Amerika Tinjauan dari Dalam, 5 November 2022
(last modified Sat, 05 Nov 2022 11:58:26 GMT )
Nov 05, 2022 18:58 Asia/Jakarta
  • Presiden AS Joe Biden.
    Presiden AS Joe Biden.

Perkembangan dan berita di Amerika Serikat selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting di antaranya lonjakan inflasi di negara ini.

Media AS, New York Post menyalahkan kebijakan penanganan bencana yang dikeluarkan Presiden AS, Joe Biden menjadi penyebabkan infllasi di negara ini meroket.

New York Post hari Minggu (30/10/022) menulis, "Ketika inflasi terus bergerak naik, Presiden AS Joe Biden berusaha untuk melepaskan tanggung jawabnya dalam penanganan inflasi demi mendulang dukungan dalam pemilu sela Kongres,".

"Amerika Serikat menghadapi stagnasi di kuartal pertama dan kedua tahun ini, dengan hanya pertumbuhan positif hanya tiga bulan, karena penurunan defisit perdagangan karena ekspor energi yang lebih besar. Tapi biaya konsumen naik meskipun lambat," tulis koran AS ini.

"Biden dan partai Demokrat mengabaikan peringatan berbulan-bulan para ekonom mengenai inflasi yang sangat tinggi, dan menilainya  efek sementara dengan melanjutkan tindakan ekonomi mereka yang merusak," tambah New York Post.

Sementara itu, dalam jajak pendapat baru yang dilakukan oleh CBS News dan Yougav Poll, hampir delapan dari setiap 5 orang Amerika menggambarkan situasi saat ini dan tren urusan AS sebagai kondisi di luar kendali.

Dalam jajak pendapat yang dirilis pada hari Minggu, 79 persen responden percaya situasi negara itu di luar kendali, dan hanya 21  persen responden yang percaya bahwa proses tersebut berada di bawah kendali.

Mengenai kinerja Presiden Joe Biden, 56  persen dari responden tidak puas dengan kinerjanya, dan 44 persen yang menyatakan puas.

Laporan: 63% Orang AS Hidup dari Gaji ke Gaji

\Data baru menunjukkan bahwa ekonomi Amerika Serikat mengakhiri resesinya pada kuartal terakhir, tetapi ada pengakuan luas di media arus utama bahwa angka resmi tidak menangkap kedalaman kesulitan ekonomi.

Pada 2,6% di kuartal ketiga itu adalah tanda pertama pertumbuhan PDB pada tahun 2022. Namun, jika peningkatan besar dalam penjualan senjata dan gas ke Eropa tidak termasuk, maka ekonomi AS akan menyusut 0,2%, sehingga tetap berada dalam resesi.

Jadi apa yang benar-benar membuat ekonomi AS tetap bertahan adalah kurangnya solusi diplomatik untuk kerusuhan di Ukraina.

“Ini mengerikan bagi ekonomi, Anda tahu di atas kertas itu menunjukkan bahwa faktor ekonomi tertentu berjalan dengan baik selama perang dunia karena merekalah yang menghasilkan uang dari senjata tetapi bagi orang-orang nyata itu hanya buruk dan kami menyerukan mengakhiri perang yang tidak adil,” ujar Preston Nelson, Partai Libertarian.

Banyak yang menunjuk ke data non-pemerintah untuk keadaan ekonomi yang sebenarnya: Sebuah survei baru menunjukkan bahwa 63% orang Amerika hidup dari gaji ke gaji.

Dengan inflasi pada tingkat yang tidak terlihat dalam hampir empat dekade, utang kredit pada tingkat yang tidak terlihat dalam tiga dekade, dan pengangguran diperkirakan akan melonjak pada musim dingin ini, sebagian besar ekonom memperkirakan kembalinya resesi, yang dikenal sebagai "resesi double-dip".

Gedung Putih Ralat Statemen Biden, 'Kami akan Bebaskan Iran'

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat mengklarifikasi pernyataan Presiden Joe Biden yang mengatakan, "Kami akan membebaskan Iran".

Ditanya apa maksud statemen Presiden AS yang akan membebaskan Iran, John Kirby menuturkan, "Biden sekali lagi menyampaikan solidaritas kami terhadap para demonstran Iran, yaitu langkah yang sejak awal sudah dilakukan. Menciptakan perubahan adalah tugas rakyat Iran. Harus rakyat Iran yang melakukan, mereka yang memutuskan masa depannya."

Ia kemudian ditanya lagi, apakah maksud statemen Biden bahwa "mereka tidak lama lagi akan bebas" berdasarkan pada evaluasi-evaluasi yang menunjukkan pemerintah Iran di ambang kejatuhan.

John Kirby menjawab, "Kami tidak menyaksikan indikasi-indikasi apa pun sehubungan dengan hal yang semacam ini."

Sebelumnya di California, di hadapan pendukungnya, Joe Biden mengatakan, "Jangan khawatir, kami akan membebaskan Iran. Mereka tidak lama lagi akan bebas."

Menanggapi statemen Biden, Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi mengatakan, "Tuan Presiden, Iran sudah bebas sejak 43 tahun lalu, dan bertekad untuk tidak jatuh ke dalam sandera Anda. Kami tidak akan pernah menjadi sapi perah."

AS akan Jual Sistem Peluncur Rudal Berpandu ke Finlandia

Washington telah mengkonfirmasi kemungkinan penjualan sistem rudal berpandu senilai 535 juta dolar ke Finlandia.

Finlandia dan Swedia mengajukan permintaan untuk bergabung dengan NATO pada bulan Mei sebagai tanggapan atas meletusnya perang antara Rusia dan Ukraina yang meletus pada 24 Februari dan berlanjut hingga kini.

Di sisi lain, pejabat Barat dan AS telah berulang kali menuduh Rusia menggunakan senjata nuklir sejak awal perang berkobar di Ukraina.

Badan Kerja Sama Pertahanan Pentagon hari Rabu (2/11/2022) mengatakan bahwa pemerintah Biden telah menyetujui kemungkinan penjualan sistem rudal berpandu senilai 535 juta dolar Finlandia.

"Departemen Luar Negeri telah memutuskan untuk mengkonfirmasi kemungkinan penjualan alutsiswa dari beberapa sistem rudal peluncur dan peralatan terkait kepada pemerintah Finlandia dengan nilai 535 juta dolar," kata pernyataan Badan Kerja Sama Pertahanan Pentagon kemarin.

Finlandia bermaksud menggunakan barang-barang pertahanan ini untuk meningkatkan persenjataan nasionalnya, sehingga meningkatkan kemampuan pertahanan darat dan udara di bagian utara Eropa.

Rusia telah berulang kali memperingatkan bahwa pengiriman senjata Barat ke Ukraina dan negara-negara tetangga lainnya akan memperpanjang perang.

Pejabat AS Klaim Kesepakatan dengan Iran Masih Terbuka

Utusan khusus AS Urusan Iran mengklaim pemerintahannya mungkin suatu hari akan mencapai kesepakatan dengan Iran.

Robert Malley, Utusan Khusus Pemerintah AS Urusan Iran hari Senin (31/10/2022) mengatakan, "Washington tidak akan menutup tangannya dengan harapan suatu hari kesepakatan nuklir akan dicapai dengan Iran."

Malley juga membela upaya pemerintahan Biden untuk mengadakan pembicaraan tidak langsung dengan Iran, dengan menegaskan bahwa pemerintahan Biden lebih memilih upaya diplomatik.

Mengulangi klaim tentang program nuklir Iran, Robert Malley menegaskan, “Preferensi kami adalah diplomasi di samping tekanan dan sanksi, tetapi jika upaya diplomatik gagal, semua opsi akan ada di atas meja,”.

Selama pemerintahan Donald Trump, Washington menerapkan terorisme ekonomi dengan tujuan menekan secara maksimal rakyat Iran dengan menarik AS keluar secara sepihak dari JCPOA.

Republik Islam Iran menegaskan bahwa AS adalah pihak yang melanggar JCPOA. Oleh karena itu, jika AS akan kembali ke JCPOA, maka harus membatalkan semua sanksi dalam praktik, bukan dengan kata-kata atau di atas kertas, dan pembatalan sanksi ini diverifikasi oleh Iran.