Sep 28, 2021 17:46 Asia/Jakarta
  • PM Israel Naftali Bennett
    PM Israel Naftali Bennett

Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett Senin (27/9/2021) di Majelis Umum PBB seraya mengulang tudingan fiktif terhadap program nuklir damai Iran, mengklaim bahwa tujuan Tehran adalah memproduksi senjata nuklir.

Di pidato Bennett ada tujuan multifaset yang dapat dianalisis dari dimensi yang berbeda.

Sebelumnya harus dikatakan bahwa retorika perdana menteri Israel anti-Iran di isu nuklir penuh dengan kebohongan dan klaim fiktif. Metode ini sejatinya sebuah bentuk perang syaraf yang digunakan di era Mantan perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu yang sempat dilecehkan di Sidang Majelis Umum PBB karena kebohongan beruntunnya terkait aktivitas nuklir Iran, tetap memilih melanjutkan pendekatannya tersebut.

Untuk selanjutnya terbukti bahwa tujuan Israel bersikeras melanjutkan metode ini adalah untuk mempersiapkan terorisme nuklir yang memasuki fase baru dengan aksi teror terhadap sejumlah ilmuwan nuklir Iran termasuk Dr. Mohsen Fakhrizadeh. Aksi destruktif terhadap instalasi nuklir Natanz juga dilancarkan dalam koridor tujuan ini.

Sentrifugal Iran

Dari sudut pandang ini, menjadi jelas bahwa salah satu tujuan Naftali Bennett adalah untuk menutupi pendekatan pengobaran kerusuhan dan perilaku jahat rezim Zionis di kawasan. Dengan kontroversi seperti itu, rezim zionis tentu saja berupaya untuk memajukan rencana untuk menghapus isu Palestina dari prioritas isu regional, yang menurut para zionis salah satu strateginya adalah melemahkan arus perlawanan dan mencitrakan Iran sebagai sebuah ancaman di kawasan. Seperti beberapa tahun lalu, pendekatan represi maksimum di era Mantan presiden AS Donald Trump juga diterapkan melalui koordinasi dengan Israel dan menjadi peluang yang tepat untuk mempersiapkan tujuan ini serta program normalisasi hubungan Israel dengan sejumlah rezim Arab di kawasan.

Tujuan lain dari retorita Bennett adalah terkait perundingan Wina dan mencitrakan Iran sebagai pihak yang bersalah dan merusak JCPOA serta penyebab kegagalan perundingan Wina.

Poin penting di bidang ini adalah ungkapan kekhawatiran Israel atas sikap mundur Amerika Serikat dan Erooa di JCPA yang mengindikasikan bahwa hal ini tidak selaras dengan kepentingan Israel, karena akhir dari skenario ini menandai awal musim yang sulit bagi Israel.

Sementara itu, Statemen Wakil Iran di organisasi-organisasi internasional di Wina, Kazem Gharebabadi saat merespon pidato perdana menteri Israel dan wakil AS serta troika Eropa juga mengisyaratkan masalah ini.

Gharebabadi mengatakan, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan Barat tidak bisa tinggal diam dalam menghadapi aksi teroris Israel atau menyerukan pemantauan terus fasilitas nuklir.

Ia mengingatkan, ketika peralatan pengawas IAEA disabotase Israel, jangan berharap Iran memasangnya kembali tanpa biaya bagi rezim ini dan juga tanpa langkah yang diambil oleh IAEA serta negara-negara pengklaim.

Sementara itu, Wakil tatap Iran di PBB, Majid Takht-Ravanchi saat merespon proyeksi dan retorika perdana menteri Israel di Sidang Majelis Umum PBB mengungkapkan, Israel saat memiliki ratusan hulu ledak nuklir tidak berhak berbicara mengenai program nuklir damai Iran.

Yang pasti, Israel ingin menciptakan krisis fiktif dan mengobarkan instabilitas di kawasan, serta untuk mencapai tujuannya, rezim ini tak segan-segan memanfaatkan berbagai metode mulai dari klaim palsu hingga menekan AS dan Eropa untuk merusak jalan mencapai kesepakatan dengan Iran di JCPOA. Pendekatan tersebut kini bagi Amerika dan Eropa memiliki biaya yang mahal dan membuat pusing mereka. (MF)

 

Tags