Fidel Castro, Bapak Revolusi Kuba (Bagian 1)
Pemimpin revolusi Kuba, Fidel Alejandro Castro Ruz meninggal dunia pada usia 90 tahun pada Jumat malam, 25 November 2016. Sahabat-sahabatnya menyebut Fidel sebagai simbol revolusioner, namun musuh-musuhnya menganggap Fidel sebagai diktator sejati. Dengan meninggalnya mantan Presiden Kuba sejak 1976-2008 ini, maka salah satu kasus yang penuh perdebatan di abad ke-20 ditutup.
Pasca diumumkan kematian Fidel Castro, Havana tenggelam dalam suasana berkabung. Jalanan di kota ini sepi pada Jumat malam. Kabar duka yang disampaikan Presiden Raul Castro membuat warga bersedih, beberapa bahkan meneteskan air mata. Seorang warga mengatakan, "Rakyat Kuba merasa sedih karena kehilangan panglima tertinggi revolusi, Fidel Castro. Kami berharap, di manapun berada, beliau selalu diberkati. Kami, rakyat Kuba, mencintainya." Di Biran, tempat kelahiran Fidel, orang-orang mengetuk pintu rumah saudara tirinya, Martin Castro. Dengan berurai air mata, mereka ingin memastikan kabar duka yang beredar.
Namun di sisi lain, yaitu di jalan-jalan di Little Havana di Florida Amerika Serikat –yang menjadi tempat para pelarian dan pembelot Kuba– suasana justru dipenuhi dengan kegembiraan. Penduduk imigran dari Kuba ini merayakan meninggalnya Fidel yang pernah memimpin negara asal mereka selama lima dekade. Ratusan warga dengan wajah penuh kegembiraan memenuhi jalan-jalan di Little Havana. Mereka menari, bernyanyi, dan memukul-mukul alat peralatan dapur.
Nama Fidel Castro telah menginspirasi ribuan revolusi di seluruh dunia selama setengah abad. Sedikit sekali ada tokoh seperti Fidel yang memiliki banyak pendukung, namun juga memiliki banyak musuh. Lalu apa rahasia pertentangan ini? Fidel Alejandro Castro Ruz yang kemudian dikenal dengan Fidel Castro lahir di kota Biran, Provinsi Holguin, Kuba pada 13 Agustus 1926. Ia adalah putra ketiga dari pasangan Angel Castro y Argiz dengan istri keduanya, Lina Ruz Gonzalez. Fidel lalu dibesarkan di rumah pertanian milik keluarga ibunya.
Saat umurnya menginjak usia enam tahun, bersama dua saudaranya yang lain Fidel dikirim ke asrama Santiago de Cuba. Pada tahun 1945, ia dipindahkan untuk bersekolah di Jesuit-run El Colegio de Belén, Havana. Setalah itu, ia melanjutkan studinya di Universitas Havana. Di sinilah keterlibatan Fidel dalam aksi perlawanan terhadap pemerintah dimulai.
Fidel Castro turut serta dalam upaya kudeta terhadap diktator Republik Dominika Rafael Trujillo pada tahun 1947. Setelah keterlibatan dalam kudeta ini, ia mendapat ancaman pembunuhan dari lawan politiknya, oleh karena itu ia melarikan diri ke New York, AS. Selama pelarian, Fidel mengisi waktunya untuk melanjutkan studi dan berhasil meraih gelar doktor di bidang hukum pada 1950. Setelah meraih gelar doktor, ia memutuskan untuk kembali ke Kuba.
Di Kuba, Fidel Castro ikut serta dalam aksi protes dan ia memimpin gerakan bawah tanah anti-pemerintah atas pengambilalihan kekuasaan lewat kudeta oleh Fulgencio Batista pada tahun 1952. Tahun 1953, Fidel memimpin serangan ke barak militer Moncada Santiago de Cuba, namun upaya ini gagal. Sebanyak 69 orang dari 111 orang yang ambil bagian dalam serangan ini tewas sedangkan ia sendiri ditangkap dan dipenjara 15 tahun.
Batista merupakan simbol pemerintahan yang korup, penindas dan boneka AS. Di masa Batista, para investor dan pemodal AS mendirikan kasino dan tempat –tempat pelacuran di Kuba untuk menenggelamkan negara ini dalam kerusakan. Rakyat Kuba dieksploitasi dan dibiarkan dalam kemiskinan dan keterpurukan. Batista juga tak segan-segan untuk menumpas oposisinya.
Fidel Castro dibebaskan pada 15 Mei 1955 setelah memperoleh pengampunan. Ia langsung memimpin upaya penggulingan rezim Batista. Perlawanan ini kemudian dikenal dengan Gerakan 26 Juli. Pada 7 Juli 1955, ia melarikan diri ke Meksiko dan bertemu dengan pejuang revolusioner Ernesto Che Guevara dari Argentina. Bersama 81 orang lainnya, ia kembali ke Kuba pada tanggal 2 Desember 1956 dengan menumpang kapal Granma dan melakukan perlawanan secara gerilya selama 25 bulan di Pegunungan Sierra Maestra. Usaha penggulingan pemerintahan diktator ini membuahkan hasil. Pemerintahan baru pun terbentuk di Kuba di mana Fidel Castro sendiri ditunjuk untuk menjadi Perdana Menteri pada tahun 1959.
Di karir politiknya, Fidel Castro tampil sebagai sekretaris pertama Partai Komunis Kuba,Communist Party of Cuba pada tahun 1965 dan mentransformasikan Kuba ke dalam Republik Sosialis Satu-Partai. Bersama partainya ini, ia maju ke pilpres Kuba. Tahun 1976, Fidel terpilih dan resmi dilantik sebagai Presiden Kuba. Di kancah internasional, ia menggalang kekuatan untuk melawan dominasi AS dan bekas negara Uni Soviet. Setelah runtuhnya Uni Soviet tahun 1991, cita-cita dan impiannya mulai diwujudkan dengan bertemu Hugo Chavez di Venezuela dan Evo Morales di Bolivia.
Revolusi Fidel Castro bersama rekan-rekan seperjuanganya merupakan protes terhadap kemiskinan, penindasan, kerusakan serta penghancuran terhadap kebanggaan rakyat Kuba oleh rezim-rezim diktator dan para pendukungnya. Di masa rezim-rezim boneka, rakyat Kuba hidup sengsara dan miskin. Lahan-lahan pertanian terbaik mereka dikuasai oleh kaum kapitalis AS dan para pemodal ini meraup keuntungan besar dari hasil tanaman tebu dan lainnya. Sebagian warga Kuba terpaksa menjadi buruh yang diperas tenaganya untuk perusahaan-perusahaan AS dan menyaksikan hedonisme orang-orang AS.
Banyak gadis muda Kuba yang terpaksa terjun ke dunia hitam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sementara kebanyakan laki-laki di negara ini tidak memiliki pilihan untuk memenuhi keperluannya kecuali dengan cara bergabung dengan kelompok-kelompok mafia untuk menjual narkotika. Dalam kondisi tersebut, kesenjangan antara orang-orang yang berafiliasi dengan rezim dan mayoritas rakyat miskin Kuba mencapai puncaknya. Ketidakadilan meliputi semua sektor sehingga sedikit saja ada pemicu, maka semua akan mendukung para revolusioner.
Revolusi yang mencapai kemenangan pada awal Januari 1959 di Kuba merupakan kemarahan publik terhadap kerusakan internal dan intervensi asing yang merendahkan martabat bangsa negara ini. Revolusi ini adalah dalam rangka untuk menuntut keadilan, kesejahteraan dan moralitas, di mana sebagian besar dari tujuan itu telah berhasil dicapai. Pasca kemenangan revolusi yang dipimpin Fidel Castro, AS terus berusaha menumpas para revolusioner Kuba. Salah satu upaya itu adalah pengiriman pasukan ke sebuah pulau kecil pada tahun 1961 untuk menggulingkan Fidel yang dikenal dengan invasi Teluk Babi.
Kegagalan invasi di Teluk Babi, Kuba pada 1961 merupakan salah satu lembaran sejarah paling memalukan bagi AS. Invasi Teluk Babi yang terjadi pada 17 April 1961 dilakukan oleh kelompok paramiliter Brigade 2506 yang dilatih dan didanai oleh Dinas Intelijen AS (CIA). Kelompok paramiliter yang bertujuan untuk menggulingkan Fidel itu dikirim dari Guatemala dan Nikaragua. Meski mereka dilatih dan didanai CIA, namun militer Kuba sukses mematahkan invasi itu hanya dalam waktu tiga hari.
Invasi di Teluk Babi menandai klimaks tindakan anti-Kuba oleh AS. Ketegangan AS-Kuba tumbuh sejak Fidel menggulingkan rezim diktator militer sayap kanan Jenderal Fulgencio Batista yang didukung AS pada 1 Januari 1959. Di masa itu, Pemerintahan Eisenhower dan Kennedy menilai bahwa pergeseran Fidel kepada Uni Soviet tidak bisa diterima, dan karena itu mereka berusaha menggulingkannya. Namun, invasi ini gagal total dan ternyata menjadi noda internasional bagi pemerintahan John Fietzgeerald Kennedy.
55 tahun pasca revolusi Kuba berlalu, negara ini mencapai kemajuan signifikan di sektor sosial dan budaya. Meski demikian, Kuba menghadapi berbagai persoalan politik dan ekonomi. Sebagian dari persoalan ini berakar dari inefisiensi internal dan sebagian lainnya dipengaruhi oleh permusuhan AS dan sanksi ekonomi selama setengah abad oleh Barat. Namun yang pasti, revolusi Kuba akan tetap menginspirasi bagi banyak gerakan penuntut keadilan di berbagai penjuru dunia, bahkan ketika Bapak Revolusi Kuba, Fidel Castro telah wafat sekalipun.