Ini Jawaban Iran atas Statemen dan Laporan Dirjen IAEA
(last modified Tue, 08 Jun 2021 13:28:53 GMT )
Jun 08, 2021 20:28 Asia/Jakarta
  • Dirjen IAEA, Rafael Grossi
    Dirjen IAEA, Rafael Grossi

“Laporan terbaru Dirjen Badan Energi Atom Internasional menunjukkan pendekatan sepihak sekretariat organisasi ini terkait kerja sama dengan Iran dan pengabaian level kerja sama serta interaksi di antara kedua pihak serta dapat berubah menjadi kendala bagi interaksi mendatang antara Iran dan IAEA.”

Statemen tersebut sebagian dari respon Wakil tetap Iran di organisasi internasional di Wina, Kazem Gharibabadi atas laporan yang diajukan dirjen IAEA ke Dewan Gubernur.

Dirjen IAEA, Rafael Grossi Senin (7/6/2021) di hari pertama sidang Dewan Gubernur mengklaim, tidak adanya kemajuan di transparansi pertanyaan IAEA terkait kebenaran dan penyelesaian deklarasi perlindungan Iran berpengaruh pada kemampuan organisasi ini untuk mengajukan jaminan atas status sipil program nuklir Iran. Ia juga menggulirkan klaim terkait aktivitas nuklir di berbagai wilayah Iran yang tidak dilaporkan.

Kazem Gharibabadi

Statemen Grossi palsu dan demi kepentingan Amerika Serikat. Bersamaan dengan sidang Dewan Gubernur di Wina, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dengan mengabaikan pelanggaran negaranya di JCPOA, di sebuah sidang dengar pendapat di Komisi Luar Negeri DPR AS mengklaim, sampai saat ini belum jelas apakah Iran siap atau memiliki keinginan yang diperlukan untuk kembali ke JCPOA.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif saat merespon statemen Blinken di akun Twitternya menulis, “Sampai saat ini belum jelas apakah presiden Amerika dan Blinken siap melepas kebijakan “Represi Maksimum” Trump dan Pompeo, serta menghentikan sarana terorisme ekonomi sebagai instrumen tekanan untuk lobi atau tidak. Iran komitmen terhadap JCPOA. Cukup bagi kalian pelajari Pasal 36 di kesepakatan nuklir.”

Berdasarkan Pasal 26 dan 36 JCPOA, jika pihak seberang tidak menjalankan komitmennya, maka Iran berhak menghentikan komitmennya sebagian atau seluruhnya. Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran pada 8 Mei 2019, yakni setahun setelah keluarnya AS dari JCPOA menyatakan, Iran berdasarkan Pasal 26 dan 36 kesepakatan nuklir akan menghentikan komitmennya secara bertahap sehingga tercapai keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Iran juga dalam rangka menjalankan undang-undang “Langkah Strategis untuk Pencabutan Sanksi dan Melindungi Hak Bangsa Iran” yang diratifikasi parlemen, menghentikan komitmen sukarela termasuk pelaksanaan protokol tambahan. Meski demikian, Iran dalam koridor kesepakatan dengan IAEA menyatakan, jika seluruh sanksi AS dalam tempo tiga bulan dicabut, maka data aktivitas nuklir yang direkam kamera pengawas akan diserahkan kepada IAEA, tapi jika tidak, maka data tersebut secara permanen akan dihapus.

Batas waktu kesepahaman tersebut berakhir bulan lalu. Namun mengingat lobi yang ada dan demi membantu untuk memajukan proses perundingan JCPOA di Wina, Republik Islam Iran sepakat mempertahankan rekaman tersebut hingga 24 Juni. Wakil Iran di Wina merekomendasikan negara-negara anggota perundingan memanfaatkan kesempatan ini untuk mencabut total sanksi dalam bentuk praktis dan dapat diverifikasi. Laporan terbaru Grossi berbeda dengan jalur ini dan dimaksudkan untuk meningkatkan represi terhadap Iran bersamaan dengan perundingan di Wina.

Wakil tetap Iran di PBB, Majid Takht-Ravanchi di wawancara terbarunya dengan Televisi Aljazeera mengatakan, “Ketika pemerintah Trump memutuskan keluar dari JCPOA, pihak-pihak seberang meminta kami tidak mengambil sikap yang sama dengan Trump. Mereka mengatakan akan menkompensasi kerugian kami karena keluarnya pemerintah Trump dari kesepakatan. Kami satu tahun bersabar, namun janji mereka belum juga dilaksanakan dan sekedar janji kosong.”

Seperti yang diisyaratkan Gharibabadi, laporan IAEA tidak valid. Karena didasarkan pada sumber yang tidak dapat dipercaya serta tidak meyakinkan. Hal ini karena tidak merefleksikan seluruh dimensi kerja sama dan kemajuan yang telah diraih. (MF)