Bagaimana Hadiah Nobel Perdamaian Menjadi Alat Perang Washington di Venezuela?
https://parstoday.ir/id/news/world-i181424-bagaimana_hadiah_nobel_perdamaian_menjadi_alat_perang_washington_di_venezuela
Tak lama setelah María Corina Machado, seorang politisi oposisi Venezuela dan tokoh yang dekat dengan Amerika Serikat dan Israel, menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 10 Oktober 2025, pemerintahan Trump mengambil tindakan militer yang lebih berani, baik secara terbuka maupun terselubung, terhadap Venezuela.
(last modified 2025-12-02T07:35:07+00:00 )
Des 02, 2025 14:29 Asia/Jakarta
  • Bagaimana Hadiah Nobel Perdamaian Menjadi Alat Perang Washington di Venezuela?

Tak lama setelah María Corina Machado, seorang politisi oposisi Venezuela dan tokoh yang dekat dengan Amerika Serikat dan Israel, menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 10 Oktober 2025, pemerintahan Trump mengambil tindakan militer yang lebih berani, baik secara terbuka maupun terselubung, terhadap Venezuela.

Middle East Eye dalam sebuah artikel baru-baru ini menulis,"Pemerintah Nicolas Maduro, yang telah berkuasa di Venezuela sejak 2013, selalu menentang rencana imperialis AS untuk mendominasi sumber daya alam Venezuela yang melimpah, sembari mengutuk kebijakan intervensionis Washington dan kejahatan Israel di Gaza."

Machado, sebagai politisi yang dekat dengan arus fasis Eropa dan pendukung setia Israel, secara terbuka mendukung serangan AS dan Israel terhadap negaranya dan perampasan sumber dayanya.

Keputusan Komite Nobel untuk memberikan hadiah tersebut kepada orang tersebut menimbulkan pertanyaan serius tentang validitas hadiah tersebut.

Hadiah tersebut sebelumnya telah diberikan kepada tokoh-tokoh seperti Henry Kissinger—yang dituduh melakukan kejahatan perang—tetapi belum pernah diberikan kepada para pemimpin perdamaian seperti Mahatma Gandhi. Tren ini menunjukkan bahwa Nobel telah lama menjadi alat yang melayani imperialisme dan militerisme Barat.

Menilik sejarah penghargaan-penghargaan ini menegaskan hal ini:

- Pada tahun 1918, Penghargaan Kimia diberikan kepada Fritz Haber, penemu gas beracun.

- Pada tahun 1926, Penghargaan Kedokteran diberikan kepada Johannes Fibiger atas penemuannya tentang kanker yang kemudian terbukti tidak ada.

- Pada tahun 1949, Penghargaan Kedokteran diberikan kepada Antonio Egas Moniz atas penemuannya tentang prosedur "lobotomi" yang destruktif.

- Pada tahun 2008, Penghargaan Kedokteran diberikan kepada seseorang yang penelitiannya didanai oleh perusahaan farmasi AstraZeneca.

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa Penghargaan Nobel bukanlah tolok ukur keunggulan ilmiah atau moral, melainkan alat untuk mengkonsolidasikan kekuatan dan kepentingan Barat. Bahkan penulis Prancis ternama Jean-Paul Sartre, ketika menerima Penghargaan Nobel Sastra, menolaknya dan berkata: "Jalani saja jalanmu sendiri."

Asal usul penghargaan ini berawal dari wasiat Alfred Nobel; Pria yang dijuluki "pedagang kematian" karena menemukan bahan peledak kemudian mencoba meninggalkan warisan positif dengan menciptakan penghargaan-penghargaan ini. Namun kini, warisan ini telah menjadi alat untuk memamerkan kekuatan Barat, alih-alih simbol perdamaian dan kemajuan.

Realitasnya adalah dunia sedang berada dalam krisis moral dan eksistensial yang mendalam. Hadiah Nobel bukanlah solusi untuk krisis ini, melainkan gejalanya. Alih-alih menghormati tokoh-tokoh yang meragukan, kita seharusnya berduka atas para korban tak berdosa di Gaza, Sudan, Venezuela, dan belahan dunia lainnya; para korban yang merupakan akibat dari ekspansi militerisme Barat.

Saat ini, Hadiah Nobel lebih dari sekadar simbol kemanusiaan, melainkan kedok budaya dan ilmiah bagi Barat untuk mempertahankan status quo dan membenarkan kekerasan tanpa akhir.(PH)