Peringatan Hari Bahasa Ibu 2019 dan Upaya Pelestarian Bahasa Daerah
(last modified Thu, 21 Feb 2019 05:08:50 GMT )
Feb 21, 2019 12:08 Asia/Jakarta
  • Hari Bahasa Ibu
    Hari Bahasa Ibu

Organisasi internasional yaitu United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, atau disingkat UNESCO, menetapkan hari penting pada 21 Februari. Tak banyak orang yang tahu bahwa setiap tanggal 21 Februari terdapat hari penting yang dirayakan tiap tahunnya.

Inisiatif Hari Bahasa Ibu Internasional pertama kali diumumkan oleh UNESCO pada 17 November 1999 yang secara resmi diakui oleh Majelis Umum PBB. Gagasan awal untuk merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional adalah inisiatif dari Bangladesh. Sebagaimana dilansir Liputan6, Kamis (21/02).

Resolusi bahasa internasional ini disarankan oleh Rafiqul Islam, seorang Bangli yang tinggal di Vancouver, Kanada. Ia menulis surat kepada Kofi Annan pada tanggal 9 Januari 1998, memintanya untuk mengambil langkah untuk menyelamatkan bahasa dunia dari kepunahan dengan mendeklarasikan Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day).

Akhirnya dipilihlah tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional karena pada tanggal tersebut, Bangladesh mengalami pembunuhan di tahun 1952 dalam memperjuangkan bahasa Bangli di Dhaka.

UNESCO sebagai bagian dari badan PBB mengajak seluruh negara di dunia untuk ikut merayakannya sebagai pengingat bahwa keberagaman bahasa dan multilingualisme adalah aspek penting.

Perbedaan bahasa di seluruh dunia menjadi hal penting untuk pembangunan berkelanjutan. Selain itu, dalam merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional ini UNESCO ingin mempromosikan tentang kesadaran akan keanekaragaman bahasa dan budaya serta mempromosikan multibahasa.

Hari Bahasa Ibu

Apa Itu Bahasa Ibu?

Bahasa ibu adalah penguasaan bahasa seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertamanya (B1). Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang panjang. Dimulai anak tak bisa berbicara hingga fasih berbicara dan mulai mengenal bahasa lain (B2).

Contohnya seperti anak yang lahir di suatu daerah akan mampu berbicara bahasa daerah dari orang tuanya, lingkungan sekitar, dan daerah tempat tinggalnya. Setelah itu, ia akan mengenal bahasa Indonesia sebagai jenjang bahasa yang formal karena menjadi bahasa pendidikan di tingkat dasar.

Dalam perayaan Hari Bahasa Ibu 2019, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menghelat Gelar Wicara dan Penampilan Tunas Bahasa Ibu dengan mengambil tema 'Menjaga Bahasa Daerah, Merawat Kebinekaan' pada Kamis (21/02/2019) di Gedung Samudra, Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Rawamangun.

Pembicara dalam Gelar Wicara ini adalah Kepala Badan Bahasa Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum, Bupati Pakpak Barat Sumatera Utara Dr. H. Asren Nasution, M.A., ahli linguistik Universitas Indonesia Prof. Dr. Multamia R.M.T. Lauder, serta sastrawan Batak Saut Poltak Tambunan.

Satu nusa satu bangsa

Melestarikan Keanekaragaman Bahasa Daerah

Berdasarkan dari UNESCO, banyak keanekaragaman bahasa semakin terancam karena makin banyaknya bahasa yang hilang. Setiap dua minggu, sebuah bahasa lenyap. Dengan hilangnya bahasa, secara langsung juga berdampak pada hilangnya warisan budaya pula.

“Ketika sebuah bahasa punah, dunia kehilangan warisan yang sangat berharga. Sejumlah besar legenda, puisi dan pengetahuan yang terhimpun dari generasi ke generasi akan ikut punah,” dikutip dari UNESCO.

Di Indonesia pun tercatat tujuh bahasa daerah punah di kepulauan Maluku. Walaupun Indonesia adalah negara yang kaya akan bahasa daerah dan budaya serta menjadi negara kedua yang memiliki bahasa daerah terbanyak setelah Papua Nugini, ancaman punahnya bahasa daerah juga dihadapi negara ini.

Tujuh bahasa yang punah tersebut antara lain bahasa Kayeli, Palumata, Moksela, hukumina, Piru, Loun, bahasa di Maluku Tengah dan Pulau Ambon. Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku, Asrif mengatakan, di Maluku ketujuh bahasa tersebut sudah tak ada lagi.

Prof Dadang Sunendar dari Badan Bahasa dalam keterangan press-nya menyatakan bahwa topik bahasa ibu di dunia internasional tetap menjadi isu penting ketika bahasa-bahasa daerah di dunia mulai banyak yang punah. Keanekaragaman bahasa semakin terancam karena semakin banyak bahasa yang hilang. "Setiap dua minggu rata-rata satu bahasa hilang. Hal itu setara dengan hilangnya warisan budaya dan intelektual bangsa itu sendiri," ujarnya.

Badan Bahasa sendiri telah memetakan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah bahasa daerah terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini, Badan Bahasa telah memetakan sebanyak 668 bahasa daerah (tidak termasuk dialek dan subdialek) di Indonesia. Bahasa di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat belum semua teridentifikasi. Oleh karena itu, jumlah hasil pemetaan tersebut tentunya akan bertambah seiring bertambahnya jumlah daerah pengamatan (DP) dalam pemetaan berikutnya.

Dari 668 bahasa daerah yang telah dicatat dan diidentifikasi tersebut, baru 74 bahasa yang telah dipetakan vitalitas atau daya hidupnya berdasarkan kajian vpada 2011-2017).  Hasilnya,  diketahui 11 bahasa dikategorikan punah, 4 bahasa kritis, 22 bahasa terancam punah, 2 bahasa mengalami kemunduran, 16 bahasa dalam kondisi rentan (stabil, tetapi terancam punah), dan 19 bahasa berstatus aman.

Tags