Skenario di Balik Berdirinya Pemerintah Otonomi Selatan Yaman
(last modified Thu, 30 Apr 2020 07:08:11 GMT )
Apr 30, 2020 14:08 Asia/Jakarta
  • pasukan Dewan Transisi Selatan Yaman
    pasukan Dewan Transisi Selatan Yaman

Dewan Transisi Selatan Yaman dukungan Uni Emirat Arab, UEA baru-baru ini mengumumkan berdirinya pemerintahan otonom di wilayah selatan Yaman. Dewan Transisi Selatan Yaman dibentuk pada Mei 2017 dengan dukungan UEA.

Meski alasan utama pembentukan Dewan Transisi Selatan Yaman adalah perseteruan dengan pemerintah Abd Rabbuh Mansour Hadi, namun lebih dari itu ia didorong oleh upaya UEA mencari dukungan politik di selatan Yaman untuk bersaing dengan Arab Saudi.
 
Dewan Transisi Selatan Yaman khususnya dalam setahun terakhir dalam persaingannya dengan pemerintah Mansour Hadi, meraih posisi lebih baik di selatan Yaman, sehingga akhirnya mengumumkan pemerintahan otonom. Tahun 2019, perebutan kekuasaan antara Dewan Transisi Selatan Yaman dan pemerintah Mansour Hadi mencapai puncaknya. Pasukan Dewan Transisi Selatan saat itu berhasil menduduki Istana Kepresidenan, dan beberapa instansi pemerintahan lainnya di Aden. Situasi ini memaksa Saudi menggulirkan kesepakatan Riyadh yang ditandatangani November 2019 untuk membantu pemerintahan Mansour Hadi.
 
Pengumuman berdirinya pemerintah otonomi Selatan Yaman menunjukkan bahwa kesepakatan Riyadh, gagal dan menyebabkan bertambahnya ambisi Dewan Transisi Selatan untuk merebut kekuasaan di wilayah selatan Yaman. Mantan menteri luar negeri pemerintah Mansour Hadi, Khaled Al Yamani mengatakan, pengumuman yang disampaikan Dewan Transisi Selatan pada dasarnya adalah kelanjutan dari politik pemberontakan yang dimulai tahun 2017 di bawah dukungan UEA untuk menyerang kedaulatan nasional Yaman.
 
Ada dua pendapat umum terkait langkah yang diambil Dewan Transisi Selatan Yaman dengan mengumumkan pemerintahan otonom di wilayah selatan. Pertama, Saudi dan UEA bersepakat soal pemerintahan otonom Dewan Transisi Selatan ini, dan tidak ada pertentangan serius dalam hal ini antara Abu Dhabi dan Riyadh. Kedua, Saudi di satu sisi disibukkan dengan masalah internal, di antaranya persaingan kekuasaan dan menurunnya harga minyak, di sisi lain Riyadh juga terjebak dalam kubangan perang Yaman, ia berhadapan dengan dilemma apakah akan melanjutkan perang atau menghentikannya. Oleh karena itu, UEA memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat pengaruhnya di Yaman.
 
Abdel Bari Atwan, redaktur surat kabar Rai Al Yaum termasuk yang sepakat dengan pendapat ini. Atwan mengatakan, UEA kembali memanfaatkan kelemahan Saudi untuk mewujudkan cita-cita sejarahnya di selatan Yaman. Gelombang serangan sebelumnya Dewan Transisi Selatan ke pangkalan-pangkalan militer Mansour Hadi dilakukan pasca insiden Aramco, dan melemahnya Riyadh, dan gelombang berikutnya dilakukan saat Saudi sibuk melawan wabah Virus Corona. Jatuhnya Aden secara total ke tangan  kelompok separatis merupakan kemajuan strategis untuk menjamin kepentingan ekonomi dan militer UEA di Selat Bab El Mandeb, dan Abu Dhabi tidak akan pernah melepas kemenangan ini. 
 
Pertanyaaan adalah, dengan memperhatikan langkah Dewan Transisi Selatan Yaman mengumumkan pemerintahan otonom, skenario apa yang dapat dibaca bagi wilayah geografis Yaman ? Sepertinya situasi saat ini memberikan gambaran adanya 4 skenario yang mungkin dalam hal ini.  
 
Skenario pertama, setelah Abd Rabbuh Mansour Hadi meraih kekuasaan pada tahun 2012 dalam sebuah pemilu sandiwara dengan calon tunggal, sebuah konferensi dialog nasional terbentuk di Yaman, dan memutuskan untuk membagi Yaman menjadi 6 wilayah federal. Sekarang salah satu skenario yang paling mencolok adalah pembagian Yaman ke dalam tiga wilayah federal yang mencakup Sanaa, Hadhramaut dan Aden.
 
Wilayah federal Sanaa meliputi semua provinsi yang dikuasai Ansarullah bersama sekutu-sekutunya, yaitu Sanaa, Saada, Ibb, Amran, Dhamar, Raymah, Hudaydah, Bayda, dan Hajjah. Wilayah federal Hadhramaut meliputi provinsi-provinsi yang dikuasai pemerintah Mansour Hadi, yaitu Hadhramaut, Mahra, Shabwa, Socotra, Marib, Jawf dan sebagian dari Abyan. Wilayah ini penting karena Hadhramaut kaya minyak, dan mendominasi sekitar 36 persen total luas wilayah Yaman yang mencapai 528.000 kilometer. Wilayah federal Aden mencakup wilayah-wilayah yang dikontrol Dewan Transisi Selatan Yaman, dan meliputi Provinsi Aden, Lahij, Taiz, dan sebagian wilayah barat Abyan.
 
Yaman Selatan

Jika Yaman dibagi menjadi beberapa wilayah federal, di satu sisi Ansarullah dan sekutu-sekutunya akan tetap di seluruh wilayah yang didudukinya, di sisi lain Dewan Transisi Selatan Yaman dan pemerintah Mansour Hadi masing-masing menjadi otonom. Dengan demikian wilayah Yaman yang dikuasai Saudi dan UEA akan menjadi jelas. Negara federal di Yaman dianggap bisa mengakhiri perang, karena kemenangan Ansarullah di provinsi-provinsi utara seperti Al Jawf dan Marib menyebabkan koalisi Saudi berkesimpulan tidak mungkin mengalahkan Ansarullah di utara Yaman.

 
Saudi berusaha menduduki wilayah-wilayah timur Yaman, dan UEA bermimpi bisa menguasai seluruh pelabuhan Yaman. Maka skenario ini bisa terwujud jika agresi militer Saudi ke Yaman berlanjut. Jika skenario ini terwujud, masalah terpentingnya adalah bagaimana membentuk pemerintahan pusat, dan bersatu.
 
Skenario kedua adalah pembagian Yaman, dan kembali ke model dekade 1990. Yaman antara tahun 1960-1962 terbagi menjadi dua negara, Republik Arab Yaman di utara, dan Republik Demokratik Yaman di selatan. Kedua negara ini pada tahun 1990 bersatu, dan membentuk satu negara Republik Yaman.
 
Sekarang sepertinya pengumuman berdirinya pemerintahan otonom di selatan Yaman oleh Dewan Transisi Selatan dapat menjadi langkah menuju pembagian Yaman, karena pemerintah penyelamatan nasional Yaman yang terdiri dari Ansarullah dan sekutu-sekutunya, menduduki Sanaa dan wilayah-wilayah utara negara ini, serta merupakan pemain politik paling terorganisir saat ini di Yaman, sementara Dewan Transisi Selatan secara praktis adalah kelompok separatis, dan sedang berusaha mendirikan negara Yaman Selatan dengan ibukota Aden.
 
Skenario ketiga adalah meningkatkan eskalasi pertempuran di dalam Yaman mirip perang saudara tahun 1994. Yaman Utara dan Selatan pada tahun 1990 memutuskan untuk bersatu melalui sebuah kesepakatan, dan melahirkan Republik Yaman, namun pada tahun 1994 perang berdarah di antara kedua pihak pecah, dan dimenangkan oleh kubu utara, karena secara praktis Yaman Utara unggul dalam struktur kekuatan. Pengumuman berdirinya pemerintahan otonom di selatan Yaman dapat mengulang perang saudara tahun 1994. 
 
Demografi penduduk Yaman berasaskan sistem kesukuan. Maka dari itu pasca pengumuman berdirinya pemerintahan otonom di selatan Yaman, sejumlah provinsi di selatan Yaman menyampaikan penentangan serius. Pemerintahan Mansour Hadi menyebut langkah Dewan Transisi Selatan sebagai pemberontakan. Dengan demikian konfrontasi militer antara Dewan Transisi Selatan dan pemerintah Mansour Hadi diperkirakan dapat terjadi.
 
Ansarullah hingga kini belum menunjukkan sikap resminya terkait pengumuman berdirinya pemerintah otonom di selatan Yaman, namun sebagaimana biasanya Ansarullah selalu menekankan persatuan Yaman. Sekalipun Ansarullah saat ini tampak tidak ikut campur dalam konflik internal selatan Yaman, namun jika langkah ini berujung dengan terpecahnya Yaman, mungkin saja perkembangan politik baru akan tercipta, dan Ansarullah diperkirakan akan masuk ke selatan untuk menjaga persatuan nasional negara ini.
 
Skenario keempat adalah mediasi Saudi dan UEA untuk mendamaikan pertikaian Dewan Transisi Selatan dan pemerintah Mansour Hadi, serta menciptakan kesepakatan semacam kesepakatan Riyadh 2019. Meski langkah Dewan Transisi Selatan dianggap telah menggagalkan kesepakatan Riyadh, namun sepertinya skenario yang mungkin bagi situasi Yaman sekarang adalah mediasi ulang Saudi, dan membua ruang dialog kedua pihak bertikai dengan memusatkan perhatian pada perang bersama melawan militer dan komite rakyat Yaman. Selain itu membentuk pemerintahan bersatu yang terdiri dari Dewan Transisi dan pemerintahan Mansour Hadi. 
 
Terlepas dari skenario mana yang akan terwujud, poin pentingnya adalah wilayah geografis Yaman lebih dari sebelumnya semakin terancam, dan kondisi Yaman sekarang merupakan buah dari kebijakan-kebijakan Saudi terhadap negara ini. (HS) 

Tags