Memperingati Tahun Ketiga Syahadah Komandan Perang Melawan Terorisme (Bag-2)
Pada bagian kedua dari program khusus peringatan tiga tahun kesyahidan Jenderal Soleimani, kita akan melihat kegagalan konspirasi Amerika di kawasan, ketidakmampuan negara ini untuk melemahkan Perlawanan, dan juga keabadian syahid mulia ini di benak orang-orang.
Menetralkan Konspirasi AS di Kawasan
Pada masa ketika Amerika terpaksa mundur dari kawasan karena gagal mencapai tujuannya dalam pengiriman pasukan ke kawasan dan berada di bawah tekanan internal dan internasional, negara ini berusaha mencapai tujuannya melalui kelompok-kelompok proksi dengan menciptakan dan memperkuat kelompok-kelompok teroris di Asia Barat, termasuk di Suriah dan Irak.
Ini adalah salah satu alasan utama pembentukan Daesh (ISIS), dan dengan cara ini, beberapa rezim di wilayah tersebut, seperti UEA dan Arab Saudi, melengkapi ISIS dengan bantuan keuangan mereka. Donald Trump, dalam salah satu pidato kampanye pemilu pada Agustus 2016 selama masa kepresidenan Barack Obama, memperkenalkan dia dan Hillary Clinton, kandidat Demokrat dalam pemilu dan mantan Menteri Luar Negeri AS, sebagai pendiri ISIS.
Di antara konspirasi Amerika dan sekutunya sehubungan dengan negara-negara Islam seperti Irak dan Suriah adalah pembagian negara-negara tersebut, karena perpecahan negara-negara Muslim seperti Irak dan Suriah akan melemahkan mereka melawan rezim Zionis.
Dalam situasi ini, Jenderal Soleimani menempatkan pembentukan poros Perlawanan dalam agendanya untuk melawan konspirasi Amerika, dan mengingat berbagai gerakan anti-Zionis di wilayah Lebanon, Palestina, dan wilayah lain mempercayainya dan meyakini kejujurannya, tak lama kemudian, ia mampu membentuk poros Perlawanan yang terdiri dari pasukan Hizbullah yang sudah ada dan pasukan tempur Palestina seperti Hamas dan Jihad Islam, serta pasukan internal Suriah, Irak, Afghanistan, dan Yaman.
Di antara langkah-langkah lain yang diambil Syahid Soleimani untuk mencegah disintegrasi negara-negara di kawasan, adalah mengalahkan mesin teroris Daesh. Menurut buku Hard Choices yang ditulis oleh mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, ISIS diciptakan untuk melawan poros Perlawanan dengan dukungan negara-negara Arab dan Barat. Namun Syahid Soleimani mampu menghancurkan keberadaan teritorial kelompok teroris ini dengan membentuk pasukan regional dan lokal serta berperang habis-habisan melawan ISIS.
Keputusan untuk meneror Jenderal Soleimani
Untuk menyerang front Perlawanan, Amerika mengagendakan pendekatan untuk menyingkirkan komandan front Perlawanan karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk memasuki perang langsung. Zbigniew Brzezinski, Penasihat Keamanan Nasional Presiden Amerika Serikat di Jimmy Carter, mengatakan, "Kita harus memberikan pesan kepada Zionis Israel bahwa kita tidak berniat berperang dengan Iran. Karena biaya perang ini berbahaya bagi kami di seluruh wilayah.
Berdasarkan hal tersebut, Washington memutuskan untuk menhapus Jenderal Soleimani karena dari sudut pandang mereka, pembunuhan ini dapat mengubah perimbangan kawasan yang menguntungkan mereka dan menjadi awal dari melemahnya front Perlawanan. Padahal, setelah pembunuhan Jenderal Soleimani, bukan hanya front Perlawanan yang tidak melemah, tetapi aktivitas dan cakupan geografis Perlawanan bahkan meningkat di beberapa daerah.
Menurut banyak pemikir internasional, setelah aksi teror Soleimani, pemerintah Amerika bukan hanya gagal meningkatkan pengaruhnya di kawasan, tetapi penarikan pasukan Amerika dari Irak juga menunjukkan bahwa proses pelemahan kekuatan regional Amerika Serikat telah dimulai.
Mehmet Princek, Kepala Institut Penelitian Universitas Istanbul, mengatakan, Jenderal Soleimani adalah salah satu hambatan terpenting bagi program regional Amerika. Itulah mengapa tujuan pertama Amerika adalah menyingkirkan Jenderal Soleimani. Selain itu, Syahid Soleimani bukan hanya aktif dalam aspek militer, tetapi juga memainkan peran penting dalam aspek diplomasi internasional, menciptakan kondisi kerja sama negara-negara kawasan di depan Amerika adalah salah satu tindakan pentingnya.
Leonid Slutsky, Ketua Komite Internasional Duma Rusia juga mengatakan tentang hal ini, Nama Syahid Soleimani adalah nama kode perlawanan. Karena syahid agung ini menunjukkan kepada dunia bahwa kekuatan Amerika palsu dengan melawan hegemoni Amerika.
Peran Rezim Zionis
Pihak berwenang Amerika berusaha merahasiakan peran apa pun dari rezim itu dalam kejahatan ini untuk melarikan diri dari balas dendam Iran terhadap rezim kriminal Zionis. Namun seorang mantan pejabat rezim Zionis mengakui bahwa Tel Aviv berperan dalam aksi teror Jenderal Qassem Soleimani.
Bagi sebagian besar orang Iran, dia adalah pahlawan nasional yang mencegah daesh mengambil alih Irak dan Suriah dan rencana jahatnya untuk Iran. Menurut sebuah survei oleh Pusat Studi Internasional dan Keamanan Maryland, popularitas Soleimani meningkat dari 73% pada 2016 menjadi 82% pada 2019, yang membuatnya menjadi sosok populer di Iran.
Setelah kejahatan ini, pada 19 Januari 2019, Republik Islam Iran mengincar pangkalan Amerika yang penting dan strategis di Ain Al-Asad, Irak, dengan rudal balistik, yang menurut Pemimpin Besar Revolusi Islam itu hanyalah sebuah tamparan dalam menghadapi Amerika.
Ayatullah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan dalam salah satu pidatonya tentang Syahid Soleimani, Saya tidak akan pernah melupakan ingatan tentangnya [Syahid Soleimani], dan begitu juga dengan Syahid Abu Mahdi Al-Muhandis (semoga Allah meridainya). Saya ingin mengtakan bahwa kesyahidan.Soleimani adalah peristiwa sejarah, bukan peristiwa biasa yang akan dilupakan sejarah. Ini telah dicatat dalam sejarah sebagai satu titik terang. Dan syahid [Soleimani] menjadi pahlawan bangsa Iran dan pahlawan umat Islam. Inilah poin dasarnya.
Orang Iran juga bangga bahwa ada seseorang dari antara mereka bangkit dari desa terpencil, berusaha, berjuang, membangun dirinya, menjadi wajah cerah dan pahlawan umat Islam.(sl)