Perang Ukraina dan Peningkatan 600% Penjualan Senjata AS ke Eropa
(last modified Thu, 10 Apr 2025 03:15:21 GMT )
Apr 10, 2025 10:15 Asia/Jakarta
  • Senjata AS
    Senjata AS

Pars Today - Panglima Tertinggi NATO di Eropa Christopher Cavoli, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penjualan senjata AS ke Eropa telah meningkat sebesar 600 persen sejak dimulainya perang antara Rusia dan Ukraina.

Menurutnya, Nilai pesanan senjata dari negara-negara Eropa telah mencapai $265 miliar sejak dimulainya perang antara Rusia dan Ukraina.

Dalam sidang di hadapan Komite Angkatan Bersenjata DPR AS, Cavoli menyatakan bahwa empat ribu pesanan senjata saat ini telah dirujuk ke industri militer AS oleh negara-negara Eropa, dengan mengklaim, Mereka mengantre untuk membeli senjata Amerika.

Menekankan bahwa sebagai Panglima Tertinggi Pasukan NATO di Eropa, ia berupaya meningkatkan kekuatan militer anggota NATO dalam waktu sesingkat mungkin.

Peningkatan penjualan senjata AS di Eropa

Cavoli mencatat, Oleh karena itu, saya mendorong negara-negara ini untuk membeli senjata Amerika sebanyak mungkin. Di sisi lain, cara termudah bagi anggota NATO untuk memastikan kompatibilitas sistem persenjataan dan peralatan militer mereka satu sama lain adalah dengan membeli sistem dan peralatan ini dari Amerika Serikat.

Peningkatan 600 persen dalam penjualan senjata AS ke Eropa sebenarnya adalah hasil dan konsekuensi dari perang di Ukraina dan kelanjutannya, dan meningkatnya rasa bahaya di antara beberapa negara anggota NATO Eropa, terutama Polandia dan tiga republik Baltik, tentang perang yang menyebar ke negara-negara ini.

Polandia telah menghabiskan dana pertahanan paling banyak di antara anggota NATO dengan mengalokasikan 4 persen dari PDB-nya selama dua tahun terakhir.

Menurut statistik, penjual senjata terbesar ke negara-negara Eropa adalah Amerika Serikat, yang menguasai 55% pangsa pasar Eropa antara tahun 2019 dan 2023.

Angka ini meningkat 35% dibandingkan periode sebelumnya dari tahun 2014 hingga 2018.

Memanfaatkan peluang unik yang tercipta oleh pecahnya perang di Ukraina dan peningkatan ketegangan keamanan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Eropa, Amerika Serikat telah mampu menyelesaikan kontrak senjata besar dengan sejumlah negara Eropa, terutama Jerman, Polandia, Rumania, dan negara-negara Skandinavia.

Meskipun penjualan dan ekspor senjata selalu menjadi salah satu bisnis paling menguntungkan bagi perusahaan dan pabrik senjata Amerika, seiring berlanjutnya perang di Ukraina dan meningkatnya konflik di negara tersebut, produksi dan ekspor semua jenis senjata berat dan ringan di Amerika Serikat telah meningkat, dan bahkan perusahaan-perusahaan ini telah meningkatkan produksi militer mereka secara signifikan sejalan dengan kebijakan pemerintahan Presiden AS Joe Biden saat itu dalam memberikan dukungan militer dan senjata kepada Ukraina.

Sekarang, dalam masa jabatan kedua Donald Trump sebagai presiden, mengingat ia ingin negara-negara Eropa anggota NATO mengalokasikan 5% dari PDB-nya untuk anggaran militer, ini berarti peningkatan lebih lanjut dalam penjualan senjata AS ke negara-negara Eropa.

Hal pentingnya adalah bahwa tekanan AS yang berkelanjutan terhadap Eropa untuk meningkatkan anggaran militernya, serta perubahan dalam lanskap keamanan Eropa dan dimulainya perang di Ukraina, telah menyebabkan perubahan total dalam pendekatan negara-negara ini, terutama Jerman, dalam hal ini.

Dalam langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, pemerintah Jerman telah mengalokasikan anggaran sebesar 100 miliar euro untuk memodernisasi angkatan bersenjata dan membeli senjata baru seperti jet tempur generasi kelima F-35.

Pada tahun 2022, Jerman memesan 35 jet tempur F-35 dan persenjataannya dari Lockheed Martin, senilai sekitar 10 miliar euro. Jerman kemudian memesan delapan lagi pesawat tempur generasi kelima ini.

Presiden Polandia Andrzej Duda sekali lagi menyerukan penempatan senjata nuklir AS di tanah Polandia.

Warsawa bermaksud menghidupkan kembali proyek "berbagi senjata nuklir" yang diusulkannya dengan pemerintahan Biden pada tahun 2022.

Negara-negara Eropa anggota NATO, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, telah memainkan peran utama dalam kelanjutan perang di Ukraina.

Meskipun Amerika Serikat telah menyerukan diakhirinya perang di Ukraina selama masa jabatan kedua Donald Trump sebagai presiden, negara-negara anggota NATO Eropa tidak memiliki pandangan positif terhadap visi Trump.

Perubahan kebijakan Washington terhadap perang di Ukraina telah menimbulkan kekhawatiran dan kritik luas dari negara-negara Eropa.

Negara-negara Eropa kini prihatin dengan perubahan substansial dalam pendekatan Amerika terhadap perang di Ukraina, serta penghentian bantuan senjata dan militer Washington ke Kiev.

Realisasi hal ini akan menyebabkan meningkatnya tekanan pada Eropa untuk membiayai dan mempersenjatai perang di Ukraina.

Hal ini, pada gilirannya, akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan senjata Eropa dan semakin banyak pesanan senjata dari mereka ke perusahaan senjata Amerika.

Meskipun ada klaim berulang kali oleh Uni Eropa dan beberapa negara Eropa, terutama Jerman, Prancis, Polandia, dan negara-negara Baltik, tentang ancaman keamanan dan eksistensial yang ditimbulkan oleh Rusia, pemerintahan Trump telah mengambil sikap berbeda mengenai masalah ini dan pada dasarnya menyangkal ancaman yang ditimbulkan Rusia terhadap Eropa.

Hal ini menyebabkan warga Eropa mendesak keras pemerintahan Trump untuk terus memastikan keamanan mereka dan berupaya memperoleh kapasitas dan kemampuan pertahanan serta militer yang independen guna melawan dugaan ancaman dari Rusia.

Tentu saja, ini berarti peningkatan kemampuan militer melalui pembelian senjata, termasuk dari Amerika Serikat.(sl)