KTT G7 Perancis; Dari Friksi Hingga Harapan (2-Habis)
KTT G7 secara resmi dimulai di kota pelabuhan Biarritz, Perancis dengan acara jamuan makan malam oleh Presiden Perancis Emmanuel Macron yang juga menjadi ketua KTT pada 24 Agustus, pembicaraan kelompok itu telah dimulai dalam berbagai sesi dengan topik yang menarik.
Sekalipun demikian, dengan kemajuan KTT, tanda-tanda perpecahan antara kepala enam negara industri Barat dengan Presiden AS Donald Trump menjadi lebih jelas, meskipun Trump menolak penuh masalah ini. Dia mengklaim bahwa tidak ada perselisihan dengan sekutu Barat lainnya pada KTT G7 di Perancis. Donald Trump, Presiden Amerika Serikat hari Ahad, 25 Agustus dalam sebuah pernyataan mengatakan, "Kami memiliki hubungan baik dengan sekutu AS barat," kata Presiden AS Donald Trump, Minggu, 25 Agustus.
Trump membantah laporan di media-media pemberitaan bahwa ada perpecahan yang mendalam antara AS dan negara-negara G7 lainnya mengenai berbagai masalah penting dan beragam, termasuk masalah perdagangan dunia. Trump kemudian mempublikasikan tweetnya, "Sebelum saya datang ke Perancis, media berita palsu mengatakan bahwa hubungan AS dengan enam anggota G7 lainnya sangat tegang dan bahwa pertemuan 2 hari KTT G7 akan menjadi bencana. Baiklah, saya harus mengatakan bahwa kami akan mengadakan pertemuan besar dan para pemimpin G7 akan memiliki kerja sama yang sangat baik dan bermanfaat."
Trump, pada kenyataannya, telah berusaha menyalahkan media dengan menyangkal perselisihan dan kesenjangan saat ini antara AS dan enam negara anggota G7 lainnya. Padahal, masalah ini tidak hanya terjadi pada pertemuan puncak ini, tetapi juga selama KTT G7 tahun lalu di Kanada, dimana perselisihan ini meningkat sampai ke titik sehingga para analis menggunakan istilah G6 +1 bukannya G7 untuk merujuk pada perpecahan tajam dalam kelompok ini, dan Trump bahkan setelah berakhirnya KTT, menarik kembali tanda tangan dan dukungannya atas deklarasi KTT G7 di Kanada.
Trump membantah perselisihannya dengan para pemimpin G7 lainnya, dimana sebelum dimulainya KTT G7 di Perancis, beberapa dari mereka serta pejabat senior Eropa secara transparan menyampaikan penolakan mereka dengan pandangan Trump tentang masalah-masalah utama di KTT ini, seperti meningkatnya ketegangan perdagangan, perjanjian nuklir Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) dan Perjanjian Iklim Paris. Mereka juga telah meminta presiden kontroversi Amerika terkait sikap-sikapnya dalam masalah ini. Dengan demikian, berbeda dengan klaim kosong Trump, KTT G7 menjadi ajang pembahasan sejumlah isu termasuk kebijakan proteksionisme dalam perdagangan internasional, perubahan ikllim, Iran dan JCPOA serta langkah Perancis untuk menerapkan pajak bagi perusauah-perusahan besar digital. Dengan semua ini, desakan Trump pada sikap irasional dan unilateralisnya semakin mengisolasi Amerika Serikat, bukan hanya di G7 tetapi di arena global.
Salah satu masalah utama yang diangkat pada KTT G7 adalah bagaimana menangani Iran dan kesepakatan nuklir JCPOA. Secara khusus, perbedaan antara negara-negara Eropa anggota kelompok 4 + 1, yang juga merupakan anggota G7 dan Amerika Serikat tentang cara menangani Iran dan masalah JCPOA yang terus menjadi salah satu perbedaan utama dari dua kekuatan di dua sisi samudera Atlantik. Emmanuel Macron, Presiden Perancis dalam beberapa pekan terakhir setelah melakukan pembicaraan dengan Iran dan AS mengumumkan rencana untuk mengurangi ketegangan dan mempertahankan kesepakatan nuklir JCPOA.
Dalam hal ini, Macron bertemu dengan Donald Trump, Presiden AS Sabtu sore, 24 Agustus, dan melakukan pembicaraan tentang masalah ini. Istana Elysee mengumumkan bahwa Trump dalam pertemuan dengan Macron sebelum dimulainya KTT G7 mengatakan bahwa ia tidak mengejar perang, tapi menginginkan kesepakatan dengan Iran. Istana Elysee juga menyatakan bahwa Macron dalam pertemuan ini memberikan usulannya tentang Iran kepada Trump dan mengumumkan bahwa sesuai dengan proposal tersebut, Tehran diperbolehkan menjual minyaknya untuk waktu terbatas agar menghentikan pengurangan komitmen JCPOA-nya.
Beberapa sumber berita juga mengutip bagian dari rencana Perancis untuk Iran. Sesuai dengan rencana ini, sebagai imbalan mengizinkan Iran menjual minyak untuk waktu yang terbatas, Tehran harus kembali dari pengurangan komitmen JCPOA-nya, mengurangi perannya di kawasan itu dan memulai negosiasi. Sementara itu, Iran berkali-kali membantah dengan tegas soal perundingan kembali soal JCPOA. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif pada 23 Agustus, setelah bertemu dengan Macron mengatakan, "Kami menilai JCPOA tidak dapat dinegosiasikan."
Klaim Trump bahwa ia mencari kesepakatan dengan Tehran benar-benar tidak konsisten dengan kebijakan dan tindakannya. Pemerintahan Trump telah mengupayakan kebijakan tekanan maksimum terhadap Iran dengan menjatuhkan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap negara Iran, sementara secara bersamaan mengklaim untuk mencari perundingan dan kesepakatan dengan Tehran. Sejatinya, presiden AS yang kontroversial telah berulang kali telah menyampaikan masalah perundingan dengan Iran, sementara Tehran dengan tegas menentang setiap negosiasi dengan AS, mengingat sikap Trump yang menipu dan menganggapnya hanya menjadi alat Washington untuk memaksakan tuntutannya terhadap Iran.
Masalah penting lain yang dikemukakan oleh Macron dan Trump adalah klaim mereka yang tidak berdasar bahwa Iran harus dicegah memperoleh senjata nuklir. Dalam hal ini, Presiden Perancis menyatakan bahwa Perancis dan AS mengejar tujuan bersama terkait Iran. Macron di akhir pertemuan ini kepada para wartawan mengatakan, "Tujuan bersama AS dan Perancis adalah untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir."
Pada KTT G7, mereka juga menekankan dua masalah, yaitu Iran tidak memiliki senjata nuklir dan jaminan perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Barat. Bertentangan dengan klaim Barat dalam kerangka G7, Iran berkali-kali menyatakan bukan hanya tidak mengejar senjata nuklir, tetapi pada dasarnya dari sisi agama, membuat dan menggunakan senjata nuklir adalah menentang syariat agama, selain itu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah melakukan beberapa kali inspeksi terhadap program nuklir Iran lalu membuat berbagai laporan yang menyebutkan tidak ada penyimpangan dalam progran nuklir Iran menuju senjata nuklir.
Sementara AS bersama dengan rezim Zionis telah berulang kali menuduh Tehran mengejar program nuklir militer. Klaim yang telah diabaikan oleh masyarakat internasional, termasuk anggota kelompok 4 + 1 dan Badan Energi Atom Internasional. Tujuan sebenarnya dari pemerintahan Trump adalah untuk menarik diri dari JCPOA dan untuk mengekspresikan tuntutan berlebihan di luar kewajiban Iran di bawah JCPOA, hanya untuk memaksakan pembatasan berat pada program nuklir damai Iran dan pada akhirnya menghentikannya sepenuhnya sejalan dengan permintaan rezim Zionis dengan alasan Iran berupaya untuk memperoleh senjata nuklir. Tuntutan ini telah diumumkan pada Mei 2018 oleh Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS dalam bentuk 12 syarat, termasuk penangguhan penuh program nuklir dan rudal Iran serta perubahan kebijakan regional Iran. Pendekatan Amerika Serikat ini ternyata ditentang oleh Troika Eropa dan Uni Eropa.
Sekarang, pernyataan bahwa tujuan Perancis dan Amerika Serikat satu dalam menghadapi Iran, khususnya di bidang nuklir, menimbulkan keraguan besar tentang niat Macron memediasi antara Iran dan AS. Apa lagi secara khusus, Istana Elysee telah menunjukkan konvergensi Macron dan Trump yang lebih besar, termasuk dalam masalah Iran, meskipun ada beberapa perbedaan. Macron, setidaknya sampai akhir pertemuannya dengan Trump, meskipun ia percaya bahwa kesepakatan nuklir memiliki beberapa kekurangan yang harus diselesaikan melalui negosiasi, menyebutnya sebagai alat yang efektif untuk perdamaian dan keamanan internasional dan menyerukan pelestariannya.
Namun, Macron dalam sikap terbarunya di konferensi pers bersama dengan Trump setelah KTT G7, secara praktis mendukung sanksi terhadap Iran dan menganggapnya sebagai alat yang berguna. Sekaitan dengan hal ini, Macron menyatakan, "Trump mengatakan ekonomi Iran dalam kondisi yang buruk. Jika melihat sisi positifnya, kita memberikan tekanan untuk memperbaiki situasi. Iran mengatakan kami menandatangani perjanjian, tapi mereka tidak berkomitmen, dan kami ingin memperkaya uranium. Kami perlu memastikan Iran tidak mendapatkan senjata nuklir dan tidak ada ketegangan di wilayah tersebut."
KTT G7 di Biarritz, Perancis, diselenggarakan oleh Presiden Emanuel Macron resmi dibuka pada hari Sabtu dan berakhir pada hari Senin, 26 Agustus. Meskipun ada deklarasi yang disampaikan oleh Perancis yang menyiratkan beberapa kesepakatan, namun perselisihan tetap menaungi kelompok yang terdiri dari tujuh negara industri dunia. Menurut reporter CNN Jim Bitterman, "Pertemuan itu tidak memiliki pernyataan akhir, hanya pernyataan satu halaman yang sangat singkat, tanpa menyebutkan perubahan iklim dan kondisi Amazon. Namun, para pemimpin G7 telah berjanji akan mengalokasikan dana 22 juta dolar untuk memerangi kebakaran di Amazon.
Tentu saja, Macron dalam konferensi pers bersama dengan timpalannya dari AS Donald Trump, menggambarkan pembicaraan kelompok G7 tentang banyak masalah, termasuk Iran, sebagai hal yang produktif. Macron mengatakan, "Kami mendapat hasil yang baik pada masalah-masalah seperti Suriah dan Hong Kong, serta kebakaran di hutan Brasil. Kami bersatu dan luar biasa dalam KTT G7."
Dalam deklarasi KTT G7, tanpa menyebutkan perbedaan pendapat anggota, terutama dengan Trump, disebutkan bahwa pertemuan tersebut dapat mencapai sejumlah kesepakatan. Dalam pernyataan akhir itu ditekankan mengenai komitmen negara-negara anggota G7 untuk berusaha menjaga stabilitas ekonomi dunia. Deklarasi G7 juga memuat tentang Iran dan kelompok ini berusaha mendapat kepastian bahwa Iran tidak mencapai senjata nuklir, serta memperkuat perdamaian dan stabilitas di Asia Barat. Pernyataan KTT G7 tentang Iran mengatakan kelompok itu berusaha untuk mengamankan senjata nuklir Iran dan mempromosikan perdamaian dan stabilitas di Asia Barat. Sementara tentang krisis Ukraina, deklarasi KTT G7 hanya menyebutkan Perancis dan Jerman dalam beberapa pekan mendatang akan menyelenggarakan pertemua serupa pertemuan Normandy. Para pemimpin G7 juga mengatakan tentang Libya bahwa mereka percaya bahwa hanya solusi politik yang dapat menjamin stabilitasnya.
Salah satu kesepakatan yang dibuat pada pertemuan G7 adalah untuk mereformasi WTO. Pernyataan akhir menyatakan bahwa G7 ingin mereformasi WTO untuk meningkatkan efektivitasnya dalam melindungi kekayaan intelektual, menyelesaikan perselisihan lebih cepat dan menghapus praktik perdagangan yang tidak adil. Tujuh negara industri dalam deklarasi ini mengatakan bahwa mereka mencari perubahan pada WTO untuk membuatnya lebih efektif dalam melindungi kekayaan intelektual dan mengatasi ketegangan atas perdagangan yang tidak setara lebih cepat daripada sebelumnya. Masalah ini dengan mencermati munculnya perang dagang antara AS dan Cina, serta ancaman berkelanjutan oleh Presiden AS Donald Trump untuk menaikkan tarif produk dan barang yang diekspor ke Amerika Serikat.
Pada saat yang sama, dengan mencermati pengesahan undang-undang untuk menerapkan pajak 25 persen terhadap raksasa teknologi informasi Amerika seperti Google dan Facebook di Perancis, yang memicu protes keras Amerika Serikat, sehingga tampaknya terjadi kesepakatan antara Macron dan Trump dalam masalah ini, Dengan menyinggung ketegangan perdagangan antara dua negara, Macron mengatakan bahwa Paris dan Washington tengah berusaha mengurangi perbedaan mereka. Dalam hal ini, pernyataan terakhir mencatat bahwa G7 berkomitmen pada tahun 2020 akan menyederhanakan hambatan regulasi terhadap perpajakan internasional dalam kerangka Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan.
Terlepas dari kesepakatan-kesepakatan ini, masih ada perselisihan mengenai isu-isu seperti perjanjian iklim Paris antara enam negara G7 dan Amerika Serikat. Perbedaan pendapat sedemikian rupa sehingga Trump menolak untuk menghadiri pertemuan puncak untuk membahas masalah ini. Juru bicara Gedung Putih Stephanie Grisham mengatakan Donald Trump tidak menghadiri pertemuan perubahan iklim yang diadakan di G7. Meskipun Trump beralasan untuk bertemu dengan para pemimpin dari beberapa negara, Trump sebenarnya menyatakan ketidakpuasannya dengan pembahasan masalah ini di KTT G7. Trump sebelumnya menarik Amerika Serikat dari kesepakatan iklim Paris, sebuah langkah yang dikritik oleh anggota G7 lainnya.
Masalah lain yang diangkat dalam KTT G7 adalah ketidaksepakatan yang tajam antara anggota Eropa dari G7 dan Inggris mengenai masalah keluarnya negara ini dari Uni Eropa (Brexit). Pada pertemuan KTT G7, para pemimpin UE secara eksplisit memperingatkan London tentang konsekuensi dari pemilihan yang tidak konstitusional, sementara Perdana Menteri Inggris Boris Johnson juga menegaskan kembali tekadnya untuk melaksanakan pemungutan suara pada 31 Oktober dengan atau tanpa persetujuan dengan Uni Eropa.
Sementara itu, Trump adalah pendukung kuat Johnson dan pendekatan Brexit-nya. Faktanya, masalah Brexit telah menciptakan kesenjangan baru antara Brussels dan Washington. Kembalinya Rusia ke G7 tetap belum terselesaikan dan anggota Eropa kelompok G7 telah menentangnya sampai krisis diselesaikan, bertentangan dengan keinginan Trump. Business Insider menulis, "Kinerja presiden AS pada KTT G7, selain mengungkapkan perbedaan di antara anggota, menunjukkan bahwa negara itu terpisah jauh dengan negara-negara lain hari demi hari. Banyak laporan dari KTT mengindikasikan bahwa Amerika menjadi semakin terisolasi di arena global."