Zelensky dan Rencana Perdamaian Paksa Trump
-
Donald Trump dan Volodymyr Zelensky
Pars Today - Analis Barat berpendapat bahwa serangkaian faktor seperti tekanan dari Donald Trump, ketidakharmonisan antarnegara Eropa, keunggulan Moskow di medan perang, serta masalah internal, dapat memaksa Volodymyr Zelensky menerima kesepakatan damai Gedung Putih.
Menurut laporan IRNA pada Rabu (26/11/2025), majalah Newsweek menulis bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berada di bawah tekanan luar biasa untuk menerima kesepakatan damai yang diusulkan pemerintah Amerika, meskipun rincian rencana tersebut belum final.
Dilaporkan bahwa Zelensky mungkin segera melakukan perjalanan ke Washington untuk menyelesaikan kesepakatan yang disebut-sebut dimediasi oleh pemerintahan Trump. Namun, masih banyak ketidakjelasan mengenai isi kesepakatan, reaksi Rusia, serta konsekuensi dari penerimaan atau penolakannya.
Seorang pejabat Amerika mengatakan kepada CBS bahwa pemerintah Ukraina telah menyetujui “sebuah kesepakatan damai,” sementara penasihat keamanan nasional Ukraina menyebut adanya “pemahaman bersama” terkait rencana tersebut. Namun Kremlin belum memberikan reaksi langsung, dan belum jelas konsesi apa yang akan diterima Zelensky.
Setelah publikasi versi awal rencana 28 butir Amerika, muncul kritik dari negara-negara Eropa karena mencakup konsesi besar kepada Rusia, termasuk penyerahan wilayah yang diduduki, pembatasan militer Ukraina, dan pengabaian tuntutan atas kejahatan perang Moskow. Menyusul penolakan Eropa, Prancis, Jerman, dan Inggris mengusulkan versi baru.
Hasilnya, sebuah versi 19 butir yang lebih moderat diterbitkan, meski para ahli menilai Kremlin mungkin tetap menolak karena Moskow ingin menegaskan kemenangan mutlaknya.
Menurut analis Ukraina Victor Kovalenko, Zelensky berada di bawah tekanan berat pada bulan November. Salah satu faktor utama adalah tenggat waktu Washington. Trump sebelumnya menuntut agar Ukraina segera menerima rencana tersebut dan mengancam akan mengurangi bantuan militer serta intelijen jika menolak.
Mengingat Amerika adalah pemasok utama sistem pertahanan, senjata strategis, dan intelijen sensitif bagi Kyiv, penghentian dukungan ini akan sangat melemahkan Ukraina.
Kovalenko menambahkan, Jika dukungan itu hilang, Ukraina kehilangan salah satu senjata terkuatnya. Ini menjadi lapisan tekanan tambahan bagi Zelensky.
Perpecahan di antara sekutu Eropa juga menambah tekanan. Meski Jerman, Prancis, dan Inggris menegaskan dukungan mereka, Eropa tidak mampu menanggung biaya intelijen dan persenjataan yang ditanggung Washington. Jika Amerika membatasi pengiriman senjata, bahkan bantuan tidak langsung dari Eropa pun akan terhambat.
Justin Logan, Direktur Studi Pertahanan dan Kebijakan Luar Negeri di Cato Institute, mengatakan kepada Newsweek, Keputusan Zelensky sangat sulit, karena Eropa hanya bisa memberikan janji manis tetapi tidak memiliki alat untuk menggantikan Amerika.
Di dalam negeri, tekanan politik terhadap Zelensky meningkat akibat tuduhan korupsi terhadap orang-orang dekatnya. Meski demikian, para analis menilai bahwa dalam kondisi perang, kemarahan publik tidak akan segera berubah menjadi krisis politik karena masyarakat lebih fokus pada pertahanan negara.
Menurut Politico, seorang pejabat Gedung Putih anonim menyebut pemerintahan Trump melihat kondisi ini sebagai peluang agar Zelensky yang melemah menerima kesepakatan damai.
Newsweek menambahkan bahwa keunggulan relatif Rusia di medan perang, termasuk perebutan kota penting Pokrovsk, menjadi faktor tekanan lain bagi Zelensky. Meski Rusia membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menguasai penuh wilayah timur Ukraina, Kremlin tidak terburu-buru dan berharap persatuan Barat akan melemah seiring waktu.
Kovalenko menekankan bahwa Zelensky memahami bahwa mempertahankan Ukraina sebagai negara lebih penting daripada mengejar tujuan idealis dan tidak realistis untuk mengalahkan Rusia sepenuhnya.
Oleh karena itu, menurut para ahli, penerimaan kesepakatan damai mungkin memaksa Zelensky mundur dari cita-cita “merebut kembali semua wilayah”, karena menjaga keberlangsungan Ukraina dan keselamatan warga lebih utama daripada mengejar kemenangan total.(sl)