Amerika Tinjauan dari Dalam, 14 Agustus 2021
(last modified Sat, 14 Aug 2021 08:14:55 GMT )
Aug 14, 2021 15:14 Asia/Jakarta
  • Pesawat pengebom B-52
    Pesawat pengebom B-52

Biden Kirim B-52 ke Afghanistan untuk Serang Taliban

Presiden Amerika Serikat Joe Biden memerintahkan pasukannya untuk menargetkan posisi Taliban di Afghanistan dengan pesawat pengebom B-52 dan pesawat AC-130.

Seperti dikutip kantor berita Shafaqna, Sabtu (7/8/2021), surat kabar Inggris Daily Mail menyatakan bahwa perintah Biden ini untuk mencegah serangan Taliban ke ibu kota provinsi Kandahar, Herat dan Helmand.

B-52 terbang ke Afghanistan dari pangkalan udara di Qatar dan akan menjalankan misi di sekitar Kandahar, Herat dan Lashkar Gah.

Pentagon memperkirakan bahwa Taliban sekarang menguasai setengah dari 419 pusat distrik di Afghanistan.

AS tidak mampu menumpas Taliban selama 20 tahun menduduki Afghanistan dan tidak mencapai apa pun selain penyebaran terorisme, perang, kekerasan dan ketidakamanan serta kematian puluhan ribu orang.

Sebelumnya, pemerintah AS dan Inggris telah meminta warganya untuk segera meninggalkan Afghanistan di tengah meningkatnya kekerasan di negara itu.

Donald Trump

Trump akan Maju Pilpres AS 2024

Mantan Juru Bicara Kepresidenan AS, Sean Spicer mengatakan bahwa Donald Trump akan mencalonkan diri lagi dalam pemilu presiden 2024.

Sean Spicer hari Sabtu (7/8/2021) dalam sebuah wawancara dengan Washington Examiner mengatakan bahwa keinginan Trump untuk mencalonkan diri dalam pemilu presiden meningkat selama beberapa bulan terakhir.

Menurut Spicer, ambisi Trump maju mencalonkan diri kembali sebagai presiden AS meningkat setelah dia mengamati bagaimana negara itu dikelola, termasuk masalah imigrasi di era pemerintahan Presiden Joe Biden.

Pernyataan Spicer muncul ketika spekulasi berlanjut tentang rencana politik Trump menyusul kekalahan politiknya dalam pemiu presiden 2020.

Spicer mengundurkan diri pada Juli 2017 setelah enam bulan penuh gejolak di Gedung Putih. Kesalahan verbal, misrepresentasi, dan sikap bermusuhan terhadap jurnalis yang menjadi ciri khas masa jabatannya.

Trump telah berulang kali mengklaim bahwa dia adalah pemenang sebenarnya dari pemilu presiden AS baru-baru ini, dan menuding Joe Biden berbuat curang.

AS Jatuhkan Sanksi Baru terhadap Hizbullah Cs

Departemen Luar Negeri AS mengumumkan sanksi baru terhadap Hizbullah Lebanon serta Kataib Hizbullah dan Asaib Ahl al-Haq Irak.

Dikutip dari laman Farsnews, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan pemberitahuan pada Senin (9/8/2021) tentang sanksi baru terhadap Hizbullah Lebanon, kelompok perlawanan di Irak, dua perusahaan Suriah dan tiga perusahaan Rusia.

Sanksi tersebut menargetkan Hizbullah Lebanon, Kataib Hizbullah dan Asaib Ahl al-Haq Irak.

Sanksi ini melarang departemen, badan dan personel pemerintah AS untuk menandatangani kontrak atau memberikan lisensi atau bantuan pemerintah kepada organisasi tersebut.

Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa sanksi itu berlaku selama dua tahun sejak dikeluarkan, kecuali jika menteri luar negeri memutuskan langkah lain.

Sebelum sanksi ini, pemerintahan Joe Biden juga sudah dua kali menyerang posisi pasukan perlawanan Irak.

Dalam beberapa tahun terakhir, AS juga menekan negara-negara Eropa untuk menyatakan Hizbullah sebagai organisasi teroris dalam upaya untuk merusak citra organisasi ini di Lebanon.

Pasukan AS

AS akan Tempatkan 3000 Pasukan di Kabul

Juru bicara Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) mengatakan, sebanyak 3000 tentara negara ini dalam beberapa jam mendatang akan ditempatkan di Kabul, Afghanistan.

“Sekitar 3000 pasukan Amerika selama 24-48 jam mendatang akan ditempatkan di Kabul,” ungkap John Kirby seperti dilaporkan Fars News (13/8/2021).

John Kirby menekankan penempatan pasukan ini bersifat sementara, dan misi mereka membantu pengurangan pasukan penjaga kedutaan dan mempercepat pengeluaran visa bagi penerjemah Afghanistan dan negara lain, serta Washington tidak berencana terlibat di perang.

“Pasukan ini akan tiba di Afghanistan dua hari mendatang,” ungkap Kirby.

Sementara itu, Juru bicara Kemenlu AS, Ned Price menandaskan, aktivitas diplomatik di kedubes AS di Kabul akan terus berlanjut.

Bersamaan dengan ini, Koran New York Times mengutip petinggi Amerika melaporkan, sebuah delegasi dari Washington tengah berunding dengan Taliban untuk mendapat jaminan milisi ini tidak menyerang kedubes AS.

Kamis (12/8/2021) sore Kedubes AS di Kabul merilis statemen meminta warga negaranya segera meninggalkan Afghanistan mengingat laju cepat milisi Taliban.

Ini peringatan keamanan kedua yang dirilis Amerika kurang dari satu pekan bagi warganya segera keluar dari Afghanistan.

Statemen Kedubes AS dirilis ketika Taliban tengah aktif merebut wilayah Afghanistan dan menguasai kota serta berbagai pusat penting di provinsi.

Selama beberapa pekan terakhir, perang saudara di Afghanistan meningkat drastis seiring dengan serangan gencar milisi Taliban ke berbagai wilayah di bawah kekuasaan pemerintah pusat Kabul, dan kondisi Afghanistan semakin tidak aman.

Bersamaan dengan penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan dan kegagalan perundingan damai Afghanistan-Afghanistan, milisi Taliban berusaha menguasai lebih banyak wilayah negara ini.

Kemajuan Taliban menguasai wilayah Afghanistan bersamaan dengan pengumuman waktu penarikan militer Amerika dan NATO dari Afghanistan telah membangkitkan kekhawatiran negara-negara kawasan serta menimbulkan ketakutan akan eskalasi instabilitas di Afghanistan.

Selama 20 tahun bercokol di Afghanistan, Amerika tidak mampu menumpas Taliban, dan hasilnya adalah maraknya terorisme, perang, kekerasan, instabilitas dan pembantaian puluhan ribu warga Afghanistan.

AS akan Tinjau Ulang Kasus Serangan Teroris 9/11

Pemerintah AS akan meninjau kasus-kasus yang terkait dengan serangan 11 Septermber 2001.

Reuters hari Selasa (10/8/2021) melaporkan, keluarga para korban sebelumnya menyatakan bahwa mereka hanya akan menyetujui kehadiran Presiden AS Joe Biden pada peringatan 20 tahun serangan 11 September 2001, jika dokumen mengenai dukungan para pemimpin Saudi terhadap pelaku serangan teroris tersebut diungkap ke publik.

Biden telah berjanji dalam kampanyenya akan mengungkapkan semua dokumen yang terkait dengan keterlibatan Arab Saudi dalam serangan 11 September 2001, jika sampai di Gedung Putih.

Menurut keluarga korban serangan 9/11, pengaduan mereka terhadap Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir telah berulangkali tidak terjawab, karena tidak diserahkannya dokumen terkait oleh Biro Investigasi Federal (FBI) dan Departemen Kehakiman AS.

Arab Saudi sebelumnya mengklaim tidak berperan dalam serangan itu.

Pada hari Senin, Kantor Kejaksaan AS di Manhattan mengumumkan bahwa FBI telah memutuskan untuk menyelidiki apa penyebab beberapa informasi yang diminta oleh keluarga korban serangan 11 September 2001 tidak diungkapkan ke publik.

Serangan teroris 9 September 2001 menyebabkan 2.977 orang tewas, dan lebih dari 25.000 orang terluka. (RA)

Tags