Anggaran dan Kontrol Perbatasan, Friksi Arbil dan Baghdad
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i46485-anggaran_dan_kontrol_perbatasan_friksi_arbil_dan_baghdad
Di saat sesama kubu di wilayah Kurdistan Irak masih berselisih, friksi antara Arbil dan Baghdad tetap berlanjut hingga kini.
(last modified 2025-10-21T09:00:45+00:00 )
Nov 03, 2017 15:34 Asia/Jakarta

Di saat sesama kubu di wilayah Kurdistan Irak masih berselisih, friksi antara Arbil dan Baghdad tetap berlanjut hingga kini.

Pemerintah daerah Kurdistan mengeluarkan pernyataan yang meminta parlemen Irak mengesahkan alokasi sebanyak 17 persen untuk wilayah Kurdistan dalam APBN Irak tahun 2018. 

Isu anggaran menjadi salah satu masalah utama yang diperselisihkan oleh pihak Baghdad dan Arbil selama beberapa tahun terakhir. Bahkan hal ini menjadi salah satu alasan bagi Masoud Barzani untuk menggelar referendum pemisahan diri Kurdistan dari Irak yang digelar beberapa waktu lalu.

Sejak tahun 2005, pemerintah Irak mengaloksikan anggaran sebesar 17 persen dari APBN negara ini untuk wilayah otonomi Kurdistan. Hingga tahun 2014 dana tersebut telah dibayarkan. Tapi, setelah terjadi pelanggaran berulangkali yang dilakukan pemerintah Kurdistan di bidang energi, dan penolakan Arbil untuk menyerahkan hasil penjualan minyak kepada pemerintah pusat Irak, sejak 2014 hingga kini, Baghdad tidak mengucurkan anggaran untuk wilayah tersebut. Kini, pemerintah daerah Kurdistan mendesak supaya pihak Baghdad membayar 12 miliar dolar.

Tuntutan 17 persen anggaran untuk Kurdistan dari APBN Irak berlangsung di saat pemimpin wilayah Kurdistan  mengambil tindakan sektarian dalam bentuk referendum pemisahan diri dari pemerintah pusat Irak. Pemerintah Baghdad tidak menaruh kepercayaan terhadap Arbil dan meminta bukti ketulusan niatnya untuk menjaga keutuhan seluruh wilayah Irak.

Selain masalah anggaran, isu pengelolaan perbatasan juga menjadi salah satu masalah yang diperselisihkan antara Arbil dan Baghdad. Pihak Baghdad menyerukan penyerahan seluruh kontrol perbatasan di tangan pemerintah pusat demi menjaga teritorial wilayah ini.

Bahkan, pada  30 Oktober lalu, Perdana Menteri Irak, Haider Al Abadi mengeluarkan peringatan keras mendesak Arbil segera menyerahkan kendali perbatasan kepada pemerintah pusat. Jika tidak, akan terjadi konflik dengan Baghdad. Padahal sebelumnya, kedua pihak sudah mencapai kesepakatan mengenai kontrol wilayah perbatasan.

Kementerian Peshmerga Arbil mengeluarkan pernyataan tidak pernah ada kesepakatan dengan Baghdad mengenai masalah tersebut, dan pihaknya tidak akan pernah mundur dari wilayah perbatasan. Mereka juga menyebut tuntutan Baghdad terhadap Arbil dalam masalah ini ilegal dan tidak mungkin dijalankan.

Dengan mempertimbangkan pendekatan ini, sejumlah kantor pemberitaan mengabarkan usulan baru Arbil kepada Baghdad mengenai kontrol wilayah perbatasan pusat. Berdasarkan usulan tersebut, pasukan bersama Kurdi dan Irak mengelola wilayah perbatasan strategis Ibrahim Khalil (Khabour), yang berada dalam pengawasan pasukan koalisi nasional yang dipimpin AS.

Tampaknya, dengan mempertimbangkan kegagalan pasca referendum Kurdistan, Arbil berupaya menunjukkan dirinya tidak lemah di hadapan Baghdad. Tapi pola pemerintah Baghdad mengindikasikan sikap tegas tidak akan membiarkan Arbil kembali melakukan pelanggaran terhadap undang-undang dasar Irak.