Konsep GBHN Versi PDIP, Kombinasi Era Soekarno-Soeharto
(last modified Tue, 13 Aug 2019 03:11:41 GMT )
Aug 13, 2019 10:11 Asia/Jakarta
  • Ilustrasi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
    Ilustrasi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) keukeuh mengusulkan menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) di periode kepengurusan parlemen mendatang.

Usulan tersebut ditegaskan dalam sidang paripurna VI Kongres V PDIP di Bali pada Sabtu, 10 Agustus 2019. Konsep yang diajukan merupakan kombinasi dari GBHN era Presiden Soekarno dan Soeharto.

"PDIP mengusulkan kelanjutan amandemen terbatas UUD NRI 1945 untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan menetapkan GBHN sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan demi menjamin kesinambungan pembangunan nasional," ujar Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto saat membacakan hasil rekomendasi kongres.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI asal PDIP, Ahmad Basarah merinci konsep haluan negara yang diusulkan PDIP bukan hanya haluan pembangunan nasional oleh pihak eksekutif atau pemerintah semata, tetapi juga menghadirkan haluan lembaga-lembaga negara yang wewenangnya diberikan oleh UUD.

"Usulan kami mengombinasikan konsep pembangunan nasional seperti yang dilakukan pada era Presiden Soekarno dan juga pola GBHN pola era Presiden Soeharto dulu," ujar Basarah kepada Tempo.

Gedung DPR RI.

Namun, Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, Center for Public Policy Resarch (TII), Rifqi Rachman mengatakan usulan PDI Perjuangan mengenai dikembalikannya kewenangan MPR RI dalam menetapkan GBHN perlu diperjelas.

"Pertanyaan tentang posisi Presiden yang menjadi mandataris MPR memang sudah dijawab oleh beberapa petinggi teras PDIP. Namun, terkait dengan implementasi GBHN, ada hal yang harus diperjelas," kata Rifqi kepada kantor berita Antara, Selasa (13/8/2019).

Rifqi mengatakan usulan yang muncul dalam Kongres V PDIP itu perlu diperjelas mengenai pertanggung jawaban Presiden dalam pencapaian pelaksanaan GBHN dalam sidang MPR.

"Apakah dengan dibentuknya GBHN oleh MPR, maka Presiden juga harus memberikan laporan pertanggung jawaban di sidang MPR? Ini harus diperjelas karena posisi Presiden dipilih langsung rakyat, dan oleh karenanya juga bertanggung jawab secara langsung kepada rakyat," tutur Rifqi.

Jika Presiden tidak harus melaporkan pertanggung jawaban kepada MPR, maka menurutnya perlu dipikirkan sebuah mekanisme yang dapat mempertontonkan capaian pemerintah terhadap GBHN, agar GBHN yang ditetapkan tidak menjadi sia-sia.

Berdasarkan pengamatannya, wacana menghidupkan kembali GBHN bukan pertama kalinya dilakukan PDIP. Dia mengatakan wacana itu perlu diperjelas hingga tahap implementasi.

Adapun menurutnya, untuk mendukung usulan itu PDIP dinilai memerlukan suara lain yang mendukung rencana mereka. Dia menilai Gerindra sebagai partai peraih suara pemilu terbesar kedua, dapat menjadi kawan sentral dalam mewujudkan usulan tersebut. (RM)