Mengapa Plot AS di Timteng Gagal ?
(last modified Sat, 09 Mar 2019 15:14:45 GMT )
Mar 09, 2019 22:14 Asia/Jakarta
  • Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon, Sayyid Hassan Nasrullah
    Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon, Sayyid Hassan Nasrullah

Sekjen gerakan Hizbullah Lebanon menyatakan Amerika Serikat telah merancang skenario besar untuk Timur Tengah tapi senantiasa gagal, karena keberlanjutan poros perlawanan.

Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon, Sayyid Hassan Nasrullah memandang sanksi AS akan meningkat terhadap poros perlawanan untuk melemahkannya. Nasrullah mengatakan, "Front perlawanan menggagalkan proyek Amerika-Israel, yang didukung oleh beberapa faksi regional." Pemimpin gerakan perjuangan Islam Lebanon ini menegaskan bahwa poros perlawanan berdiri tegar menghadapi setiap skenario musuh, termasuk plot "Kesepakatan Abad" yang diusung Presiden AS Donald Trump.

 

Presiden AS, Donald Trump

Amerika Serikat mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengimplementasikan konspirasinya dari "Timur Tengah Baru" hingga "kesepakatan abad" yang dilakukan di berbagai tingkatan, dengan target utama melenyapkan gerakan perlawanan, dan menjadikan rezim Zionis Israel sebagai kekuatan terbesar di kawasan Timur Tengah.

Parakarsa "Timur Tengah Baru" dilancarkan oleh George Bush bersama Condoleezza Rice yang saat itu menjabat sebagai presiden dan menlu AS yang diimplementasikannya dengan menyulut perang 33 hari di tahun 2006. Tapi realitas lain terjadi dalam perang tersebut, karena AS dan Israel tidak berhasil mewujudkan targetnya. Bahkan rezim Zionis mengakhiri perang menghadapi gerakan perlawanan Hizbullah dengan kekalahan fatal. Saking besarnya pengaruh perang tersebut bagi Israel, Tel Aviv setelah itu tidak berani untuk menyulut perang langsung dengan gerakan Hizbullah Lebanon.

Salah satu dampak terpenting dari perang 33 hari adalah patahnya mitos militer Israel yang tidak terkalahkan. Untuk pertama kalinya Israel gagal menghadapi sebuah gerakan perlawanan Islam yang tidak dilengkapi dengan persenjataan selengkap dan secanggih rezim Zionis.

 

Perlawanan Palestina

Setelah kekalahan tersebut, plot AS dan Israel selanjutnya juga membentur dinding. Rangkaian perang yang disulut rezim Zionis di jalur Gaza pada perang 22 hari di tahun 2009, perang delapan hari di tahun 2012, perang 50 hari di tahun 2014 dan perang dua hari pada November 2018 menunjukkan kekalahan bertubi-tubi rezim Zionis menghadapi gerakan perlawanan Palestina.

Perang yang disulut Israel tahun lalu di jalur Gaza dilancarkan dengan lampu hijau AS. Tidak hanya itu, AS juga memberikan dukungan besar-besaran dari politik hingga persenjataan dan finansial. Namun tetap saja dukungan tersebut tidak berhasil mengubah perimbangan kekuatan Timur Tengah yang saat ini berada di tangan gerakan perlawanan.

Meskipun melancarkan berbagai plot baru, tapi AS dan rezim Zionis senanatiasa gagal mewujudkan ambisinya untuk melenyapkan gerakan perlawanan. Alih-alih melemah dan hancur, gerakan perlawanan Palestina dan Lebanon justru semakin kuat melebihi sebelumnya.(PH)