Ganti Presiden, Apakah Polugri AS terhadap Asia Barat Berubah ?
Pemerintahan baru AS yang dipimpin oleh Joe Biden secara resmi dimulai hari Rabu (20/1/2021) menyembulkan angin harapan perubahan dalam kebijakan negara ini di berbagai bidang, termasuk dalam masalah Asia barat. Lalu, apakah politik luar negeri (polugri) AS terhadap kawasan strategis ini akan berubah atau tidak ?
Tampaknya, ada sejumlah isu yang masih menjadi poros politik luar negeri AS terhadap Asia barat yang tidak berubah. Pemerintahan Biden memiliki komitmen yang sama dengan pendahulunya terhadap Israel. Tapi, ada perbedaan antara pendekatan Biden dan Trump dalam masalah ini. Pemerintahan Trump sepenuhnya melayani Israel dengan menghilangkan solusi dua negara, dan juga melenyapkan kemungkinan negosiasi apapun dalam konflik Palestina-Israel.
Pemerintahan Biden akan terus mengejar solusi dua negara, meski mendukung penuh Israel. Naiknya Biden mengirimkan sinyal positif bagi otoritas Ramallah, terutama ditandai kesiapan Mahmoud Abbas selaku kepala Otoritas Palestina untuk memulai perundingan kompromis dengan rezim Zionis, jika AS bersedia menjadi mediatornya.
Masalah lainnya, pemerintahan Biden secara umum tidak berbeda dengan Trump dalam masalah normalisasi hubungan Arab dengan Israel. Tapi ada titik perbedaannya pada sikap pemerintahan Biden yang tidak akan terlalu menekan negara-negara Arab dalam masalah tersebut.
Hal lain tentang keanggotaan Israel di Centcom pada hari-hari terakhir pemerintahan Donald Trump yang menunjukkan posisi rezim Zionis sebagai bagian dari tatanan keamanan Asia Barat, juga disambut dan didukung oleh pemerintahan Biden.
Mengenai sikap AS terhadap negara-negara Arab, tampaknya pemerintahan Biden akan memisahkan Arab Saudi dari negara-negara Arab lainnya di Teluk Persia. Washington akan mengusung pandangan normatif terhadap Riyadh.
Indikasinya, bisa dicermati dari statemen Biden dalam menyikapi kasus pembunuhan brutal Jamal Khashoggi. Dengan demikian, Arab Saudi tidak akan dapat menerapkan kebijakannya di Asia Barat dengan begitu percaya diri seperti di era Trump, setidaknya akan menurun. Tetapi tidak berarti bahwa pemerintahan Biden akan meninggalkan Arab Saudi, sebab bagaimanapun Riyadh adalah salah satu sekutu utama Washington di Asia Barat. Dengan demikian akan terjadi tarik ulur yang panjang antara kedua mitra ini untuk menegosiasikan kepentingannya masing-masing.
Pemerintah Biden akan terus mengejar sebagian dari kebijakannya di Asia Barat, terutama terhadap Republik Islam Iran dengan menggunakan sekutunya, termasuk UEA, Bahrain, bahkan Arab Saudi.
Analis politik Timur Tengah, Ebrahim Mottaghi mengatakan, "Pemerintah Biden sedang mengejar pembentukan koalisi regional dengan tujuan untuk mengendalikan Republik Islam Iran. Tampaknya strategi pemerintahan Biden adalah menahan Iran dengan bantuan sekutunya di Asia Barat, tetapi taktiknya adalah membentuk koalisi di tingkat regional. Tujuan menahan Iran juga untuk mencegah proses peningkatan keseimbangan kekuatan di kawasan yang berpihak pada Republik Islam Iran,".
Pemerintahan Biden tampaknya masih akan disibukkan dengan masalah eskalasi kekacauan, konflik, dan kekerasan di Asia Barat akibat ulah brutal Donald Trump selama empat tahun menjabat. Fakta yang tidak bisa ditutupi mengenai merosotnya pamor AS di kawasan Asia barat menjadi pekerjaan rumah Biden. Oleh karena itu, Washington akan menempuh jalan terjal dalam mewujudkan kebijakannya di kawasan strategis tersebut.(PH)