh Arab Saudi.

 

Hak keamanan dan hak hidup para tamu Allah Swt adalah prinsip paling mendasar bagi para hujjaj. Namun sayang sekali dalam tragedi tersebut, hampir 8.000 nyawa manusia melayang. Pembunuhan massal ini dilakukan di saat pemerintah Arab Saudi berdasarkan ketentuan internasional, harus menjamin hak-hak warga asing setelah Riyadh memberikan visa kepada mereka.

 

Hak untuk selamat dan mengakses layanan medis adalah salah satu hak mendasar lain para hujjaj yang dilanggar oleh pemerintah Arab Saudi. Pemerintah Riyadh seharusnya segera memberikan bantuan kepada korban luka, akan tetapi para saksi mata dan mereka yang berada di lokasi mengatakan, para aparat keamanan Saudi bahkan tidak menjaga hak-hak paling balik mendasar pada korban luka yang sangat membutuhkan bantuan karena kepanasan, kehausan atau yang tertindih.

 

Sampai pada akhirnya mereka meninggal dunia. Bahkan para tim penyelamat Saudi terbukti tidak becus dalam menyalurkan bantuan medis serta tidak ada manajemen krisis dalam agenda pengelolaan haji. Penolakan pemberian bantuan kepada para korban luka insiden Mina itu yang memperbanyak jumlah korban jiwa.

 

Tragedi besar ini terjadi di saat pasukan keamanan dan petugas penyelamat Arab Saudi dapat dengan mudah memberikan botol minuman kepada para korban luka atau menyiramkannya ke arah para korban. Sebuah markas pemadam kebakaran juga berada di dekat lokasi peristiwa serta tangki-tangkinya telah dipenuhi air. Pemerintah Arab Saudi juga dapat menggunakan helikopter untuk menyiramkan air ke arah para korban yang sedang kehausan dan kepanasan. Akan tetapi itu semua tidak dilakukan dan mereka membiarkan para hujjaj yang mulia meninggal dunia dengan kondisi kepanasan dan kehausan.

 

Berdasarkan keterangan saksi mata, masih banyak para korban luka yang masih hidup akan tetapi para pejabat Saudi melempar tubuh mereka ke dalam kontainer-kontainer jenazah tanpa mengecek kondisi mereka terlebih dahulu. Bahkan dalam banyak kasus, para korban dari sejumlah negara tertentu, secara sengaja dibiarkan hingga meninggal dunia, dan ketika mereka meminta pertolongan, dijawab aparat Saudi dengan penghinaan dan sikap tidak sopan.

 

Salah satu di antara hak para hujjaj adaah menjaga kehormatan jenazah para tamu Allah Swt tersebut. Akan tetapi yang terjadi adalah manajemen buruk pemerintah Saudi dalam memperlakukan jenazah hujjaj. Bahkan jenazah terakhir yang direlokasi dari lokasi peristiwa, beberapa jam setelah insiden terjadi.

 

Para jenazah hujjaj yang mulia dibiarkan tergeletak dan menumpuk di jalan di bawah terik matahari. Lamanya penanganan jenazah para hujjaj itu sendiri juga semakin mempercepat proses pembusukan jenazah. Di sisi lain, jumlah korban jiwa melampaui kapasitas kamar mayat di Mekah, Jeddah dan Taif.

 

Oleh karena itu, sebagian jenazah disimpan di kontainer-kontainer es, namun penempatannya tidak dengan kondisi yang baik. Sehingga banyak korban yang wajah mereka tidak dapat dikenali lagi. Pihak Saudi meletakkan jenazah di atas usungan. Dan mengingat tidak ada sarana standar untuk merelokasi jenazah ke dalam kontainer, akhirnya pihak Saudi menggunakan traktor untuk memasukkan jenazah ke dalam kontainer.  

 

Pemerintah Arab Saudi pada awalnya menguburkan sebagian jenazah hujjaj tanpa menginformasikannya terlebih dahulu kepada negara yang bersangkutan. Terkait dimensi hukum penguburan para korban tragedi Mina di Arab Saudi ini, harus dikatakan bahwa langkah itu bukan lagi wewenang pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan ketentuan internasional, pemerintah Saudi harus menyerahkan para korban ke negara asal.

 

Setelah tersebarnya berita tragedi Mina, para keluarga hujjaj mulai mengkhawatirkan nasib keluarga dan saudara mereka. Akan tetapi Arab Saudi lamban dalam memberikan informasi dan data yang akurat kepada negara-negara Islam. Di sisi lain, pemerintah Saudi seharusnya bertindak cepat mengatasi masalah ini sehingga dengan cepat menyerahkan jenazah para hujjaj kepada negara masing-masing. Akan tetapi sejak awal tragedi, Arab Saudi menolak bekerjasama dengan pemerintah dunia.

 

Yang pasti, pelanggaran hak asasi manusia pada tragedi Mina dengan jelas telah dilakukan Arab Saudi. Terulangnya tragedi getir ini menunjukkan bahwa Saudi tidak pernah secara serius ditindak untuk hak-hak para hujjaj. Karena sebagian negara yang mencatat korban dalam peristiwa tersebut, dengan cepat mengabaikan tragedi itu demi menjaga hubungan politik dan bahkan profit yang terjalin dengan Riyadh.

 

Tewasnya 8.000  hujjaj itu merupakan sebuah kegetiran untuk dunia Islam. Oleh karena itu, negara-negara yang merugi dan masyarakat internasional harus berusaha mencegah kemungkinan terulangnya kembali peristiwa itu melalui mekanisme hukum internasional.

 

Di sisi lain, salah satu tugas dan wewenang kementerian luar negeri negara-negara dunia adalah penindaklanjutan hak warganya. Diharapkan kementerian negara-ngara yang mencatat korban dalam tragedi Mina, melaksanakan tugasnya melalui proses hukum internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dewan Keamanan PBB, Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan lembaga-lembaga internasional lain untuk menindaklanjuti masalah ini.

 

Berdasarkan pasal delapan Piagam HAM, disebutkan bahwa siapa saja yang mengalami kerugian baik fisik, spiritual maupun materi, berhak untuk menuntut ganti rugi dan ini dapat diwakilkan kepada anggota keluarga korban.

Tags