Benarkah Iran Sulut Instabilitas Asia Barat ?
(last modified Fri, 23 Oct 2020 04:26:14 GMT )
Okt 23, 2020 11:26 Asia/Jakarta

Anwar Gargash, Menteri Luar Negeri UEA kembali menuding Iran menyulut instabilitas di kawasan Asia Barat.

Anwar Gargash dalam cuitan terbarunya menulis, "Perhatian internasional, dan sejarah baru keamanan kawasan Teluk [Persia] harus dimulai dengan membangun kepercayaan. Ini masalah yang terkena dampak negatif dalam beberapa tahun terakhir oleh intervensi Iran terhadap urusan negara-negara Teluk Arab [Persia]. Tanpa membangun kepercayaan, sulit untuk melanjutkan langkah-langkah baru dan struktural  untuk menciptakan visi masa depan demi memperkuat perdamaian dan stabilitas."

Tidak diragukan lagi, membangun kepercayaan menjadi syarat utama untuk menciptakan kawasan yang aman. Pakar keamanan internasional, Barry Buzan berpendapat bahwa kawasan Teluk Persia merupakan salah satu zona yang memiliki syarat-syarat yang diperlukan untuk membentuk kompleks keamanan, karena adanya faktor agama dan bahasa serta geografis yang khas. Kompleks keamanan juga berarti sekelompok negara yang bergerak untuk menciptakan keamanan di kawasan karena kepentingan bersama.

Namun Teluk Persia merupakan salah satu kawasan yang belum mampu membentuk kompleks keamanan regionalnya, tetapi juga gagal dalam mengelola kompleks keamanan yang lebih kecil yang sudah terbentuk seperti Dewan Kerja Sama Teluk Persia (P-GCC). Ada beberapa alasan yang menjadi pemicunya, dan yang paling utama adalah kurangnya kepercayaan dalam hubungan antarnegara. Poin pentingnya mengenai kurangnya kepercayaan di kawasan, bahkan sesama negara Arab sendiri. 

Masalah ini membantah klaim Menlu UEA yang menuding Republik Islam Iran dan kebijakan regionalnya sebagai penyebab timbulnya masalah, sebab kalangan negara Arab sendiri tidak terbangun saling percaya, sebagaimana perselisihan antara Arab Saudi bersama UEA dan Bahrain menghadapi Qatar.

 

Negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk Persia 

 

Pada saat yang sama, Republik Islam Iran tidak pernah menjalankan kebijakan agresif di kawasan Asia Barat, tetapi berupaya membela diri atau sekutunya dari serangan agresor. Kehadiran Republik Islam Iran di Suriah murni bersifat defensif, karena Suriah adalah sekutu Republik Islam yang telah meminta Iran untuk membantu memerangi teroris yang didukung oleh Amerika Serikat, rezim Zionis, dan beberapa negara Arab, terutama Arab Saudi dan UEA.

Sebaliknya, Arab Saudi dan UEA telah menjalankan kebijakan agresif di kawasan Asia Barat terhadap tetangganya sendiri, Yaman, dan melancarkan agresi militer setiap hari selama enam tahun terakhir yang menyebabkan terjadinya salah satu bencana kemanusiaan terbesar di dunia.

Poin lainnya, ketidakamanan di kawasan Asia Barat disebabkan oleh keamanan yang diimpor beberapa negara Arab dengan menghadirkan kekuatan Barat, khususnya Amerika Serikat demi menekan Republik Islam Iran. Contoh nyata ketidakamanan ini adalah pembunuhan Letjen Qassem Soleimani, komandan Pasukan Quds Sepah Pasdaran, dan Abu Mahdi al-Mohandes, wakil komandan Al Hashd Al-Shaabi oleh pemerintah AS pada Januari lalu. Selain itu, pasukan AS di wilayah Irak telah berulangkali melakukan serangan terhadap kelompok perlawanan di kawasan.

 

Hubungan antara UEA dan Rezim Zionis

 

Selain itu, penyebab utama lain ketidakamanan di kawasan Asia Barat adalah kehadiran rezim Zionis. Selama ini, Israel telah melancarkan banyak perang melawan negara-negara Arab, dan juga menduduki tanah Palestina dan Golan di Suriah.

Rezim Zionis yang didukung Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa telah menyebabkan wilayah Palestina berkurang  menjadi 15 persen yang tersisa. Normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan rezim Zionis tidak akan meningkatkan keamanan di kawasan, bahkan sebaliknya akan meningkatkan ketidakamanan, karena Palestina bertekad untuk menghadapi kejahatan rezim Zionis.

Rangkaian fakta ini bertentangan dengan pernyataan Anwar Gargash yang menuding Republik Islam sebagai penyulut instabilitas di kawasan Asia Barat. Ketika Iran berada di garis depan dalam proses membangun kepercayaan dengan berbagai upayanya, termasuk mengusung prakarsa damai Hormuz, tetapi ironisnya beberapa negara Arab justru mengorbarkan konflik dengan mendekati Israel dan meninggalkan Palestina, serta menyulut isu sektarian.(PH)

Tags